Minggu, 14 Mei 2023

Sejarah Cirebon (42): Pendudukan Jepang di Cirebon (1942-1945); Berawal di Pelabuhan Eretan dan Berakhir di Pelabuhan Cirebon


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah pendudukan militer Jepang di wilayah (residentie) Cheribon? Tentu saja sudah ada yang menulisnya. Sejarah pendudukan Jepang di Cirebon adalah salah bagian dari sejarah Cirebon sendiri. Oleh karena itu tidak ada salahnya sejarah pendudukan Jepang di wilayah Cirebon ditulis Kembali.


Cirebon Syu pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1979). Skiripsi. Abstrak. Daerah Cirebon termasuk wilayah Jawa Barat yang bila ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan politik baik semenjak masa perjuangan mengusir penjajah maupun sampai Indonesia merdeka, daerah ini memiliki kondisi serta geo_grafis yang strategis. Daerah ini memakai dua bahasa daerah yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa Cirebon. Di masa pemerintahan kolonial Belanda juga di masa pendudukan Jepang, wilayah Cirebon dibagi ke dalam empat kabupaten yaitu: Kabupaten Cirebon - Kanupaten Indramayu - Kabupaten Majalengka - Kabupaten Kuningan. Kabupaten Cirebon dan Indramayu merupakan wilayah yang terletak di bagian pesisir. Ketika tentara Jepang mengadakan penyerbuan ke pulau Jawa, mereka mempergunakan desa pantai Eretan di Indramayu sebagai salah satu tempat mendarat. Kejadian ini di luar dugaan pemerintahan Hindia Belanda. Di dalam kota Cirebon terdapat tiga wilayah kesultanan. Daerah kesultanan itu dapat disebutkan sebagai (https://lib.ui.ac.id/) 

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Jepang di wilayah Cirebon 1942-1945? Seperti disebut di atas sejarah pendudukan Jepang di Cirebon sudah banyak yang menulis. Namun sejarah tetaplah sejarah dan sejarah dapat ditulis ulang. Semua itu berawal di Pelabuhan Eretan dan berakhir di pelabuhan Cirebon. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Jepang di wilayah Cirebon 1942-1945? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pendudukan Jepang di Cirebon 1942-1945; Berawal di Pelabuhan Eretan dan Berakhir di Pelabuhan Cirebon

Sebelum memahami lebih lanjut pendudukan Jepang di Cirebon, kita deskripsikan lebih dahulu tentang nama tempat Eretan. Nama Eretan sendiri mirip dengan eretan dalam bahasa Soenda/Djawa (perahu penyeberang sungai terbuat dari bamboo). Memang lokasi di Eretan memang demikian. Nah, yang menjadi pertanyaan dimana posisi GPS eretan itu berada yang menjadi cikal bakal kampong Eretan (dan kini menjadi kota Eretan) dimana terdapat pelabuhan yang menjadi pintu masuk pasukan Jepang.


Pada era VOC, seperti Peta 1724 dimana posisi GPS kota Eretan merujuk pada nama kampong Lossarang. Pada Peta 1700 sudah diidentifikasi nama kampong Losarang (di sebelah timur sejajar kampong Lohbener). Pada Peta 1724 kampong Losarang ini berada di muara sungai. Seperti halnya mura sungao Tjipamanoekan (di barat) dan sungai Tjimanoek (di timur), di muara sungai Losarang terdapat suatu pulau sedimen. Pulau sedimen ini terus membengkak sehingga (semakin menyatu) mendekati daratan. Jalan air di dua sisi pulau sedimen membentuk sungai baru (sungai Losari di hilir bercabang dua). Di cabang sebelah barat (kiri dalam peta), bertemu sungai Tjicandang Aur. Pada pertamuan sungai terbentuk kampong baru yang kini menjadi cikal bakal kota Kandanghaur.

Sungai Losari kiri bergabung dengan sungai Tjicandanaur, yang mebentuk sungai bar uke hilir. Di pertemuaan sungai ini berada kampong Candangaur. Dalam perkembangannya di hilir sungai baru terbentuk kampong Eretan. Dalam hal ini, secara geomorfologis wilayah kota Eretan yang sekarang tempo doeloe adalah perairan/laut, dimana kemudian terbentuk daratan (proses sedimentasi jangka panjang).


Secara geomorfologis juga bahwa wilayah kota Kandahaur yang sekarang juga di masa lampau masih berupa perairan/laut yang kemudian terbentuk daratan baru (akibat proses sedimentasi jangka panjang). Bagaimana dengan Losarang? Losarang bukan perairan/laut, tetapi awalnya adalah suatu pulau (sedimen yang jauh lebih tua) dimana di sekitarnya merupakan perairan. Besar dugaan kampong Losarang yang berupa pulau sedimen berada tempat di depan muara sungai Losarang. Ingat Losarang, juga ingat Lohbener dan Losari. Suku kata Lo/Loh dalam hal ini diduga merujuk pada kata pulo (pulau). Nah, lho! Seabad kemudian, pada Peta 1817 sudah diidentifikasi nama kampong/sungai Candangaur. Bagaimana dengan kampong Eretan? Dalam Peta 1817 belum teridentifikasi nama kampong Eretan.

Pada Peta 1817 sudah diidentifikasi jalan pos trans Java yang baru melalui Candangaur dari Pamanoekan/Tjiasem ke Pagindangan terus ke Lossarang terus ke Jati Tuju/Plumbon hingga Cheribon. Sebagaimana diketahui jalan pos trans Java yang dibangun pertama (era Daendels) adalah dari Bandoeng melalui Soemedang ke Carangsambong terus ke Plumbon/Chirebon. Besar dugaan jalan pos baru ini dibangun pada era Raffles (masa pendudukan Inggris). Dalam konteks inilah arti penting Candangaur sebagai pelabuhan awal (sebelum bergeser ke kampong Eretan).


Pembangunan jalan pos trans Java baru ini diduga karena kebutuhan para landheer. Sebagaimana diketahui pada era Daendels (1809-1811) tanah partikelir (land) diperluas sebelumnya hanya sebatas sungai Tjitaroem diperluas hingga sungai Tjimanoek. Pada era Inggris, tanah-tanah partikelir ini mulai mengelolanya, yang lalu menjadi penyebab dibangunannya jalan pos baru.

Pada Peta 1840 nama Eretan belum diidentifikasi. Nama Eretan baru diidentifikasi pada Peta 1877 sebagai nama kampong. Nama kampong Eretan diduga merupakan kampong awal di pantai di suatu teluk, dimana di bagian dalam teluk berada kampong Kandang Haur. Kampong Eretan ini diduga awalnya adalah kampong nelayan, setelah kehadiran pemilik land (landheer) Kandanghaur (kemungkinan dari Batavia) dengan kapal dan berlabuh di Eretan. Lalu dari kampong Eretan ini ke kendang haur menggunakan eretan (karena kedalaman air yang dangkal). Dalam konteks inilah diduga yang menjadi asal usul nama kampong Eretan.


Sebagaimana tampak pada Peta 1877, kampong Eretan yang awal seakan terpencil, karena teluk menjadi daratan. Sementara alur sungai Kandanghaur menuju ke laut berada di sebelh timur kampong Eretan. Daratan baru antara kampong Eretan (asli) ini dengan muara sungai Kandanghaur (yang baru) dinamai sebagai desa Eretan Koelon; sementara desa di seberangnya (sisi muara sungai Kandanghaur) disebut desa Eretan Wetan. Muara sungai diantara desa Eretan Koelon dan desa Eretan Wetan ini terbentuk pelabuhan nelayan yang baru, yang memiliki akses jalan ke desa Kandanghaur dimana terdapat rumah landheer (landhuis). Landhuis inilah kemudian yang menjadi cikal bakal kota (kecamatan) Kandanghaur. Sebagai pelabuah, desa Eretan (Koelon dan Wetan) menjadi cikal bakal kota pelabuhan Eretan yang sekarang (masuk wilayah kecamatan Kandanghaur).

Nama Eretan pertama kali diinformasikan pada tahun 1908 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-06-1908). Disebutkan wedana di Eretan Koeloen dipindahkan ke Sleman dan sebagai penggantinya di Eretan Koelon diangkat adj. djaksa di Madjalengka. Ini mengindikasikan bahwa ibu kota onderdistrict Kandanghaur berada di Eretan (Koelon). Dalam hal ini Eretan (Koelon) tampaknya jauh lebih penting dari (desa) Kandanghaur (namun Kandanghaur tetap menyandang nama wilayah). Keutamaan Eretan (Koelon) sebagai ibu kota diduga karena keberadaan pelabuhan (bisa diakses dari laut maupun dari pedalamanl Kandanghaur dan Losarang maupun Pamanoekan).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Berawal di Pelabuhan Eretan dan Berakhir di Pelabuhan Cirebon: Mengapa Begitu?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar