Sabtu, 25 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (132): Mengapa Studi Yale University? Sejarawan Indonesia Sartono Kartodirdjo dan Ong Hok Ham

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Mengapa harus studi ke Yale University di Amerika Serikat? Maksudnya? Dua sejarawan Indonesia yang terbilang terawal mengikuti pendididikan tinggi di Yale University. Sartono Kartosdirdjo sebelum meraih gelar doktor (Ph.D) di Belanda (1966) mengikuti pendidikan master di Yale University tahun 1964. Ong Hok Ham mengikuti pendidikan doktoral di Yale Unioversity dan meraih gelar Ph.D pada bidang sejarah tahun 1975. Lantas apa yang menjadi keutamaan Yale University?

Sartono Kartodirdjo di Universiteit Amsterdam, meraih gelar doktor pada tahun 1966 dengan disertasi berjudul ‘The Peasants Revolt of Banten in 1888, It’s Conditions, Course and Sequel: A Case Study of Social Movements in Indonesia’, Ong Hok Ham dengan disertasi berjudul ‘The Residency of Madiun; Priyayi and Peasant in the Nineteenth Century’ meraih gelar Ph.D di Yale University. Mengapa Sartono Kartodirdjo tidak mengikuti pendidikan doktor di Yale University? Lantas mengapa Sartono Kartodirdjo memilih di Uiversiteit te Amsterdam dan bukan di Universiteit te Leiden? Lalu setelah Ong Hok Ham, apakah masih ada mahasiswa Indonesia yang ,megikuti pendidikan doktoral di Yale University?

Yale University adalah universitas swasta terkenal di Amerika Serikat yang berada di New Haven, Connecticut. Universitas ini didirikan tahun 1701. Soetan Goenoeng Moelia (Menteri Pendidikan RI ke-2) pernah mengatakan di tahun pertama pendirian universitas Yale jumlah mahasiswanya hanya satu orang. Tentu saja saat Sartono Kartodirdjo dan Ongt Hok Ham kuliah tentu saja sudah ribuan mahasiswanya. Yang menjadi pertanyaan mengapa para sejarawan terkenal itu kuliah di Yale University? Mengapa tidak di Indonesia saja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Yale University: Mengapa Dikenal di Indonesia?

Pengetahuan orang Indonesia tentang Yale University tidak datang dari orang-orang Belanda, tetapi dari orang Amerika Serikat sendiri. Ini bermula tahun 1949. Seorang guru besar Universitas Yale di Amerika Serikat Prof. Ralph Emund Thurner melakukan kunjungan ke Jogjakarta (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 22-10-1949). Prof. Ralph Emund Thurner sendiri adalah seorang sejarawan Amerika yang datang ingin mempelajari sejarah dan budaya Indonesia.

Kedatangan Prof. Ralph Emund Thurner di Jogjakarta, ibu kota RI di pengungsian bertepatan dengan masa konsolidasi (kembali) Universitas Gadjah Mada setelah beberapa bulan vakum karena adanya pengungsian akibat terjadinya Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.  Dalam kunjungan Prof. Thurner disebutkan memberikan presentasi (kuliah) umum di Universitas Gadjah Mada dengan judul ‘Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi’. Kunjungan Prof. Ralph Emund Thurner ke Indonesia terkait dengan Prof Dr Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D yang baru-baru ini ke Amerika Serikat untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB. Dalam hal ini Soetan Goenoeng Moelia adalah orang Indonesia pertama yang menghadiri sidang Majelis Umum PBB di New York (lihat Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant en Vrije Twentsche courant, 22-10-1949). Universitas Gadjah Mada sendiri didirikan tahun 1946 setelah ibu kota RI dipindahkan dari Djakarta ke Djogjakarta. Saat itu Menteri Pendidikan RI adalah Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D. Sioetan Goenoeng Moelia meraih gelar Ph.D pada bidang bidang filsafat dan sastra di Universiteit te Leiden tahun 1933. Sebagaimana diketahui Indonesia menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1050.

Koneksi antara Prof. Ralph Emund Thurner dan Dr. Soetan Geoenoeng Moelia diduga kuat yang menyebabkan satu orang Indonesia mendapat kesempatan mengikuti pendidikan satu tahun di Yale University. Orang Indonesia tersebut adalah Surjotjondro yang studi ilmu politik dan hubungan internasional di Yale University (lihat De nieuwsgier, 11-06-1951). Dalam berita ini juga disebutkan Mochtar I.ubis, editor dan co-direktur (surat kabar) Indonesia Raya, pada tanggal 1 Juni tiba di Washington untuk orientasi selama empat belas minggu yang mana Mochtar Lubis melakukan kunjungan ke Amerika Serikat atas undangan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Ini sehubungan adanya minat yang besar dari Amerika Serikat dalam masalah timur dan selatan Asia. Juga disebutkan penelitian di Universitas Yale telah memungkinkan mendapat hibah dari Rockefeler Foundation.

Surjotjondro adalah seorang sarjana hukum lulusan RHS Batavia (lihat De Indische courant, 27-09-1940). Salah satu teman seangkatannya di RHS adalah Arifin Harahap yang lulus lebih awal tahun 1939. Pada saat persiapan KMB di Den Haag, Surjotjondro adalah dosen di sekolah hukum Republik di Batavia (yang mana juga Prof Soetan Goenoeng Moelia mengajar). Sebelumnya, Surjotjondro adalah sekretaris jenderal Kementerian Luar Negeri Republik (sejak kabinet Perdana Menteri Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap di Djogjakarta). Pada masa-masa sulit ini di ibu kota RI di Djogjakarta, Surjotjondro juga pernah menjabat sebagai kepala jawatan kereta api (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-05-1948). Sementara untuk kepala Djawatan  Angkoetan Motor Republik Indonesia (DAMRI) dijabat oleh Ir. Tarip Abdoellah Harahap (alumni THS Bandoeng, 1939). Dengan latar belakang tersebut Surjotjondro adalah orang yang tepat untuk mengisi kesempatan beasiswa yang telah ditawarkan oleh Rockefeler Foundation. CV Surjotjondro juga cukup mendukung. Salah satu tulisan yang dimuat pada jurnal Mimbar Indonesia yang dipimpin Prof Soepomo ditulis oleh  Surjotjondro dengan judul Amerika-Rusia (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 15-11-1947). Selama mengikuti pendidikan di Yale University, Surjotjondro juga menjadi pengajar bahasa Indonesia di kampus tersebut. Hubungan Surjotjondro dengan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap sudah lama berlangsung. Ini bermula ketika Gabungan Politik Indonesia (GAPI) didirikan pada tahun 1939. Salah satu pimpinan [dewan] GAPI adalah Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap. Untuk menjadi kepala redaksi majalah GAPI adalah Mr. Surjotjondro (teman Mr. Arifin Harahap). Sebagaimana diketahui [Letkol] Mr. Arifin Harahap adalah adik dari Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap.

Sehubungan dengan pembukaan kedutaan Indonesia di Amerika Serikat, sebagai pejabat di kementerian luar negeri, Surjotjondro diangkat sebagai konselor (konsul) di Kedubes Republik Indonesia di Washington (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 10-08-1954). Kedutaan besar Republik Indonesia dibuka pada tahuhn 1950 dii New York dengan duta besar pertama Ali Sastroamidjojo (1950-1953) yang kemudian digantikan oleh Moekarto Notowidigdo. Di Washington sendiri didirikan konsulat yang dipimpin oleh Surjotjondro.

Pada kabinet Perdana Menteri Mr. Boehanoeddin Harahap (1955-1956) diwacanakan kantor kedubes RI di New York dan konsulat di Washington dilakukan rokade. Namun hal itu masih terkendala, karena masalah Papua masih hangat-hangatnya. Untuk meredam diplomasi Belanda, Pada sidang kesepuluh Sidang Umum PBB, PM Boerhanoeddin Harahap membentuk tim besar untuk hadir di New York (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 21-09-1955). Tim ini diketuai oleh Menteri Luar Negeri Anak Agun,g Gde Agung dengan dibantu dua wakil dari Jakarta plus Pj Wakil Tetap RI untuk PBB Sudjar-vo Tjondronegoro. Anggota terdiri belasan orang diantaranya Mukarto Notowidigo (Duta Besar RI untuk Washington) dan Prof. Dr. Supomo (Dubes RI di London). Pada jajaran penasehat politik terdiri dari sejumlah wakil partai. Lalu pada jajaran teknis terdapat sejumlah orang termasuk Surjotjondro. Setelah itu Presiden Soekarno ke Amerika Serikat. Saat kunjungan Presiden Soekarno tahun 1956 status kantor Washington masih konsulat dan tetap dijabat oleh Sujono Surjotjondro (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-05-1956).

Surjotjondro kemudian ditunjuk menjadi penanggungjawab kedutaan besar Republik Indonesia di Roma (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 16-04-1958).  Surjotjondro menjadi semacam pendahulu (predecessor) dalam pembukaan kedubes baru sambil menunggu kehadiran duta besar yang baru. Setelah adanya duta besar di Italia, Surjotjondro kembali ke posnya di Amerika Serikat.

Surjotjondro sejak ibu kota RI di Djogjakarta tetap berada di kementerian luar negeri. Sementara teman kuliahnya di RHS Arifin Harahap tetap di kementerian ekonomi/pedagangan. Pada tahun 1959 pada Kabinet Kerja-1 Mr. Arifin Harahap diangkat menjadi Menteri Muda Perdagangan. Surjotjondro menjadi konsul Indonesia di New York. Pada tahun 1962 mulai dirintis (kontak) hubungan Indonesia dan Belanda dengan pertemuan diadakah di lapangan terbang persahabatan di Baltimore, Maryland yang mana ditugaskan untuk itu adalah Adam Malik (lihat Nieuw Guinea koerier : de groene : onafhankelijk dagblad voor Ned. Nieuw Guinea, 16-07-1962). Dalam pertemuan itu Adam Malik (duta besar yang datang dari Moskow) didampingi oleh konsul Surjotjondro dengan asistennya. Kontak ini sehubungan dengan masalah Papua.

Hingga tahun 1969 Surjotjondro masih bertugas di Amerika Serikat. Sementara teman lamanya Mr. Arifin Harahap setelah menjadi menteri pada tujuh kabinet yang berbeda diangkat menjadi duta besar di Alzajair (Afrika Utara) tahun 1969. Sementara itu Adam Malik telah menjadi Menteri Luar Negeri sejak 1966 (Kabinet Ampera-I). Kelak, Adam Malik Batubara menjadi Wakil Presiden.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dua Doktor Sejarah Indonesia: Sartono Kartodirdjo dan Ong Hok Ham

Sejak Surjotjondro merintis hubungan Indonesia dan Amerika Serikat. Jumlah mahasiswa Indonesia yang studi di Amerika Serikat semakin banyak. Ini seakan Eropa/Belanda adalah masa lalu dan Amerika Serikat adalah masa depan, Pada tahun 1962 jumlah mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat sudah ratusan (lihat Nieuw Guinea koerier : de groene : onafhankelijk dagblad voor Ned. Nieuw Guinea, 16-07-1962). Disebutkan saat Menteri Kehakiman Robert Kennedy berkunjung  ke kantor Kedubes Indonesia di Washington, terdapat sebanyak 100 mahasiswa Indonesia yang mengajukan pertanyaan kepada menteri tentang masalahan Papua.

Mahasiswa-mahasiswa di Belanda banyak yang sukses meraih gelar doktor (Ph.D). Bahkan hingga tahun 1933 jumlah orang Indonesia yang meraih gelar doktor (Ph.D) di Belanda sudah sebanyak 26 orang dan hanya satu orang perempuan yakni Ida Loemongga Nasution. Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Husein Djajadiningrat pada tahun 1913. Daftar orang Indonesia peraih gelar doktor (Ph.D) selanjutnya adalah sebagai berikut: (2) Dr. Sarwono (medis, 1919); (3) Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922); (4) RM Koesoema Atmadja (hukum 1922); (5) Dr. Sardjito (medis, 1923); (5) Dr. Mohamad Sjaaf (medis, 1923); (7) R Soegondo (hukum 1923); (8) JA Latumeten (medis, 1924); (9) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); (10) R. Soesilo (medis, 1925); (11) HJD Apituley (medis, 1925); (12) Soebroto (hukum, 1925); (13) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (14) Poerbatjaraka (sastra, 1926); (15) Achmad Mochtar (medis, 1927); (16) Soepomo (hukum, 1927); (17) AB Andu (medis, 1928); (18) T Mansoer (medis, 1928); (19) RM Saleh Mangoendihardjo (medis, 1928); (20) MH Soeleiman (medis, 1929); (21) M. Antariksa (medis, 1930); (22) Sjoeib Proehoeman (medis, 1930); (23) Aminoedin Pohan (medis, 1931); (24) Seno Sastroamidjojo (medis, 1930); (25) Ida Loemongga Nasution (medis, 1931); (26) Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (sastra dan filsafat, 1933). Jumlah doktor terbanyak berasal dari (pulau) Djawa, yang kedua dari Residentie Tapanoeli. Cetak tebal adalah doktor-doktor asal Afdeeling (kabupaten) Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli.

Drs. Widjojo Nitisastro adalah mahasiswa Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) di Amerika Serikat  di University of California at Berkeley tahun 1961. Widjojo Nitisastro yang menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesa berangkat dengan empat rekannay yang lain ke Amerika tahun 1957 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-08-1957). Belanda sudah masa lampau. Meski demikian, mahasiswa Indonesia masih banyak yang studi ke Eropa, tetapi tidak ke Belanda. Salah satu yang sukses meraih gelar Ph.D adalah Dr Arifin Siregar di Universität Münster, West Germany yang lulus tahun 1960.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar