Sabtu, 25 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (133):Universitas Leiden dan Studi Indologi; Apakah Kini Masih Tetap Tujuan Mahasiswa Indonesia?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Studi tentang Indonesia termasuk studi sejarah sudah sejak lama diselenggarakan. Studi Indonesia itu disebut studi Indologi yang diselenggarakan di Univesiteit te Leiden (sejak 1900). Salah satu mahasiswanya yang berasal dari pribumi adalah Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Program studi ini ternyata banyak peminatnya, terutama orang Belanda. Mengapa? Yang jelas setelah Raden Kartono, dalam perkembangannya semakin banyak orang pribumi yang diterima.

Raden Kartono dapat dikatakan sebagai pribumi pertama yang datang dari Hindia kuliah di perguruan tinggi di Belanda. Raden Kartono setelah lulus HBS di Semarang diterima di Universiteit te Delft pada tahun 1898. Tampaknya bukan bidang teknik minat Raden Kartono, karena itu ia gagal dan lalu mengikuti ujian saringan masuk di Utrecht untuk program studi di Universiteit te Leiden tahun 1901. Raden Kartono berhasil menjadi sarjana Indonesia pertama. Orang-orang pribumi jauh sebelum Raden Kartono dimulai pada level sekolah guru (masih setingkat SMP). Siswa pribumi pertama yang studi pendidikan guru di Belanda adalah Willem Iskander tahun 1857. Willem Iskander mendapat akte guru tahun 1860 dan pada tahun 1861 kembali ke tanah air. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru (kweekschool) di kampongnya di Tanobato (afdeeling Mandailing en Angkola). Baru tahun 1884 pribumi muncul sebagai lulusan sekolah guru di Belanda. Hingga tahun 1900 hanya delapan guru yang berhasil di Belanda, Willem Iskander adalah kakek buyut Prof. Andi Hakim Nasution (rektor IPB 1978-1987). Mahasiswa kedua pribumi yang datang dari Hindia di Belanda adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (1905).

Lantas bagaimana sejarah Universiteit te Leiden sebagai tujuan siswa pribumi di perguruan tinggi? Seperti disebut di atas, itu bermula sejak Raden Kartono. Sementara itu, Soetan Casajangan, guru di Padang Sidempoean tidak mendaftar di Universiteit te Leiden, tetapi di Rijkkweekschool karena Universiteit te Leiden belum menyelenggarakan program studi keguruan. Soetan Casajangan adalah guru pribumi pertama yang menjadi sarjana pendidikan (lulus 1911). Lalu bagaimana sejarah mahasiswa pribumi di Universiteit te Leiden? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Universiteit te Leiden dan Studi (Sejarah) Indologi

Keberadaan Raden Kartono sebagai mahasiswa di Belanda diberitakan tahun 1898 (lihat De Telegraaf, 10-08-1898). Disebutkan Raden Mas Pandji Sosro Kartono, anak dari bupati Japara sebagai mahasiswa di Delft, Dalam rapat umum kongres bahasa dan sastra ke-25 di Den Haag,  menggelar kuliah Raden Mas Susro Kartono tentang pengaruh bahasa Belanda di Jawa (lihat Soerabaijasch handelsblad, 28-09-1899). Raden Kartono menjadi begitu penting di Belanda. Boleh jadi hal itu karena Raden Kartono dapat diakatakan pribumi (paling) terpelajar di Belanda.

Siswa-siswa pribumi melanjutkan pendidikan di Belanda diawali oleh Sati Nasution pada tahun 1857. Sati Nasution alias Willem Iskander berhasil mendapat akte guru tahun 1860 dan kembali ke tanah air dan kemudian pada tahun 1862 mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobato, afdeeling Mandailing en Angkola. Sekolah guru ini menjadi sekolah guru ketiga di Hindia Belanda. Dua sekolah guru sebelumnya didirikan oleh orang Belanda. Sekolah guru Tanobato dapat diakatakan sekolah pertama yang didirikan pribumi. Sekolah guru Tanobato pada tahun 1865 disebut Inspektur Pendidikan A van der Chjis sebagai yang terbaik. Lalu pada tahun 1866 sekolah guru baru didirikan di Bandoeng (juga didiriukan oleh orang-orang Belanda). Pada tahun 1872 Willem Iskander diberi beasiswa untuk meningkatkan studi lebih lanjut ke Belanda dengan membawa tiga guru muda untuk mendapatkan akta guru. Ketiga guru muda itu adalah Raden Soerono daro Soerakarta, Raden Sasmita dari Bandoeng dan Banas Loebis dari afdeeling Mandailing dan Angkola. Mereka berangkat pada bulan Mei 1874. Oleh karena itu sekolah guru Tanobato ditutup dan Willem Iskanden direncanakan akan menjadi direktur sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempoean yang akan dibuka tahun 1879. Pada tahun 1875 Ismangoen Danoe Winoto di Belanda lulus studi dan mendapat gelar sarjana (lihat De standaard, 15-07-1875). Seperti Willem Iskander, Ismangoen juga berangkat setelah lulus sekolah dasar di Djogjakarta. Ismangoen menyelesaikan pendikan sekolah menengah di Belanda dan kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi (lihat Delftsche courant, 12-07-1871). Sejak Ismangoen tidak ada lagi yang menyusul hingga muncul nama Raden Kartono,

Raden Kartono tidak muncul lagi beritanya di Delft. De nieuwe courant, 25-08-1901 memberitakan bahwa dalam ujian negara untuk universitas dari tanggal 22 hingga 24 Augustus yang mana terdapat 8 kandidat untuk faculiteiten der godgeleerdheid der rechtsgeleerdheid en der letteren en wijsbegeerte (fakultas fakultas teologi, hukum, dan sastra dan filsafat). yang mana 5 orang lulus diantaranya Raden Mas Pandji Sosro Kartono, Berita ini memastikan bahwa Raden Kartono tidak (politeknik) Delft lagi, tetapi fakultas yang dituju Raden Kartono adalah fakultas non eksak. Ujian itu disebutkan dilakukan di Universiteit te Utrecht (lihat De Gooi- en Eemlander: nieuws- en advertentieblad, 28-08-1901). Raden Kartono kuliah dalam bidang studie der oostersche talen (program studi bahasa-bahasa Timur) di [Universiteit te] Leiden,

Pada tahun 1903 Soetan Casajaangan berangkat ke Belanda untuk membantu penerbitan majalah berbahasa Melayu di Amsterdam Bintang Hindia. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah guru di Padang Sidempoean, alumni Kwekschool Padang Sidempoean (lulus 1887). Tampaknya Soetan Casajangan tertarik kuliah di Belanda sebagaimana Raden Kartono. Soetan Casajangan kembali ke kampong halaman tahun 1905 untuk mengurus segala sesuatu dan kembali lagu ke Belanda untuk melanjutkan studi. Soetan Casajangan diterima di Rijskweekschool untuk mengikuti program studi keguruan (semacam IKIP yang sekarang). Soetan Casajangan dapat dikatakan mahasiswa pribumi kedua di Belanda. Melalui majalah Bintang Hindia, Soetan Casajangan menulis untuk menghimbau agar putra-putri terbaik dari Hindia untuk belajar di Belanda. Ini mengindikasikan Soetan Casajangan guru tetaplah guru. Himbauan ini tampaknya berhasil. Pada tahun 1908 jumlah mahasiswa pribumi di Belanda sudah sebanyak 20 orang. Pada saat inilah Soetan Casajangan menginisiasi pendirikan organisasi Indische Vereeniging dimana Soetan Casajangan didaulat menjadi presidennya. Indische Vereeniging pada era kepungurusan Mohamad Hatta dkk tahun 1924 namanya diubah menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI).  

Pada tahun 1903 Raden Kartono diberitakan lulus ujian kandidat pada bidang Taal- en Letterkunde van dea Oost-lndischer. archipel, (lihat De Telegraaf, 30-06-1903). Dalam perkembangan program studi yang diikuti oleh Raden Kartono di Leiden tersebut disebut program studi Indologi. Raden Kartono berhasil tahun 1906 (lihat Het vaderland, 08-03-1909) dan menjadi sarjana pertama yang berasal dari pribumi (di Universiteit te Leiden). Pada tahun ini juga Soetan Casajangan berhasil lulus sarjana muda dan meraih sarjana penuh pada tahun 1911. Catatan: Sebelumnya beberapa dokter djawa, alumni Dokter Djawa School seperti Dr Boenjamin, Dr, A Rivai dan Dr Laoh telah mendapat gelar dokter di Univ. Amsterdam (mereka tidak kuliah penuh seperti Raden Kartono dan Soetan Casajangan) karena mereka sudah berdinas sebagai dokter yang berdasarkan Staatsblad tahun 1904 dibebaskan dari kuliah materi teoritis.

Jika kita kini menjadi sarjana, maka diantara para sarjana pertama Indonesia dua diantaranya adalah Raden Kartono dan Soetan Casajangan. Program sarjana di Indonesia (baca: Hindia Belanda) didirikan tahun 1920 di Bandoeng (THS). Pada tahun 1922 salah satu mahasiswa yang diterima di Technisch Hoogeschool Bandoeng adalah Raden Soekarno (lulus tahun 1926). Ir. Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Apakah Kini Universiteit te Leiden Masih Tujuan Mahasiswa Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar