Minggu, 06 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (2): Ismangoen Danoe Winoto, Cucu Sultan Jogja; Sarjana Pribumi Pertama Lulus Sekolah Tinggi di Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Ismangoen Danoe Winoto adalah pribumi kedua studi di Belanda dan kembali ke tanah air (setelah Willem Iskander). Ismangoen Danoe Winoto adalah cucu Sultan Jogja. Willem Iskander studi untuk mendapat akta guru. Ismangoen Danoe Winoto studi di perguruan tinggi. Ismangoen Danoe Winoto sendiri menyelesaikan sekolah menengah (HBS) di Belanda, yang menjadi batu loncatannya studi di perguruan tinggi.


Sarjana Pertama Indonesia Lulus di Belanda, Begini Kisah Pahit Getir Kuliahnya. Trisna Wulandari. Minggu, 02 Okt 2022. detikEdu. Jakarta. Sarjana pertama Indonesia lulus di Leiden, Raden Mas Pandji Sosrokartono (kakak RA Kartini). Oktober 1901, RM Pandji Sosrokartono terdaftar mahasiswa sastra di Leiden (Harry A. Poeze, Indonesians at Leiden University, dalam buku Leiden Oriental Connections 1850-1940 disunting Willem Otterspeer). Sebelumnya, orang Indonesia terdaftar di Leiden sebetulnya adalah RM Ismangoen Danoe Winoto (kelahiran Yogyakarta 1850) tercatat 26 September 1871 sebagai pelajar di lembaga nasional pelatihan pegawai Hindia Belanda (berafiliasi dengan Leiden University). Kampus Ismangoen, Rijkssinstelling tot opleiding van Indische bestuursambtenaren, adalah lembaga yang menyediakan pendidikan lanjutan dengan tutor staf pemerintah Belanda. Setelah satu tahun di Leiden, Ismangoen dikirim tutornya ke pabrik di North Brabant dan perusahaan dagang di Hamburg untuk pengalaman praktik. Pada 1874, Ismangoen kembali kuliah tetapi di Delft, di institut yang senada dengan Rijkssinstelling. Pada 1875, lulus ujian Amtenar dan kembali ke Hindia. Sosrokartono adalah orang pertama Indonesia datang ke Belanda untuk studi. Karena itu, ia disebut sebagai perintis. (https://www.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah Ismangoen Danoe Winoto, cucu Sultan Jogja? Seperti disebut di atas, Ismangoen Danoe Winoto adalah pribumi kedua studi di Belanda (setelah Willem Iskander). Sarjana pribumi pertama lulus sekolah Tinggi di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Ismangoen Danoe Winoto, cucu Sultan Jogja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Ismangoen Danoe Winoto, Cucu Sultan Jogja; Sarjana Pribumi Pertama Indonesia Lulus Sekolah Tinggi di Belanda

Residen Soeracarta FN Nieuwenhuijzen diberitakan mendapat cuti dua tahun ke Eropa (lihat  De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 01-06-1864). Cuti dua tahun ke Eropa biasanya diberikan kepada pejabat pemerintah yang telah melakukan tugas sekitar delapan tahun. Pada tanggal 18 Juni di Solo diadakan perpisahan dengan Residen. Dilakukan persta beberapa kali. Sangat meriah dan banyak yang menangisi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1864). Ini menunjukkan FN Nieuwenhuijzen sangat diterima di Solo. Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen pada usia 39 tahun menjadi Residen Soeracarta sejak tahun 1858.


Hal serupa ini pernah terjadi di Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli saat Asisten Residen berangkat cuti dua tahun ke Eropa tahun 1857. Banyak yang menangisi, sebab Asisten Residen AP Godon sudah cukup lama sebagai asisten residen di Afdeeling Mandailing en Angkola yakni selama sembilan tahun (sejak 1848), AP Godon ketika berangkat ke Berlanda diketahui membawa seorang pemuda pribumi yang masih berumut 17 tahun untuk ikut ke Belanda. Itu juga yang membuat semakin banyak penduduk yang menangis. Pemuda itu yang bernama Sati Nasution kelak dikenal sebagai Willem Iskander kembali ke kampungnya di Mandailing dengan membawa akte guru dan membuka sekolah guru di Tanobato tahun 1862. Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi CA van Chjis mengunjungi sekolah guru yang diasuh Willem Iskander terserbut. Chjis menilai sekolah ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan dua sekolah guru yang sudah didirikan sebelumnya yakni di Soeracarta (tahun 1851) dan di Fort de Kock (1856).

Keberangkatan FN Nieuwenhuijzen dan keluarga ke Belanda (1864) turut seorang pemuda seperti halnya tahun 1857 ketika Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon berangkat ke Belanda turut seorang pemuda belia. Pemuda yang dibawa FN Nieuwenhuijzen tersebut lahir di Jogjakarta tahun 1850 yang terbilang sebagai cucu dari Soeltan Djocjocarta. Pemuda ini kelak dikenal sebagai Ismangoen Danoe Winoto.


Mengapa yang dibawa Residen Soeracarta putra dari Djocjocarta. Sejak usai Perang Jawa (1825-1830) Soeracarta dan Djocjocarta sejatinya tidak pernah kondusif hingga akhirnya FN Nieuwenhuijzen datang di Solo tahun 1858. FN Nieuwenhuijzen adalah seorang ‘diplomat ulung’ yang sebelumnya sebagai Residen Riouw mampu ‘menjinakkan’ Soeltan Siak. Pada tahun 1861 seorang pangeran Solo didudukkan FN Nieuwenhuijzen untuk menggantikan pamannya. Sejak itu situasi di Soeracarta makin kondusif, FN Nieuwenhuijzen juga dapat bekerja dengan tenang. FN Nieuwenhuijzen sendiri adalah seorang yang adil. Beberapa tahun pernah menjadi Ketua Landraad di Soerabaja, setiap keputusannya nyaris tidak ada yang naik banding. Setelah 30 tahun mengabdi sebagai pegawai pemerintah tahun 1864 FN Nieuwenhuijzen cuti dua tahun ke Belanda. Membawa putra dari Djocjocarta, cucu dari Soeltan Jogja diduga sebagai strategi FN Nieuwenhuijzen untuk membuat lebih adil dan Djocjocarta diharapkan menjadi lebih kondusif?

Rombongan (termasuk yang mangantar hingga ke pos pertama) berangkat dari Solo tanggal 21 menuju Semarang lalu menuju Batavia. Pada tanggal 24 Juni 1864 FN Nieuwenhuijzen dan keluarga serta Ismangoen Danoe Winoto berangkat dari Batavia dengan kapal uap Java menuju Belanda via Singapoera (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-06-1864). Perjalanan ini dapat dibayangkan begitu lama karena pelayaran dilakukan melalui Afrika Selatan selama hampir dua bulan. Terusan Suez baru dubuka pada tahun 1869. Dalam manifes kapal yang membawa mereka dari Batavia menujui Singapoera nama Ismangoen Danoe Winoto dicatat sebagai Radhen Maas Hidmangoon (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-08-1864). Berita ini diperoleh dari telegram yang diterima dari Prancis (Marseille). Mereka tiba di Rotterdam dengan selamat sebagaimana daftar manifes kapal yang diberitakan (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 29-08-1864).


Dalam beberapa tulisan Ismangoen Danoe Winoto disebut lahir tahun 1850. Saat berangkat dari Soeracarta Ismangoen Danoe Winoto berusian 14 tahun. Usia ini adalah kira-kira usia lulus sekolah dasar. Juga disebut Ismangoen Danoe Winoto menempuh sekolah HBS di Belanda. HBS ditempuh selama lima tahun (tiga tahun sekolah menengah pertama dan dua tahun sekolah menengah atas). Besar dugaan Ismangoen Danoe Winoto menempuh ujian persamaan sekolah dasar di Belanda sebelum lanjut ke HBS.

Setelah sekian lama, nama Ismangoen Danoe Winoto kembali terdeteksi di Delft (lihat Delftsche courant, 12-07-1871). Disebutkan dalam ujian Ambtenaren Oost Indie (pegawai pemerintah Hindia Belanda) untuk bagian A dari 54 orang yang mendaftar dan hanya 48 yang mengikuti ujian dimana 29 diantaranya dinyatakan lulus termasuk Ismangoen Danoe Winoto yang dicatat sebagai Raden Mas Ismangoen. Berita ini juga dilansir surat kabar lain di Hindia yang mana disebutkan Radhen Maas Ismangoen adalah cucu kaisar (Soeltan) Djokdjokarta (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1871). Salah satu penguji dalam ujian ini adalah Nieuwenhuijzen (lihat Nederlandsche staatscourant, 12-01-1872).


Ismangoen Danoe Winoto tampaknya tidak menemui kesulitan dalam studi. Hal serupa ini juga dulu pernah dialami oleh Willem Iskander. Ismangoen Danoe Winoto juga berhasil dalam pergaulan. Ini terbaca dari seseorang temannya di Leiden yang menulis di surat pembaca tentang dirinya (lihat Algemeen Handelsblad, 18-05-1873). Boleh jadi karena cukup waktu bagi Ismangoen Danoe Winoto untuk berinteraksi. Ismangoen Danoe Winoto tumbuh dan berkembang hampir sembilan tahun di Belanda.

Sementara Ismangoen Danoe Winoto terus bergiat studi di Belanda, di Hindia banyak hal yang telah terjadi. Sejauh ini (1873) Ismangoen Danoe Winoto sudah hampir sembilan tahun berada di Belanda tanpa pernah pulang kampung halaman. Tentu saja Ismangoen Danoe Winoto sudah cukup dewasa karena umurnya kira-kira 23 tahun.


Di Hindia Belanda, nama Willem Iskander begitu sangat terkenal. Sekolah guru yang didirikannya di Tanobato (Tapanoeli) banyak mendapat pujian, karena dianggap sekolah guru yang terbaik. Adanya desakan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pendidikan pribumi, akhirnya Pemerintah memutuskan mengirim tiga guru muda untuk studi ke Belanda sebagaimana pernah dilakukan oleh Willem Iskander (1857-1861). Lalu dipilih tiga guru muda berbakat yakni Banas Lubis dari Tapanoeli, Raden Soerono dari Soeracarta dan Raden Adi Sasmita dari Preanger.  Untuk membimbing tiga guru muda ini Pemerintah menunjuk Willem Iskander dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi di Belanda untuk mendapatkan akta kepala sekolah. Selama Willem Iskander ke Belanda sekolah guru di Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru (kweekschool) yang lebih besar di Padang Sidempoean pada tahun 1879. Saat kebarangkatan yang kedua ini ke Belanda, Willem Iskander sudah berumur 33 tahun (saat berangkat yang pertama tahun 1857 masih berumur 17 tahun). Diharapkan, setelah selesai studi di Belanda, Willem Iskander diproyeksikan sebagai direktur Kweekschool Padang Sidempuan (ibukota Afdeeling Mandailing dan Angkola). Lalu pada bulan April 1874 Willem Iskander bersama tiga guru muda tersebut berangkat dari Batavia menuju Belanda. Sudah barang tentu ketiga guru pribumi ini akan bertemu Ismangoen Danoe Winoto di Belanda. Tiga guru muda ini studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru (setara SMP/SGB), sementara Willem Iskander yang akan mengambil akta kepala sekolah (setara SMA/SGA). Ismangoen Danoe Winoto sendiri sudah berada di pendidikan setara Akademi/perguruan tinggi (pasca SMA/HBS). Pendidikan yang diikuti oleh Ismangoen Danoe Winoto ini mirip seperti Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN).

Akhirnya tahun 1875 Ismangoen Danoe Winoto lulus studi (lihat De standaard, 15-07-1875). Lulusan akademi ini berhak diangkat sebagai pejabat pemerintah (Ambtenar) di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto dan kawan-kawan diangkat Menteri Koloni sebagai pegawai pemerintah di Hindia Belanda berdasarkan beslit tanggal 28 Agustus (lihat Algemeen Handelsblad, 02-09-1875).


Willem Iskander dan tiga guru muda di Belanda mengalami permasalahan sendiri-sendiri.

Tidak lama setelah di Belanda, Barnas Lubis sakit dan lalu meninggal. Kemudian Raden Soerono jatuh sakit. Untuk mempercepatkan kesembuhannya, Soerono dikirim kembali ke tanah air, tetapi meninggal di dalam pelayaran di sekitar Port Said. Willem Iskander dan Raden Adi Sasmita menjadi gamang.

Seiring dengan kelulusan Ismangoen Danoe Winoto dan penempatannya di Hindia muncul isu yang mana Ismangoen Danoe Winoto yang berpendidikan lisensi Eropa/Belanda tetapi tidak bisa menjadi pejabat di lingkungan Eropa/Belanda di Hindia Belanda (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-12-1875). Ismangoen Danoe Winoto, sesuai kebijakan pemerintah yang berlaku, pejabat pemerintahan hanya diperuntukkan untuk orang Eropa/Belanda. Orang pribumi di Hindia Belanda meski memiliki pendidikan lisensi Eropa/Belanda hanya dapat diangkat di pengadilan (Landraad) atau pejabat di lingkungan penduduk pribumi. Ismangoen Danoe Winoto meradang. Ismangoen Danoe Winoto kembali ke tanah air.


Ismangoen Danoe Winoto setelah 10 tahun meninggalkan kampung halaman kembali ke kampung halaman di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto berlayar dengan kapal Amalia (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 20-03-1876). Surat kabar yang terbit di Semarang De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-05-1876 mengutip berita dari surat kabar di Singapoera The Strait Times bahwa yang mendapat pesan telegram dari Prancis bahwa kapal Amalia yang mana diantara penumpang terdapat Ismangoen Danoe Winoto berlayar dari Prancis (Marseille) menuju Batavia via Terusan Suez dan Singapoera. Disebutkan di dalam manifes kapal ini Ismangoen Danoe Winoto tidak sendiri tetapi dengan istri. Ismangoen Danoe Winoto menikah dengan CH van Steeden tanggal 28 Januari di Borculoo (Algemeen Handelsblad, 29-01-1876)

Seperti halnya dulu, ketika Willem Iskander pulang studi dari Belanda tahun 1861 langsung ke Batavia untuk menemui Gubernur Jenderal, Ismangoen Danoe Winoto juga melakukannya. Mereka membawa surat dari Menteri Koloni di Belanda ke Hindia. Tentu saja Willem Iskander, seorang dengan akta guru dimana sekolah untuk pribumi masih sedikit, akan pulang kampong untuk mendirikan sekolah guru. Ismangoen Danoe Winoto, bukan akta guru, tetapi akta/diploma/beslit di bidang pemerintahan.


Di Belanda, Willem Iskander sudah menyelesaikan pendidikannya. Raden Adi Sasmita belum. Dalam pekembangannya diketahui Willem Iskander dikabarkan meninggal dunia di Amsterdam tanggal 8 Mei 1876. Lalu bagaimana dengan Raden Sasmita, yang kini sorangan diri di Belanda?

Setelah tiba di tanah air, Ismangoen Danoe Winoto di Hindia ditempatkan sebagai pejabat di Sekretaris Jenderal (Algemenen Secretarie) (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-06-1876). Ismangoen Danoe Winoto ditempatkan bersamaan dengan van Boetzelaar (teman yang sama-sama lulus di Belanda).


Setelah segala sesuatunya selesai urusan di Batavia, Ismangoen Danoe Winoto bersama istri melanjutkan perjalanan ke kampung di Djocjocarta. Tidak lama karena harus kembali ke Batavia untuk memulai tugas baru. Ismangoen Danoe Winoto dan istri pada awal bulan Agustus kembali ke Batavia melalui pelabuhan Semarang dengan kapal uap Baros Bentinck (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-08-1876).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sarjana Pribumi Pertama Indonesia Lulus Sekolah Tinggi di Belanda: Siapa Nama Sebenarnya?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar