Senin, 29 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (263): Pahlawan Indonesia Sakti Alamsjah; Radio Bandoeng dan Surat Kabar Pikiran Rakyat di Bandung

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sungguh sangat banyak Pahlawan Indonesia. Yang berstatus Pahlawan Nasional hanya sebagian kecil saja. Namun peran Pahlawan Indonesia tidak sedikit, tetapi banyak yang melampuai peran mereka yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasiona. Namun tetantu saja tidak semua orang Indonesia dapat dikatakan Pahlawan Indonesia. Secara khusus Pahlawan Indonesia adalah mereka yang memberi kontirbusi dalam Sejarah Menjadi Indonesia. Satu lagi Pahlawan Indonesia adalah Sakti Alamsjah Siregar (yang kini lebih dikenal sebagai pendiri surat kabar legendari Pikiran Rakyat di Bandung).

Di laman Wikipedia belum ada nama (tokoh) Sakti Alamsjah. Mengapa begitu? Tentu saja belum ada yang tertarik membuat narasinya di lama Wikipedia. Bisa jadi karena sejarah Sakti Alamsjah kurang terinformasikan. Okelah , itu satu hal. Hal yang lain adalah bahwa Sakti Alamsjah adalah Pahlawan Indonesia yang begitu penting pada awal proklomasi kemerdekaan Indonesia. Sakti Alamsjah adalah orang pertama yang menyiarkan isi teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Teks itu dibacakan melalui Radio bandoeng pada pakul tujuh malam oleh penyiar Sakti Alamsjah Siregar. Dengan siaran itu, bahwa kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan dapat diketahui oleh Radio Djogjakarta (di dalam negeri) dan radio di Australia (luar negeri). Jadi, pada tanggal 17 Agustus 1945 ada dua tokoh Indonesia yang membacakan isi teks proklamasi: Ir Soekarno dan Sakti Alamsjah.

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Sakti Alamsjah? Seperti disebut di atas, Sakti Alamsjah adalah pembaca kedua isi teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Namun mengapa sejarahnya tidak terinformasikan? Nah, itu dia. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Sakti Alamsjah: Radio Bandoeng dan Teks Proklamasi Kemedekaan Indonesia 18 Agustus 1945

Fikiran Rakjat adalah nama majalah yang diterbitkan studieckub Bandoeng yang dipimpina Ir Soekarno pada tahun 1927. Pada tahun 1932 semua majalah dan surat kabar berhaluan nasionalis termasuk Bitang Timoer, Fikiran Ra’jat dan Indonesia Raja dilarang terbit (De Sumatra post, 13-06-1932). Lalu kemudian, di Bandoeng, Fikiran Ra’jat diterbitkan kembali oleh Drukkerij Economie tetapi kemudian disita (Bataviaasch nieuwsblad, 20-07-1933). Sejak itu nama Fikiran Ra’jat menghilang. Soekarno juga hilang dari peredaran karea telah diasingkan ke Flores. Nama majalah itulah yang digunakan kembali pada tahun 1950 di Bandoeng.

Pada saat itu belum ada nama surat kabar dan majalah yang menggunakan kata Fikiran, kecuali yang telah dipikirkan Soekarno. Apa maknanya? Ir Soekarno ingin menarik garis antara pikiran rakyat (penduduk pribumi) dengan pikiran pemerintah (orang Belanda). Surat kabar Fikiran Rakjat Bandoeng dibreidel tahun 1932 (lihat De Sumatra post, 13-06-1932). Selengkapnya surat-surat kabar yang diberedidel adalah sebagai berikut : Persato'an Indonesia, Simpaj, Sedio Tomo, Aksi, Indonesia Moeda, Balai Pemoeda Bandoeng, Garoeda, Garoeda Smeroe, Garoeda Merapi, Sinar Djakarta, Indonesia Merdeka, Impressa, Soeloeh Indonesia Moeda, Keng Po, Sim Po, Warna Warta, Sinar Terang, Indonesia Raja, Soeara Merdeka, Daulat Ra'jat, Banteng Indonesia, Panggoegah Ra'jat, Banteng Ra'jat, Darmo Kondo, Haloean, Kaperloean Kita, Mustika, Pahlawan (dengan pcmoeda Kita), Soeara Kita, Priangan Tengah, Soeara Oemoem, Soeara Oemoem Jav. Editie, Sipatahoenan, Medan Ra'jat, dan Fikiran Ra'jat djeung pergeraken Ir. Soekarno. Setelah itu tidak terbit lagi hingga nama itu digunakan pada tahun 1950 oleh Sakti Alamsjah dkk di Bandoeng.

Surat kabar Fikiran Rakjat yang diterbitkan di Bandoeng tahun 1950 dipimpin oleh Djamal Ali (yang juga merangkap kepala editor). Dalam pendirian surat kabar Pikiran Rakyat ini juga termasuk Asmara Hadi dan Sakti Alamsyah (masing-masing sebagai anggota editor dengan tugas khusus). Surat kabar baru ini hadir dengan ‘bernyanyi’ seperti namanya Fikiran Rakyat yang mana di belakangnya terdapat nama salah satu tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sakti Alamsjah.

Salah satu editorial Fikiran Rakyat pada bulan Agustus 1950 mengingatkan supaya tidak mentang-mentang (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 30-08-1950). Disebutkan ‘editorial di bawah judul: ‘Apakah revolusi kita gagal?’, Pikiran Rakjat memberi jawaban atas atas pertanyaan ini. ‘belum tercapai’. Namun disamping itu, revolusi Indonesia telah meraih kemenangan yang gemilang, yaitu demokrasi politik, kebebasan berekspresi, kebebasan berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan kebebasan berorganisasi. .Bung Karno sudah mengatakan dua puluh tahun yang lalu bahwa kebebasan nasional hanyalah ‘sine qua non’ untuk mencapai kemakmuran rakyat. Oleh karena itu kebebasan nasional hanyalah sebuah syarat, seperti halnya tanah yang subur adalah ‘sine qua non’ bagi padi untuk tumbuh dan berkembang, tetapi subur tanah harus dikerjakan dan ditanam, kebebasan nasional juga harus digunakan bekerja dan jerih payah untuk mencapai kemakmuran rakyat, serta seseorang hanya bisa memanen padi setelah bergotong royong di tanah yang subur, tulis editorial itu. Pikiran Rakjat menutup editorial dengan menekankan bahwa demokrasi politik adalah senjata yang baik di tangan rakyat untuk mencapai kemakmuran, tetapi senjata ini tidak boleh digunakan dengan cara tebusan yang ‘matagelap’ tetapi harus digunakan oleh para pemimpin. berpikiran lurus dan bermoral tinggi, yang dapat bekerja dengan giat dan sungguh-sungguh untuk rakyat’. Fikiran rakyat tampak telah menyuarakan dengan cara berpikir dari sudut pandang rakyat.

Nama Fikiran Rakjat adakalnya berubah eja menjadi Pikiran Rakjat (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 30-12-1950). Ketika Pikiran Rakyat baru memulai kiprahnya mulai timbul permasalahn di tingkat pemerintah (Soekarno). Pangkal perkaranya dimulai dari adanya tulisan Mochtar Lubis di surat kabar Indonesia Raya. Soekarno tersinggung.

De nieuwsgier, 02-03-1951: ‘Karena ada keluhan oleh Presiden, diperintahkan oleh Jaksa Agung, ex officio, Mochtar Lubis redaktur Indonesia Raya, Senin dipanggil oleh kepala jaksa A. Karim sehubungan dengan tulisan dimana presiden adalah yang bertanggung jawab atas kematian banyak orang Indonesia selama pendudukan’.

Pikiran Rajat merespon atas kejadian itu. Lalu menurunkan editorial yang mengingatkan kembali Soekarno atas kiprah politik pertamanya tahun 1927 di majalah Fikiran Ra’jat (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 31-05-1951). Editorial ini seakan semacam sinyal dari Bandoeng, bahwa Mochtar Lubis dengan Indonesia Raya tidak sendiri. Boleh jadi suara Pikiran Rakyat merupakan suara hati Sakti Alamsyah dari kamar redaksi Pikiran Rakyat. Pada bulan Mei ini, Pikiran Ra’jat merayakan ulang tahun yang pertama. Dalam perayaan ini hadir Adam Malik (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 31-05-1951). Sudah barang tentu, Adam Malik (pimpinan dan kepala editor kantor berita Antara) mendapat undangan dari sohibnya Sakti Alamsyah. Tentu saja pertemuan antara Adam dan Sakti tidak sekadar ulang tahun tetapi soal yang besar: polemik antara Soekarno dan Mochtar Lubis.

Pers bebas tampaknya mulai dikekang Soekarno. Di era Belanda, sesungguhnya pers sangat bebas. Akan tetapi pers yang melanggar akan dituntut dengan dalih delik pers, Sang penguasa memanipulasi undang-undang yang ada untuk membungkam seorang wartawan maupun medianya. Wartawan yang paling banyak terkena jaring delik pers ini adalah Parada Harahap, lebih dari seratus kali dipanggil ke meja hijau dan belasan kali dijebloskan ke penjara. Rupanya di era kemerdekaan ini, kebebasan pers juga mulai diganggu oleh pemerintah. Dalih pemerintah adalah melindungi hak-hak azasi manusia. Lantas para jurnalistik bereaksi dan melakukan demonstrasi.  

Akhirnya Mochtar Lubis disidangkan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-11-1956). Mochtar Lubis masuk bui dan Indonesia Raja dibreidel. Dalam perkembangannya Pikiran Rakyat juga berhenti. Hal ini karena disita militer karena dituduh menuding militer sebagai pendukung rezim yang memerintah. Hal ini menyebabkan PR tidak beroperasi lagi dan para pegawai dan wartawan kehilangan pekerjaan.

Pasca peristiwa G 30 S/PKI dan peralihan kekuasaan dari Orde Lama (Soekarno) ke Orde Baru (Soeharto) surat kabar Pikiran Rakyat kembali dihidupkan. Pada saat ini telah muncul Trio Baru di pemerintahan Republik Indonesia (Soeharto, Hamengkoeboewono IX dan Adam Malik).

Pada awal Orde Baru ini, Angkatan Darat melihat situasi sebagai peluang lalu meminta para kru Pikiran Rakyat untuk menerbitkan surat kabar Angkatan Bersenjata (mulai 24 Maret 1966). Dalam perkembangannya, Sakti Alamsjah dengan Atang Ruswita memimpin kawan-kawan mereka eks kru Pikiran Rakyat mendirikan surat kabar baru tetapi dengan nama lama: Pikiran Rakyat. Sakti Alamsjah sebagai pemimpin umum dan Atang Ruswita sebagai pemimpin redaksi. Setelah setahun kemudian Pikiran Rakyat sejak 24 Maret 1967 terbit terbit dengan motto: ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’.

Mochtar Lubis kembali bernafas dan dibebaskan dari penjara. Mochtar Lubis menerbitkan kembali surat kabar Indonesia Raya yang sebelum dibreidel sudah mengusung motto ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’. Motto Pikiran Rakyat era sebelum dibreidel adalah ‘Mengadjak Pembatja Berfikir Kritis’. Kini berganti menjadi ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’ mengikuti motto Indonesia Raya. Hal ini tidak lazim, dan tidak boleh kecuali diperbolehkan yang satu terhadap yang lainnya.

Lantas mengapa motto Pikiran Rakyat menjadi sama dengan motto Indonesia Raya? Kisah dua sohib ini bermula ketika pernah sama-sama bekerja di radio militer Jepang dengan Adam Malik. Pada hari Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 ketiganya memiliki peran yang khusus. Teks Proklamasi disiarkan di radio Bandoeng (Malabar) oleh Sakti Alamsyah yang dibawa oleh Mochtar Lubis setelah mendapat salinannya dari Adam Malik. Persahabatan yang telah lama dijalin antara Mochtar Lubis dan Sakti Alamsyah inilah yang memungkinkan satu sama lain memiliki motto yang sama. 

Awal perkawanan mereka bertiga dimulai pada awal era pendudukan militer Jepang. Pemerintah Militer Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang diketuai oleh Ir Soekarno dan wakilnya Drs Mohamad Hatta. Untuk urusan informasi ditangani oleh Parada Harahap dimana Pemerintah militer Jepang mendirikan kantor berita Domei yang diintegrasikan dengan pusat informasi rakyat Indonesia yang dalam hal ini memanfaatkan keberadaan kantor berita Antara yang dipimpin oleh Adam Malik dkk. Saat inilah bergabung dua pemuda seumuran yakni Mochtar Lubis dan Sakti Alamsjah (sama-sama lahir 1922). Parada Harahap dan Mochtar plus BM Diah Harahap di bidang media cetak, Adam Malik di bidang kantor berita dan Sakti Alamsjah serta Herawaty  di bidang penyiaran (radio). Parada Harahap dan Mohamad Hatta cukup dekat dengan orang-orang Jepang. Ini bermula tahun 1933, ketika Ir Soekarno dipenjara dan akan diasingkan, Parada Harahap (pemimpin surat kabar Bintang Timoer)  memimpin tujuh revolusinoer ke Jepang, termasuk diantaranya Mohamad Hatta. Ketika de Jepang Parada Harahap mendapat julukan dari pers Jepang sebagai The King of Java Press.Dalam hal ini, sebelum Jepang melakukan invasi ke Indonesia (baca: Hindia Belanda) diduga kuat sudah ada hubungan rahasia antara orang-orang Jepang dengan orang-orang Indonesia. Dari pusat informasii yang dipimpin Parada Harahap inilah yang menjadi pangkal perkara mengapa pada akhirnya Sakti Alamsjah ditempatkan di Radio Bandoeng. Sedangkan isi teks proklamasi dibawa Mochtar Lubis ke Bandoeng bersumber dari Adam Malik (yang turut menculik Ir Soekarno ke Rengas Dengklok yang kemudian Ir Soekarno ‘dipaksa’ membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sesungguhnya di masa awal pergerakan pada tahun 1920an, mentor politik praktis Soekarno dan Mohamad Hatta adalah Parada Harahap, idem dito pada masa ini Adam Malik adalah mentor politik praktis Mochtar Lubis dan Sakti Alamsjah..

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sakti Alamsjah dan Surat Kabar Pikiran Rakyat Bandoeng: Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat

Surat kabar utama di Indonesia pada tahun 1955 merujuk pada tiga surat kabar yakni Indonesia Raja di Djakarta, Fikiran Rakjat di Bandoeng dan Kedaoelatan Rakjat di Djogjakarta. Salah satu wartawan terkenal dari Fikiran Rakyat adalah Sarbini (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 10-12-1955). Tiga wartawan dari koran-koran tersebut yang disertakan dalam meliput konfrensi Indonesia-Belanda di Den Haag tahun 1955.

Surat kabar yang tergolong oplagnya di Djawa pada awal pengakuan kedaulatan Indonesia termasuk Fikiran Rakyat Bandoeng (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 04-07-1951). Daftar lengkapnya adalah di Djakarta: Indonesia Raya, Merdeka, Pedoman, Pemandangan, Sumber, Abadi, Antara; West Java: Siptahunan, Indonesia, Fikiran Rakjat; Midden-Java: Nasional Semarang, Sm Min, Tanah Air, Suara Merdeka, Dwiwarna, Nasional; Jogjakarta: Kedaulatan Rakjat dan Pantjasila; Oost Java: Express, Harian Urnurn, Massa, Suara Rakjat, Suara Masjarakat, Trompet Masjarakat. Nama surat kabar Fikiran Rakyat juga terdapat di Palembang (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 31-05-1955) dan di Manado (lihat    Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-03-1956). Nama Fikiran Rakjat di Manado ini juga sudah disebut pada era Soekarno (tahun 1930an).

Pada tahun 1962 terjadi kelangkaan kertas di Jawa, akibatya sejumlah sirat kabar mengalami masalah (lihat Leeuwarder courant : hoofdblad van Friesland, 24-11-1962). Disebutkan surat kabar harian terbesar di Bandung Fikiran Rakjat telah menutup mesin cetaknya pada hari Senin, sementara tiga surat kabar lainnya akan dipaksa untuk mengambil tindakan yang sama dalam beberapa hari.

Pada tahun 1960 surat kabar Pikiran Rakyat pernah mengalami masalah, tetapi bukan karena kertas tetapi karena dianggap berlawanan dengan pemerintah (lihat Algemeen Handelsblad, 26-09-1960). Disebutkan sesaat sebelum keberangkatan ke New York Soekarno memberangus surat kabar oposisi. Sesaat sebelum berangkat ke New York hari ini, di mana ia akan menghadiri Sidang Umum PBB, Presiden Soekarno telah memerintahkan penyitaan mesin cetak sejumlah surat kabar sayap kanan terkemuka. Yaitu Pedoman dan Abadi di Djakarta, Soeara Merdeka di Semarang, Soeara Rakjat di Soerabaya, Pedoman Rakjat di Makassar dan Pikiran Rakjat di Bandoeng. Soekamo mengambil tindakan ini dalam kapasitasnya sebagai pemimpin perang tertinggi’.

Seperti disebutkan di atas, surat kabar Pikiran Rakyat Bandoeng hilang dari peredaran. Apakah ini hanya karena semata-mata karena kelangkaan kertas atau karena secara sistematis dimatikan karena memiliki masalah dengan pemerintah (Presiden Soekarno)? Tidak begitu jelas, tetapi tampaknya kedua hal itu ada indikasi relasinya.

Seperti disebut di atas, dalam perkembangannya, Sakti Alamsjah dengan Atang Ruswita memimpin kawan-kawan mereka eks kru Pikiran Rakyat mendirikan surat kabar baru tetapi dengan nama lama: Pikiran Rakyat. Sakti Alamsjah sebagai pemimpin umum dan Atang Ruswita sebagai pemimpin redaksi. Seperti diketahui sekarang Pikiran Rakyat didirikan pada tanggal 24 Maret 1966. Setelah setahun kemudian Pikiran Rakyat sejak 24 Maret 1967 terbit dengan motto naru, yakni: ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’ (motto yang sama dengan surat kabar Indonesia Raya di Djakarta yang dipimpin Mochtar Lubis).

Sejak itu Pikiran Rakyat tidak pernah matinye hingga ini hari. Namun Sakti Alamsjah tidak berumur panjang. Sakti Alamsjah wafat di Samarinda ketika menghadiri suatu konferensi pada tahun 1983. Usianya pada saat meninggal 61 tahun. Salamat jalan Tulang.

Saya pernah bertemu dengan beliau pada tahun 1981 di Bandung di kantor Pikiran Rakyat. Saya waktu itu ikut Raimuna di Cibubur dimana saya diajak paman saya (adik ayah saya) di Sukabumi untuk mengunjungi adik nenek saya di Bogor dan Tulang Sakti Alamsjah di Bandung. Rumah orang tua nenek kami di kampong (Parau Sorat/Sipirok) berhadapan (dipisahkan oleh jalan) dengan orang tua Sakti Alamsjah. Abang ayah saya menikah dengan kakak Sakti Alamsjah (boru tulang). Di Bandung Tulang Sakti Alamsjah bertanya tentang apakah ada minat di bidang jurnalis. Saya jawab masih sekolah (SMA). Pada masa ini saya tidak pernah membayangkan di masa lalu pada suatu saat nanti menulis sejarah Sakti Alamsjah (pembaca teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di radio 17 Agustus 1945). Itulah sejarah, narasi fakta dan data.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar