Tampilkan postingan dengan label Sejarah BANYUMAS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah BANYUMAS. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 April 2023

Sejarah Banyumas (22): Purwokerto, Suatu Ibu Kota Afdeeling Jadi Ibu Kota Residentie Banjoemas; Apa Keutamaan Purwokerto?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Purwokerto pada masa ini dikenal sebagai ibo kota kabupaten Banyumas. Pada era Pemerintah Hindia Belanda Resdientie Banjoemas berada di Banjoemas. Pada tahun 1937 ibu kota direlokasi ke Poerwokerto. Mengapa? Apa keutamaan kota Poerwokerti dibandingkan dengan kota Banjoemas? Yang jelas kota Poerwokerto semakin tumbuh dan berkembangan, dimana kini Purwokerto termasuk salah satu pusat pendidikan di Jawa Tengah.


Sejarah dan Asal-usul Purwokerto. Kompas.com. 16/07/2022. Purwokerto adalah ibu kota kabupaten Banyumas. Ada dua versi asal-usul nama Purwokerto. Versi pertama nama Purwokerto diambil dari peninggalan batu bernama “Makam Astana Dhuwur Mbah Karta” di Arcawinangun (kecamatan Purwokerto Timur). Batu tersebut diyakini sebagai reruntuhan candi yang dimanfaatkan untuk pembangunan bendungan Sungai Pelus. Masyarakat meyakini reruntuhan peninggalan Kerajaan Pasiluhur. Versi kedua diambil dari dua tempat bersejarah di daerah itu, yakni ibu kota Pasir (Kertawibawa) dan kerajaan di tepi sungai Serayu (Purwacarita). Oleh orang-orang pedesaan Banyumas sebelah selatan Sungai Serayu, kata Purwakerta lebih akrab dibaca Puraketa, Praketa, atau Prakerta. Dari situ dijelaskan bahwa penyebutan Purwokerto merupakan suatu kesengajaan untuk membedakan nama dengan daerah Purwakarta yang ada di Jawa Barat. Kota Purwokerto awalnya adalah sebuah kadipaten didirikan oleh Adipati Mertadireja II pada 6 Oktober 1832. Kala itu, pusat pemerintahan Purwokerto ada di desa Peguwon di sekitar Sungai Pelus. Pada 1 Januari 1836, Kadipaten Purwokerto kemudian digabung dengan Kadipaten Ajibarang. Adapun ibu kota kedua wilayah itu berada di Kota Banyumas. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda Purwokerto mulai mengalami perubahan tata ruang kota digagas oleh arsitek Herman Thomas Kartsen. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah Purwokerto, suatu ibu kota afdeeling menjadi ibu kota Residentie Banjoemas? Seperti disebut di atas, sejatinya wilayah Banyumas berawal dari keutamaan kota Banjoemas. Namun dalam perkembangannya, kota Poerwokerto yang dijadikan sebagai ibu kota resdientie. Apa keutamaan Purwokerto? Lalu bagaimana sejarah Purwokerto, suatu ibu kota afdeeling menjadi ibu kota Residentie Banjoemas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (21): Purbalingga, Kota Lama Seberapa Tua? Nama Purbalingga Terkait Lingga dan Kalingga Zaman Kuno?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Berdasarkan situs pemerin0tah kabupaten Purbalingga (perda) No. 15/1996 hari jadi Kabupaten Purbalingga 18 Desember 1830. Itu berarti pasca Perang Jawa (1825-1830). Namun bagaimana dengan nama tempat Purbalingga? Yang jelas ada batu lingga di desa Candinata (kecamatan Kutasari, 8 Km dari kota Purbalingga) yang didekatnya ditemukan gua di lereng bukit terbentuk dari lelehan lava yang membeku. Juga ditemukan lingga, yoni dan palus di desa Kedungbenda (kecamatan Kemangkon, 14 Km dari kota Purbalingga).


Purbalingga sebuah wilayah kabupaten ibu kotanya di kecamatan Purbalingga Kota (21 Km sebelah timur laut Purwokerto); berbatasan Pemalang di utara, Banjarnegara di timur/ selatan, Banyumas di barat/selatan. Wilayah Purbalingga altitude 40 -1.500 M berada di cekungan diapit beberapa rangkaian pegunungan; di sebelah utara rangkaian pegunungan (Gunung Slamet dan Dataran Tinggi Dieng); bagian selatan merupakan Depresi Serayu (dialiri dua sungai besar Serayu dan Pekacangan). Disebut Kyai Arsantaka, seorang tokoh menurunkan tokoh-tokoh Bupati Purbalingga. Putra dari Bupati Onje II ini di desa Masaran jadi anak angkat Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram. Pada tahun 1740-1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (wilayah desa Masaran), berada dibawah pemerintahan Karanglewas (kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I. Adipati Banyumas Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda yang menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III. pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga. (https://www.purbalinggakab.go.id/).

Lantas bagaimana sejarah Purbalingga, kota lama seberapa tua? Seperti disebut di atas, kabupaten Purbalingga hari jadinya merujuk pada awal Pemerintah Hindia Belanda membentuk xabang pemerintahan di Purbalingga tahun 1830. Bagaimana dengan nama Purbalingga sendiri? Apakah terkait dengan Lingga dan Kalingga dari Zaman Kuno? Lalu bagaimana sejarah Purbalingga, kota lama seberapa tua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 April 2023

Sejarah Banyumas (20): Pendidikan Modern di Wilayah Banyumas, Bagaimana Bermula? Sekolah Eropa dan Sekolah untuk Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pendidikan dan kebudayaan di Indonesia dijadikan satu domain. Hal itu mengapa dulu disebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di wilayah Banyumas, keberadan Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto salah satu puncak primidanya. Dalam piramida pendidikan dan kebudayaan di wilayah Banyumas semua berawal di masa lalu. Introduksi pendidikan modern (aksara Latin) semasa Pemerintah Hindia Belanda menjadi penting dalam perkembangan kebudayaan lebih lanjut di wilayah Banyumas.


Banyumas Institute Kaji Sejarah Banyumas, Kerajaan Sunda dan Jawa. Repblika.co.id. 27 Juni 2022. Banyumas Institute bekerja sama dengan Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) kabupaten Banyumas menggelar diskusi dan dialog bertajuk “Sejarah Banyumas ditinjau dari kebudayaan dan perkembangan pengaruh pada kerajaan Sunda dan Jawa”. Direktur Banyumas Institute Prof. Sugeng Priyadi, mengatakan, sejarah lokal tidak terpisahkan Sejarah Nasional Indonesia. “Sejarah lokal Banyumas memberi sumbangan bagi historiografi Indonesia. Sejarah Banyumas mencerminkan kearifan lokal agar masyarakat Banyumas lebih cerdas memberikan reaksi terhadap tantangan zaman”. Wakil Rektor Akhmad Darmawan MSi mengatakan “Budaya, sangat mempengaruhi karakter penduduk dimana budaya itu berkembang termasuk Budaya Banyumasan”. Ketua MGMP kabupaten Demak Nur Qosim, MPd dalam sambutanya mengatakan, mahksud dan tujuan datang ke UMP untuk mempelajari budaya Banyumas, yang masih dianggap aneh oleh sebagian orang Jawa wetanan. Keunikan dari ‘bahasa ngapak’ yang berbeda dengan ‘bahasa bandhek’ perlu diketahui. “Kami ingin mempelajari sejarah Banyumas lebih dalam. Kami orang pesisiran atau wetanan (timur) merasa kebudayaan Banyumas dianggap aneh oleh orang Jawa umumnya. Padahal orang Banyumas juga sebagai orang Jawa. Mungkin karena ketidaktahuan tentang sejarah dan kebudayaan Banyumas,” jelasnya. (https://news.republika.co.id/)

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di wilayah Banyumas, bagaimana bermula? Seperti disebut di atas pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan kebudayaan lebih lanjut. Oleh karenanya introduksi pendidikan modern (aksara Latin) di masa lalu yang berperan. Introduksi Pendidikan di wilayah Banyumas bermula dengan pendirian sekolah dasar Eropa/Belanda dan sekolah untuk pribumi. Lalu bagaimana sejarah pendidikan di wilayah Banyumas, bagaimana bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (19): Zending di Wilayah Banyumas, Bersemai di Purbalingga 1866; Pemerintah Hindia Belanda Bersifat Sekuler


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pemerintah Hindia Belanda tidak berkaitan dengan agama termasuk kegiatan zending. Pemerintah tidak membedakan agama (sekuler). Yang dibutuhkan pemerintah adalah penduduk yang bersedia membangun jalan dan jembatan untuk kepentingan pemerintah apapun agamanya. Dalam konteks inilah terjadi kegiatan zending yang diperankan oleh para misionaris di wilayah-wilayah yang berbeda-beda derajat religinya. Kegiatan zending di wilayah Banyumas berkembang di Purbalingga sejak 1866. 


Awal mula pekabaran Injil di wilayah Banyumas dan Purbalingga tahun 1851 oleh Genootschap Voor In-en Uitwendige Zending. Mr FL Anthing mendidik beberapa kaum muda untuk menjadi Pekabar Injil. Mereka berhasil mendidik Gan Kwee orang Cina pertama yang di baptis tahun 1856. Gan Kwee tahun 1862 singgah ke Banyumas dan Purbalingga bertemu dengan Kho Tek San. Mr. FL Anthing mengutus Leonard di wilayah Purbalingga dan Banyumas. NZG (Het Nederlandse Zendings Genootschap) 3 November 1849 mengutus Ds W Hoezoo untuk melayani di wilayah Semarang, juga untuk Tegal dan Banyumas. Christina Petronella Steven dengan suami JC Phillips pindah ke Ambal, Bagelen, ada 2 pria dan 3 wanita yang dibaptis untuk pertama kalinya di Purworejo 27 Desember 1860. JCPhillips mempunyai saudara perempuan Ny. Van Oostroom Phillips, bertempat di Banyumas, seorang pengusaha kain batik. Ia mengabarkan keyakinannya kepada para pekerjanya, sehingga ingin menerima baptisan, namun Residen Banyumas tidak mengizinkan dilakukan di wilayahnya. Mereka ke Semarang untuk dibaptiskan 10 Oktober 1958, 9 orang dibaptiskan oleh Ds W Hoezoe. Baptisan pertama di Purbalingga 5 Mei 1866 terhadap 10 orang Purbalingga di rumah Kho Tek San oleh Ds. A. Vermeer. Pekabaran Injil di Purbalingga dilanjutkan Kho Tek San dan Leonard. Tahun 1867 sudah dibaptis 68 jiwa. Singkatnya tahun 1918 terbentuk majelis gereja Kristen Purbalingga yang pertama, sebanyak 366 jiwa. Tahun 1925 terdapat 9 guru injil di karesidenan Banyumas dan kotbah bahasa Jawa mulai menggunakan bahasa Krama dimana tahun 1926 sebanyak 620 jiwa. Atas kesepakatan dari Dr. BJ Esser dan majelis gereja maka didirikan gedung gereja baru tanggal 23 November 1926. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah zending di wilayah Banyumas, tumbuh berkembang di Purbalingga sejak 1866? Seperti disebut di atas Pemerintah Hindia bersifat sekuler. Dalam konteks inilah kegiatan zending terjadi di wilayah-wilayah berpenduduk Islam yang diperankan oleh para misionaris. Lalu bagaimana sejarah zending di wilayah Banyumas, tumbuh berkembang di Purbalingga sejak 1866?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 02 April 2023

Sejarah Banyumas (18): Kesehatan - Dokter di Wilayah Banyumas Era Hindia Belanda; Rumahsakit Bermula di Benteng Banjoemas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Status kesehatan masyarakat dan kehadiran dokter dan pendirian klinik dan rumah sakit terkait erat di suatu wilayah. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, epidemik dianggap serius dapat menurunkan status kesehatan umum penduduk pribumi maupun orang-orang Eropa yang pada gilirannya produktivitas penduduk menurun. Namun kehadiran dokter pertama kali di wilayah Banyumas karena adanya perang (Perang Jawa 1825-1830). Benteng tua di Banyumas dijadikan tempat perawatan yang sakit dan rumah dokter yang menjadi pra kondisi keberadaan rumah sakit di Banyumas.

 

Sejarah Singkat RSUD Banyumas. 18 Juli 2020. Guna mengenang para pendahulu kita, tentu saja yang telah berjasa guna merintis, membangun sampai membesarkan nama besar RSUD Banyumas. Sesuai dengan pesan Tokoh Proklamator yaitu Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. untuk itu akan kita uraikan perjalanan Perkembangan RSUD Banyumas. Dalam catatan yang terbukukan dan dari sumber sesepuh, RSUD banyumas berdiri tanggal 30 April 1925 pada masa penjajahan Hindia Belanda. adapun rekam jejak perjalanan sejarah RSUD Banyumas dari masa ke masa. Periode tahun 1924-1935 rumah sakit diberi nama “Julianna Bugerziekenheis” lebih dikenal dengan Rumah Sakit Julianna yang pengelolaannya di bawah Pemerintah Hindia Belanda. Pada Tahun 1935 sampai dengan 1945 diberi nama Rumah Sakit Banyumas yang pengelolaannya di bawah pemerintah Jepang. Baru tahun 1945 rumah sakit diberi nama RSU Banyumas yang pengelolannya di bawah Pemerintah Kabupaten Banyumas sampai tahun 1947. Pengelolaan berikutnya dipegang oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1950-1953. Berikutnya pada tahun 1953-1992 pngelolaan kembali dibawah Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas. (https://www.rsudbanyumas.my.id/)

Lantas bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di wilayah Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, kehadiran dokter atau petugas kesehatan di suatu daerah dapat meningkatkan status kesehatan umum penduduk. Di wilayah Banyumas pra kondisi sebelum ada rumah sakit brmula di benteng Banjoemas yang dijadikan tempat orang sakit. Lalu bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (17): Masjid dan Haji ke Mekkah dari Banyumas; Masjid di Wangon dan Persebaran Masjid Tertua di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Syiar (agama) Islam adalah satu hal. Keberadaan masjid adalah hal lain dan naik haji ke Mekkah adalah hal lain lagi. Namun itu dapat menjadi satu rangkaian sejarah keberadaan masjid di wilayah Banyumas. Wilayah Banyumas sendiri di masa lampau semasa navigasi pelayaran perdagangan sangat terbuka baik ke pantai selatan Jawa maupun ke pantai utara Jawa di wilayah Tegal. Apakah hal itu juga yang menyebabkan ditemukannnya satu masjid tua di wilayah Banyumas di Wangon?


Masjid Saka Tunggal Banyumas, Masjid Pertama di Indonesia. Kompas.com. 21/02/2023. Masjid Baitussalam lebih dikenal Masjid Saka Tunggal di desa Cikakak, Wangon, Banyumas, disebut masjid tertua di Indonesia. Masjid Saka Tunggal didirikan tahun 1522 oleh Kiai Toleh atau Mbah Mustolih, seorang penyebar Islam di wilayah. Peneliti Wita Widyanandini mencatat, angka 1522 didapat dari konversi tahun 1288 Hijriah ditemukan di masjid. Asal-usul nama Masjid "Saka Tunggal" karena hanya memiliki satu saka atau tiang penyangga sebagai kolom struktur setinggi 5 M (dipenuhi ukiran bunga dan tanaman). Pada ujung saka, terdapat empat sayap kayu yang disebut empat kiblat lima pancer, yaitu menunjuk empat arah mata angin dan satu pusat menunjuk ke atas. Masjid berukuran 15x17 Meter, terletak 300 M dari permukiman terdekat serta menjadi pusat kegiatan sosial warga yang berada di kaki bukit Cikakak terkait kehidupan penganut Islam Aboge, komunitas melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan dasar kepercayaan kepada para leluhur, kental nuansa budaya lokal seperti selamatan, tahlilan dan puji-pujian kepada Rasulullah SAW. Sedikitnya ada 500 penduduk tinggal di sekitar masjid, diyakini keturunan atau anak cucu dari Mbah Mustolih. (https://www.kompas.com/). 

Lantas bagaimana sejarah masjid dan naik haji ke Mekkah di Banyumas? Seperti disebut di atas, di wilayah Wangon, Banyumas ditemukan masjid tua, suatu petunjukkan adanya peradaban Islam sejak lama di wilayah Banyumas. Bagaimana masjid di Wangon dan sebaran masjid-masjid tertua di Indonesia? Lalu bagaimana sejarah masjid dan naik haji ke Mekkah di Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 01 April 2023

Sejarah Banyumas (16):Kanal di Banyumas, Kanal Kali Osso di Cilacap; Pembangunan Kanal Irigasi dan Pengembangan Pertanian


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Kanal pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah sodetan sungai untuk menghubungkannya ke sungai lain atau ke laut yang awalnya hanya ditujukan untuk jalan tol air. Kanal semacam ini dimulai di Batavia. Pembangunan kanal kemudian juga ditujukan untuk pengalihan banjir dan fungsi drainase. Lalu berikutnya untuk pengembangan pertanian beririgasi modern. Bagaimana dengan di wilayah Banyumas? Kanal pertama yang dibanguna adalah kanal Kali Osso.


Kisah Sungai Kali Yasa, Terusan Suez-nya Cilacap. Suryanews.com. 7 Apr 2021. Kondisinya, tidak ada jalan darat memadai menghubungkan daerah pedalaman dengan Cilacap, kecuali sungai Serayu, sungai terpanjang yang dapat dilayari ke pedalaman. Dari ibukota Banyumas ke atas (utara) sungai dapat dilayari 24 Km, ke bawah (selatan) menuju Cilacap 40 Km sampai ke laut. Penamaan kanal diambil dari proses pembuatannya, Kali Yasa bahasa Jawa berarti gawe, kali yang dibuat. Pegiat sejarah Cilacap Thomas Sutasman mengatakan, waktu itu kopi dan tembakau merupakan jenis barang ekspor penting dari pelabuhan Cilacap. Residen G. de Seriere optimis akan terjadi peningkatan pelayaran ke Cilacap sebagai dampak naiknya produksi dari daerah pedalaman. Tahun 1836 hanya ada tiga kapal yang membawa kopi dari Cilacap langsung ke Nederland, yaitu Schelde, Aurora, dan Elisabeth. Kendala perkembangan di Cilacap, kata dia, tersendatnya pengangkutan dari muara Sungai Serayu ke pelabuhan Cilacap. Kendala coba dipecahkan membuat kanal atau terusan menghubungkan Serayu dengan pelabuhan Cilacap. Upaya menggali kanal berlangsung berkali-kali sejak 1832 sampai 1836, hingga berhasil. “Tenaga kerja dikerahkan sehari sebanyak 1.800 orang, dibawah perintah dua bupati dimana setiap 14 hari bergantian. Total biaya dihabiskan pembangunan kanal sebesar 90.000 gulden,” kata Sutasman. Setelah selesai dibangun, produk dari pedalaman Banyumas lebih cepat dikirim ke Cilacap, tanpa melalui pantai selatan Jawa.  Terusan Kali Yasa dari sungai Serayu ke pantai Cilacap berjarak 28-30 pal, berfungsi sebagai jalur pelayaran dan irigasi, disamping mengurangi bahaya banjir di daerah pantai selatan. Gubernur Jenderal Dominique Jacques de Eerens yang mendampingi Pangeran Hendrik 1837, menyempatkan diri melakukan perjalanan air dari Banyumas ke Cilacap, ditempuh dalam sembilan hari. (https://serayunews.com/)

Lantas bagaimana sejarah kanal di Banyumas, kanal Kali Osso di Cilacap? Seperti disebut di atas, kanal pertama di wilayah Banyumas adalah kanal Kali Osso, yang ditujukan untuk peningkatan lalu lintas air (tol air sungai). Lalu kemudian pembangunan kanal ditujukan untuk pengadaan irigasi untuk pengembangan pertanian di Banyumas. Lalu bagaimana sejarah kanal di Banyumas, kanal Kali Osso di Cilacap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (15): Militer di Wilayah Banyumas Semasa Hindia Belanda; Jenderal Soedirman - Perang Kemerdekaan Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Sejarah militer di wilayah Banyumas terbilang sudah sangat tua. Sejarah Soedirman putra Banyumas di Purbalingga yang menjadi panglima tertinggi di masa perang kemerdekaan Indonesia masih terbilang baru. Sejarah militer di Banyumas dimulai pada tahun 1706 saat mana pemimpin Banyumas Raden Parwita Sari menentang kehadiran Pemerintah VOC. Perang pun terjadi. Lalu dalam Perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin Pangeran Diponegoro wilayah Banyumas kembali penting. Sejarah berulang kembali pada era perang kemerdekaan Indonesia.

 

Karesidenan Banyumas pada masa kemerdekaan 1945-1947. Diah Tjaturini, Skripsi. 1989. Abstrak. Penelitian mengenai situasi di Karesidenan Banyumas dilakukan di Jakarta, Purwokerto dan Banyumas sejak bulan April 1988 sampai November 1988. Tujuannya untuk mengetahui situasi di Karesidenan Banyumas sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dilancarkannya Aksi militer I Belanda pada tanggal 21 Juli 1947. Pengumpulan data dilakukan melalui kepustakaan, berupa buku-buku, manuskrip, surat kabar dan surat pribadi. juga melalui wawancara serta peninjauan ke lokasi. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Karesidenan Banyumas merupakan daerah yang aman dan tenang, serta tidak pernah dilanda pertempuran namun merupakan pusat kekuatan untuk dikirim ke daerah pertempuran. Dengan situasi yang berbeda dengan daerah lain, maka Karesidenan Banyumas dapat memusatkan perhatian pada kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya. Keadaan yang semula tenang dan aman berubah setelah dilancarkan Aksi Militer I Belanda, yang menyebabkan seluruh daerah di karesidenan ini jatuh dalam kekuasaan tentara NICA, sehingga kerap terjadi pertempuran antara pasukan Republik Indonesia dengan tentara NICA. (https://lontar.ui.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah militer di wilayah Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, sejarah militer di wilayah Banyumas sudah terbilang tua bahkan sejak era VOC. Salah satu tokoh militer dari wilayah Banyumas adalah Soedirman pada era TNI Republik Indonesia semasa perang kemerdekaan. Lalu bagaimana sejarah militer di wilayah Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 31 Maret 2023

Sejarah Banyumas (14): Awal Jalan Wilayah Banyumas, Pembangunan Bermula Dimana? Banyumas Banjarnegara Purbalinga Cilacap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Sejatinya sudah terbentuk jalan sejak zaman kuno di wilayah Banyumas. Jalan-jalan yang ada menjadi pemandu arah bagi militer Pemerintah VOC. Jalan-jalan tradisi tersebut kemudian pada era Pemerintah Hindia Belanda ditingkatkan (termasuk pembangunan jembatan) menjadi jalan utama untuk pergerakan militer, arus barang dan orang. Dalam peningkatan jalan ini ada yang dibangun baru karena mengikuti perhitungan teknis jalan oleh bagian zeni militer. Di ruas jalan mana itu bermula? Yang jelas dari waktu ke waktu panjang jalan di wilayah Banyumas mencakup seluruh wilayah di Banyumas, Banjar Negara, Purbalingga. Poerwokerto dan Cilacap.


Kisah Misteri Tanjakan Krumput Banyumas. Solopos.com. 17 Maret 2022. Di jalur pantai utara (pantura) ada Jalur Tengkorak Alas Roban dikenal kawasan rawan dengan kecelakaan lalu lintas. Di jalur lintas pantai selatan juga terdapat jalur dikenal kawasan rawan kecelakaan, yaitu Tanjakan Krumput di kabupaten Banyumas, di desa Pagelarang. Secara teknis kontur jalan berupa tanjakan tajam dan berkelok-kelok banyak tikungan tajam. Namun ada mitos jika pengguna jalan melintasi jalur tanjakan memberi uang kepada pengemis yang duduk di sepanjang jalan, maka akan terhindar musibah. Awalnya mitos tapi kini sudah menjadi kebiasaan. Para pengemis ini memberikan manfaat bagi pengguna jalan karena jalur terpencil dan minim penerangan, sehingga memberikan rasa aman bagi pengguna jalan, khususnya malam hari. Tanjakan Krumput Banyumas di kawasan kebun karet ini sangat sepi yang menurut kepercayaan warga, para pengemis penjaga jalan sudah ada sejak zaman dulu. Ini berawal zaman penjajahan Belanda di jalur tersebut pernah terjadi kecelakaan mengakibatkan truk membawa serdadu Belanda terguling, seluruh penumpang dan sopirnya meninggal dunia di lokasi. Akhirnya, masyarakat mempercayai mitos jika melintas di lokasi tersebut harus melempar uang sebagai “upeti” untuk keselamatan diri para pengendara. Pengemis di sepanjang Jalan Kruput ini selama 24 jam bergantian memungut koin. Siang hari oleh wanita dan anak-anak, malam hari oleh laki-laki. (https://www.solopos.com/)

Lantas bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyumas, pembangunan bermula di ruas yang mana? Seperti disebut di atas, jalan-jalan tradisi sejak zaman kuno ditingkatkan pada era Pemerintah Hindia Belanda yang menjadi cikal bakal jaringan jalan yang sekarang di Banyumas, Banjar Negara, Purbalingga, Purwokerto dan Cilacap. Lalu bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyumas, pembangunan bermula di ruas yang mana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (13): Benteng-Benteng di Banyumas, Bemula di Banyumas; Benteng Nusa Kambangan- Benteng Pendem Cilacap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Benteng di wilayah Banyumas bemula di kota Banyumas. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda dibangun bentang lainnya di wilayah district Banjoemas di pulau Nusa Kambangan (benteng Karangbolong). Selanjutnya setelah terbentuknya Residentie Banjoemas benteng baru dibangun di wilayah pesisir Cilacap yang kini dikenal sebagai benteng Pendem.


Benteng Pendem Cilacap (Kustbatterij op de Landtong te Tjilatjap) benteng pertahanan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda terletak di tepi pantai Cilacap. Benteng dibangun tahun 1861 dan selesai 1879 dengan luas 10,5 Ha. Benteng ini mulai digali pemerintah Cilacap tahun 1986. Saat ini, pemerintah kabupaten Cilacap menjadikan benteng ini sebagai tempat wisata sejarah. Sebelum benteng dibangun, sebuah kapal Inggris Royal George pernah singgah di pulau Nusakambangan hanya untuk mengambil air, hal ini membuat Belanda khawatir jika sewaktu-waktu ada serangan musuh. Pemerintah Hindia Belanda membangun markas di tepi pantai Cilacap. Selain itu juga, untuk menangkal pihak-pihak lain yang berusaha menguasai kota Cilacap, Benteng Pendem dibangun karena menurut pemerintah Hindia Belanda, kota Cilacap memiliki letak geografis yang strategis dan cocok untuk dijadikan kota pelabuhan. Di mana menjadi sebuah kota pelabuhan sebagai pintu gerbang jalur perekonomian dari wilayah Banyumas ke Kerajaan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang menggunakannya sebagai markas pertahanan Tentara Jepang. Selama Jepang menduduki Benteng Pendem, Jepang membangun sarana berupa bunker yang terletak di bagian atas benteng, dengan menggunakan system konstruksi dari beton dan kerangka besi yang berjumlah 4 buah. Pasca kemerdekaan, Tentara Sekutu menjadikan Benteng Pendem Cilacap sebagai markas pertahanan Tentara Sekutu sampai tahun 1949 (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah benteng-benteng di wilayah Banyumas, bemula di Banyumas? Seperti disebut di atas benteng di wilayah Banyumas bermula di kota Banyimas pada era VOC. Pada masa Pemerintah Hindia Belanda dibangun benteng-benteng baru seperti di pulau Nusa Kambangan dan benteng di Cilacap (benteng Pendem). Lalu bagaimana sejarah benteng-benteng di wilayah Banyumas, bemula di Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 30 Maret 2023

Sejarah Banyumas (12): Segara Anakan dan Pulau Nusa Kambangan; Teluk Besar Zaman Kuno Jadi Laguna, Susut Sisa Selat Sempit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Banyak laguna di Indonesia, namun laguna Segara Anakan di wilayah Banyumas sangat mirip dengan laguna (teluk) Manila di Filipina. Laguna Segara Anakan berawal dari teluk besar di zaman kuno, dimana sungai besar Tjitandoey bermuara yang terhalang oleh pulau kapur Nusa Kambangan. Pulau Nusa Kambangan menjadi sabuk pengaman dari badai di teluk dan sungai besar Tjitandoedy menjadi akses navigasi pelayaran perdagangan jauh ke pedamanan (hingga ke Bandjar). Dalam perjalanannya, teluk besar ini berubah menjadi laguna, yang luasnya terus menyusut dari waktu ke waktu.


Segara Anakan adalah sebuah laguna luas yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa di perbatasan antara provinsi Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Segara Anakan merupakan laguna di antara pulau Jawa dan pulau Nusakambangan di kabupaten Cilacap. Kawasan Segara Anakan merupakan tempat bertemunya 3 (tiga) sungai besar, yaitu sungai Citanduy, sungai Cibereum dan sungai Cikonde. Kawasan ini juga menjadi penghubung pergerakan ekonomi dan sarana transportasi air masyarakat dari Cilacap menuju Pangandaran. Laguna sendiri dalam istilah geografi adalah perairan yang hampir seluruh wilayahnya dikelilingi daratan dan hanya menyisakan sedikit celah yang berhubungan dengan laut. Segara Anakan merupakan kawasan perairan yang unik, karena didominasi hamparan hutan bakau (mangrove) yang sangat luas. Laguna Segara Anakan secara berkesinambungan mengalami degradasi akibat tingkat pengendapan yang tinggi. Adanya pengendapan pada perairan tersebut telah mengakibatkan terjadinya pendangkalan serta penyempitan luasan. Luas perairan Laguna Segara Anakan tahun 1903 masih 6.450 Ha. Namun tahun 1939, tinggal 6.060 Ha. Sekitar tahun 1971, luas Segara Anakan menyusut lagi menjadi 4.290 ha. Hal ini terus berlanjut hingga tahun 1984, luas laguna hanya 2.906 Ha. Pada tahun 1994, menyusut menjadi 1.575 Ha. Pada tahun 2005, menjadi 834 ha. Dalam kurun waktu 21 tahun terakhir penyusutan laguna 98,6 Ha per tahun. Penumpukan sedimen terutama terjadi pada daerah utara laguna. Bagian selatan laguna bagian cekungan tidak memiliki arus deras tetapi bagian yang mendekati Pulau Nusakambangan berarus deras. Materi sedimen yang masuk dari sungai Citanduy sebesar 8.05 juta ton/tahun, sungai Cimeneng sebesar 0.87 juta ton /tahun dan sungai Cikonde 0,22 juta ton/tahun dengan total pasokan sedimen 9.14 juta ton/tahun. Sekitar 8,5 juta ton/tahun keluar ke laut dan sekitar dan 0,66 juta ton/tahun mengendap di laguna (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah laguna Segara Anakan dan pulau Nusa Kambangan? Seperti disebut di atas, lagunan Segara Anakan mirip laguna di Manila. Hannya saja kawasan laguna Manila menjadi metropolitan. Bagaimana dengan laguna Segara Anakan? Yang jelas laguna berawal dari teluk zaman kuno di sebelah utara Pulau Nusa Kambangan. Lalu bagaimana sejarah laguna Segara Anakan dan pulau Nusa Kambangan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (11): Serayu dan Tsiraija, Tjirajoe, Seraijoe dan Sungai Cartanagara di Banjoemas; Air Mangalir, DiengSampaiJauh


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Kini sungai Serayu. Sungai yang sama mungkin telah silih berganti nama: Tsiraija, Tjirajoe, sungai Banjoemas dan sungai Cartanagara. Nama sungai tergantung sudut pandang: dari pedalaman di pegunungan dapat berbeda dari pesisir dan lautan. Seperti sungai-sungai lainnya, sungai Serayu sendiri kini menjadi jauh lebih panjang dibanding pada masa lampau. Mengapa? Yang jelas air sungai Serayu mengalir dari gunung Dieng menjadi jauh hingga mendekati pulau Nusa Kambangan.

 

Sungai Serayu atau Bengawan Serayu di Jawa Tengah, membentang dari timur laut ke barat daya 181 Km, melintasi lima kabupaten: Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. berada di lereng gunung Prahu di wilayah (pegunungan) Dieng kabupaten Wonosobo. Kemungkinan, nama Serayu dari nama sungai Sarayu dalam wiracarita Ramayana (sungai dekat Ayodya, kota tempat kelahiran Raden Rama Regawa tokoh utama kisah Ramayana). Kali Serayu debit air yang besar, di hulu Banjarnegara 656 M³/detik. Dengan banyak sungai bermuara k eke Serayu, di hilir debit menjadi 2.866 M³/det dan 2.797 m³/det di Banyumas dan di Rawalo. Sungai Serayu dibendung 10 Km di barat kota Banjarnegara yang dikenal Waduk Mrica/Mrican luas genangan 12 Km² dimanfaatkan irigasi dan PLTA Mrica berkapasitas 184,5 MW. Kelestarian perairan Kali Serayu terutama terancam sedimentasi, diakibatkan erosi tanah, terutama yang terjadi di wilayah dataran tinggi Dieng. Nama Serayu pernah menjadi nama maskapai kereta api lembah Serayu (Serajoedal Stoomtram Maatschappij) masa Pemerintah Hindia Belanda sejak 1891 menyusuri lembah sungai Serayu menghubungkan kota-kota Maos, Purwokerto, Sokaraja, Purbalingga, Banjarnegara dan Wonosobo. Pada masa ini PT KAI mengoperasikan KA Serayu kelas ekonomi AC dari Purwokerto ke Pasar Senen di Jakarta via Kroya, Maos, Tasikmalaya, Bandung dan Purwakarta (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Serayu, Tsiraija, Tjirajoe, sungai Banjoemas dan sungai Cartanagara? Seperti disebut di atas, sungai Serayu telah silih berganti nama sejak zaman kuno. Sungainya terus memanjang. Mengapa? Yang jelas air sungai Serayu mengalir dari gunung Dieng hingga jauh mendekati pulau Nusa Kambangan. Lalu bagaimana sejarah sungai Serayu, Tsirajoe, Si Raja, sungai Banjoemas dan sungai Cartanagara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 29 Maret 2023

Sejarah Banyumas (10): Awal Pemerintahan Banyumas Era Pemerintah Hindia Belanda; Dinasti Monarki hingga Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pemerintahan yang ada sekarang di wilayah eks residentie Banyumas, secara modern pada dasarnya baru terbentuk secara legalitas (hukum formal) sejak era Pemerintah Hindia BelandaSragen memiliki). Bagaimana awal terbentuknya, yang jelas pada akhirnya dibentuk pemerintahan setingkat residentie yang dipimpin oleh Residen. Lalu selanjutnya pemerintahan di wilayah Banyumas berkembang dari waktu ke waktu hingga hari ini.


Sejak tanggal 22 Juni 1830, daerah Mancanegara Kulon (Banyumasan) dibawah kontrol Pemerintah Hindia Belanda. Awal koloni Belanda akhir pendudukan Mataram. Selanjutnya, adipati di wilayah Banyumasan dipilih dan diangkat oleh Gubernur Jenderal dari kalangan penduduk pribumi, umumnya putera atau kerabat dekat Adipati terakhir (era Gubernur Jenderal Johannes Graaf van den Bosch 1830-1833). Persiapan pembentukan pemerintahan di wilayah Banyumasan dilakukan oleh Residen Pekalongan. Hallewijn (tiba di wilayah Banyumasan 13 Juni 1830) dengan dibantu antara lain oleh Vitalis sebagai administrator dan Kapiten Tak sebagai komandan pasukan. Cakupan wilayah Banyumasan meliputi Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer, Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adiraja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, Karangpucung, Sidareja, Majenang sampai ke Daiyoe-loehoer (Dayeuhluhur) termasuk juga di dalamnya tanah-tanah Perdikan (daerah Istimewa) seperti Donan dan Kapungloo. Akhirnya diresmikan pendirian Karesidenan Banyumas yang meliputi sebagian besar wilayah mancanegara kulon, selanjutnya tanggal 1 November 1830 de Sturler dilantik sebagai Residen Banyumas pertama. Dalam beslit 18 Desember 1830, karesidenan Banyumas diperluas dengan dimasukkannya Distrik Karangkobar (Banjarnegara, terletak di dekat Dieng), pulau Nusakambangan, Madura (sebelumnya termasuk wilayah Cirebon, sekarang termasuk dalam wilayah Wanareja, Cilacap) dan Karangsari (sebelumnya termasuk wilayah Tegal) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, perkembangan pemerintahan secara formal (legal hukum) di wilayah Banyumas baru dimulai di awal era Pemerintah Hindia Belanda. Era dinasti raja (kerajaan) masa lalu, era re-publik Indonesia masa kini. Lalu bagaimana sejarah pemerintahan di Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (9): Populasi Penduduk Banyumas: Asal Usul Penduduk Asli dan Peradaban di Banyumas dari Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Setiap wilayah memiliki populasi penduduk. Setiap populasi penduduk memiliki asal-usul sendiri. Setiap penduduk asli memiliki perkembangan peradaban sendiri. Namun yang sulit dijawab seberapa tua penduduk asli, bagaimana perkembangan peradabannya dari masa ke masa. Tentu saja ada warga pendatang yang melebur dengan penduduk asli yang kemudian membentuk populasi penduduk baru dengan peradaban yang lebih baru. Demekian selanjutnya hingga kehadiran orang Eropa/Belanda.

 

Jawa Banyumasan (Ngoko: Wong Jawa Banyumasan; Krama: Tiyang Jawi Toyajenean, Indonesia: Orang Jawa Banyumasan) adalah etnis Jawa di Jawa Tengah bagian barat. Sedikit berbeda budaya, bahasa dan karakter dari etnis Jawa umumnya, lebih dikenal dengan sebutan wong ngapak (logatnya yang ngapak). Wilayah yang mengitari gunung Slamet dan sungai Serayu, dipimpin oleh keluarga Wiryodiharjo. Wilayah Banyumasan terdiri dari eks karesidenan Banyumas yang meliputi; Cilacap, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Walaupun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat-istiadat dan logat bahasa, tetapi secara umum daerah-daerah tersebut dapat dikatakan "sewarna", yaitu sama-sama menggunakan Bahasa Jawa Dialek Banyumasan. Pada awal masa kerajaan Hindu-Buddha, wilayah Banyumasan pengaruh Kerajaan Tarumanagara di barat dan Kerajaan Kalingga di timur dengan Sungai Cipamali sebagai batas alamnya. Singkatnya jelang berakhir kejayaan kerajaan Pajang dan berdirinya Kesultanan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kadipaten Wirasaba ke saudara, lalu membentuk kadipaten baru Banyumas menjadi Adipati pertama dengan gelar Adipati Marapat.Setelah pusat kadipaten dipindahkan ke Sudagaran kadipaten-kadipaten di wilayah Banyumasan tunduk pada Mataram.tetapi masih memiliki otonomi dan penduduk Mataram menyebut wilayah Mancanegara Kulon (antara Bagelen (Purworejo) sampai Majenang (Cilacap) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah populasi penduduk Banyumas? Seperti disebut di atas, wilayah Banyumas adalah wilayah peradaban tua. Namun seberapa tua sulit diketahui secara pasti. Yang jelas asal usul penduduk asli Banyumas adalah perkembangan peradaban Banyumas itu sendiri dari masa ke masa. Lalu bagaimana sejarah populasi penduduk Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 28 Maret 2023

Sejarah Banyumas (8): Tradisi Temurun di Wilayah Banyumas; Adat Istiadat Arsitektur Sastra Musik Tarian Wayang dan Lainnya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Tradisi adalah kebudayaan dalam skala mikro pada wilayah yang terbatas. Sebagaimana bahasa, tradisi juga diturunkan (secara turun temurun). Tradisi yang turun temurun di wilayah eks Residentie Banjoemas yang dapat dibedakan di wilayah budaya Jawa dan di wilayah budaya Sunda. Ini mengindikasikan (ke)budaya(an) Banyumasan bersifat khas. Tradisi khas secara turun temurun.

 

Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah (akarnya percampuran budaya Jawa dan Sunda). Diantara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas antara lain: Wayang kulit gagrag terdapat dua gagrak (gaya), yakni Gragak Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung. Wayang kulit gragak bernapas kerakyatannya. Begalan, seni tutur tradisional pada upacara pernikahan. Musik tradisi Banyumas memiliki kekhasan dengan musik Jawa lainnya, di antaranya: Calung, alat musik terbuat potongan bambu melintang dan dimainkan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang. Ada juga Gong Sebul karena bunyi dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan cara ditiup terbuat bambu ukuran besar, Aransemen musikal disajikan berupa gending-gending Banyumasan. Kenthongan (tek-tek), alat musik potongan bambu diberi lubang memanjang disisinya dimainkan cara dipukul pakai tongkat kayu. Kenthongan dimainkan dalam kelompok sekitar 20 orang dilengkapi dengan bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Bongkel, peralatan musik tradisi sejenis angklung,terdiri empat bilah berlaras slendro. Tarian khas Banyumasan antara lain: Lengger, tarian dua perempuan di tengah pertunjukkan hadir seorang penari laki-laki, yang diiringi musik calung. Sintren, tarian laki-laki mengenakan baju perempuan, melekat pada kesenian ebeg. Aksimuda, kesenian bernapaskan Islam berupa silat yang digabung dengan tari-tarian; Angguk, dan Aplang. Buncis, paduan musik tarian diiringi angklung. Ebeg, kuda lumping diiringi gamelan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti disebut di atas, budaya atau tradisi turun temurun di wilayah eks Residentie Banyumas berbeda dengan tradisi di wilayah budaya Sunda dan di wilayah budaya Jawa. Tradisi turun termurin antara lain adat istiadat, arsitektur, sastra, musik, tarian, wayang dan lainnya. Lalu bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (7): Bahasa di Wilayah Budaya Banyumas; Dialek "Banyumasan" di Batas Budaya Sunda-Jawa di Pantai Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Bahasa menunjukkan bangsa, dialek mengindikasikan suku. Seperti halnya bahasa Batak, bahasa Jawa juga memiliki dialek-dialek. Salah satu dialek bahasa Jawa adalah bahasa/dialek Baanyumasan. Dialek Banyumasan ini tersebar luas di eks Residentie Banjoemas antara lain: Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara, Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. Wilayah bahasa ini berada diantara batas buda Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa.

 

Bahasa Jawa Banyumasan, Basa Panginyongan atau Basa Ngapak adalah satu dialek bahasa (Jawa) dituturkan di wilayah eks-Keresidenan Banyumas (Jawa Tengah) plus di kecamatan Lakbok, kabupaten Ciamis (Jawa Barat). Bahasa ini merupakan bahasa digunakan mayoritas Orang Jawa pada peradaban Jawa lama. Disebutkan sebagai bagian dari bahasa Jawa, bahasa Banyumasan mengalami perkembangan: abad ke 9-13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno; abad ke 13-16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan; abad ke 16-20 berkembang menjadi bahasa/dialek Banyumasan (terpisah jauh dengan dialek wetan dan tengah). Perkembangannya dipengaruhi kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang melahirkan tingkatan bahasa atas status sosial. Namun pengaruh budaya feodal tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Masih banyak kosakata bahasa Jawa Kuno di dalam bahasa Banyumasan. Itulah sebabnya berbeda mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar. Sementara itu ada 4 dialek utama bahasa Jawa di bagian barat: Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Dermayonan) dan Banten Utara. Dialek Banyumasan dituturkan, antara lain di Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti disebut di atas di wilayah eks Residentie Banjoemas terdapat dialek bahasa yang kini dikenal bahasa/dialek Banyumasan. Secara khusus dialek Banyumasan ini berada di batas budaya Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 27 Maret 2023

Sejarah Banyumas (6): Harimau Jawa di Wilayah Banyumas Tempo Doeloe; Apakah Ada Sisa Badak di Lereng Gunung Slamet?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Harimau. Dalam hal ini harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Harimau Jawa sudah sejak lama dilaporkan punah. Namun yang menyisakan pertanyaan, seperti halnya di (pulau) Bali, apakah di hutan-hutan Jawa masih ada yang tersisa? Bagaimana dengan harimau di wilayah Banyumas? Apakah pernah eksis dan sejak kapan punah? Yang jelas harimau Indonesia hanya tersisa di pulau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Harimau dalam hal ini harus dibedakan dengan macan (macan tutul, macan hitam atau jaguar).


Warga Windunegara, Banyumas, Digemparkan oleh Kemunculan Macan. Purwokerto. Kampas. 5 Januari 2022. Seekor harimau diduga muncul perkebunan warga di Banyumas. Warga Grumbul Kepetek, desa Windunegara, kecamatan Wangon, kabupaten Banyumas digemparkan diduga macan. Salah seorang warga melihat macan berwarna cokelat kehitaman. ”Kemarin pukul 15.00 saat cari rumput, ada bayangan warnanya cokelat meloncat ke parit. Saya mendekat, lalu bunyi mengaum suara macan,” kata Tawin (41), warga desa. Sosok hewan besar itu ukurannya sebesar kambing. Tawin bersama kedua orangtuanya. ”Suaranya besar sekali, saya sangat ketakutan dan gemetar,” kata Jariyah (64) ibunda Tawin. Lokasi macan sekitar 1 Km dari permukiman, di lereng bukit sengon dan jati, di bawahnya tanaman singkong, kacang tanah, dan burus. Perangkat desa bersama TNI dan Polri mengecek. Sekitar 100 M di atas parit tempat Tawin melihat sosok macan itu, terdapat jejak yang diduga kaki macan diameter sekitar 10 cm. ”Kemarin ada beberapa jejak, sekarang tinggal satu, lainnya sudah tergerus hujan,” tutur Tawin. Sementara itu, Sugeng mengatakan, pada periode 2000-2002, warga di desanya juga pernah melihat sosok macan di kawasan perbukitan. Tahun 2020, ada warga mendengar auman macan dan ditemukan jejak kaki. Pemerhati konservasi Munawar Kholis, mengatakan, harimau Jawa sudah punah, yang tinggal macan tutul, memiliki dua jenis warna, kuning totol hitam dan hitam semua. Diperkirakan yang muncul di Wangon adalah macan tutul (htttp//:kompas.com).

Lantas bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti disebut di atas, harimau Jawa dianggap telah punah. Namun tetap saja ada yang masih mempertanyakan apakah masih ada yang tersisa. Bagaimana dengan keberadaan harimau di wilayah Banyumas pada masa lalu. Juga pernah muncul isu apakah ada sisa badak di ketinggian gunung Slamet? Lalu bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.