Minggu, 02 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (4): Tata Kota Baru di Weltevreden Era Daendels; Kota Kuno di Batavia - Kota Baru di Weltevreden


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Banyak penulis yang tidak menyadari, bahwa kota metropolitan Jakarta yang sekarang pada awalnya bertumpu pada dua kota kembar: kota tua Batavia dan kota baru Weltevreden. Disebut kota tua, karena sudah berumur, sejak awal VOC; sedangkan kota baru, karena baru dimulai pada era Gubernur Jenderal Daendel, pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda. Karakteristik kota tua berpedoman pada pembangunan kanal-kanal, sedangkan kota baru di Weltevereden berbasis pembangunan jalan raya.


Dapat Predikat Kota Terburuk, Ini Sejarah dan Perkembangan Tata Kota Jakarta. DKI Jakarta disebut kota dengan perencanaan perkotaan paling buruk. Menurut situs arsitektur Rethinking The Future (RTF), ibukota Indonesia berada di posisi pertama dalam daftar 10 kota dengan Perancanaan Tata Perkotaan Urban Terburuk.  Pembangunan infrastruktur di Jakarta dianggap semakin kacau, mulai dari jalan raya hingga penataan gedung-gedung bertingkatnya. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur di Jakarta selama ini juga kerap tak memperhatikan kepentingan pesepeda dan pejalan kaki. Kota ini memperoleh predikat Worst-design Place on Earth alias tempat dengan desain paling buruk di dunia. Alasannya kepadatan penduduk, serta polusi udara dan air yang tercemar. “Pembangunan Jakarta yang tidak terencana degan baik pun membuat kualitas hidup di kota ini menjadi buruk. Jakarta merupakan tempat yang dirancang dengan perencanaan terburuk di dunia”. Jakarta masuk ke dalam jajaran kota dengan perencanaan perkotaan terburuk bersama Dubai, Uni Emirat Arab, Brisilia, Brazil. Kemudian Atlanta, diikuti oleh Sao Paulo, Boston, Missoula, Naypyidaw, New Orleans, dan Dhaka. (https://asumsi.co/post/) 

Lantas bagaimana sejarah tata kota baru Batavia era Daendels? Seperti disebut di atas, kota Batavia pertama kali dirancang oleh Jean Pieterzoon Coen semasa VOC. Lalu pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, Daendels merancang baru kota pengganti Batavia, dari kota kuno Jakarta di Batavia ke kota baru di Weltevreden. Lalu bagaimana sejarah tata kota baru Batavia era Daendels? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota Baru di Weltevreden Era Daendels; Kota Kuno di Batavia dan Kota Baru di Weltevreden

Ibukota Batavia awalnya di Batavia lama (Oud Batavia) tempat dimana awalnya benteng (casteel) dibangun semasa Hindia Timur (VOC). Hingga berakhirnyaVOC (1799), arah pengembangan kota Batavia hanya sampai batas kanal antara benteng Rijswik (kini Harmoni) hingga benteng Noordwijk (kini stasion Juanda).


Meski batas kota hanya sampai di batas kanal-kanal, di selatan kanal antara Riswijk dan Noordeijk, di barat kanal Molenvliet dan di timur kanal Goeneng Sahara, tetapi sudah ada jalur lalu lintas ke luar kota di Pasar Vinke (kini Pasar Senen) dan Pasar Daalxigt (kini Pasar Tanah Abang). Dua pasar ini dikelola oleh para Lanfheer. Pasar Vinke menjadi pasar tradisional yang terhubung ke selatan (Buitenzorg via Meester Cornelis/Jatinegara) dan ke timur (Bekassi); Pasar Daalxigt menjadi pasar tradisional yang terhubung ke selatan (Buitenzorg via Tjinere/Paroeng) dan ke barat (Tangerang via Pesing).  

Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Johannes Siberg (1802-1805) tidak lagi memilih kantor di kota (Stad) Bataviam tetapi lebih memilih tinggal di Molenvliet dengan menyewa. Rumah yang ditempati Sieberg ini adalah rumah peniggalan Gubernur Jenderal Reinier de Klerk (1777-1780). Siberg menganggap Stad (kota) Batavia tidak nyaman dan tidak sehat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi (perdagangan) dan peningkatan keamanan telah memungkinkan para pejabat pemerintah keluar dari Stadhuis yang letaknya di Batavia.


Pada saat itu sudah banyak rumah-rumah mewah. Selain rumah Reinier de Klerk juga di Weltevreden terdapat rumah mewah yang dibangun Gubernur Jenderal Jocob Mossel (1750-1751) dan kemudian dibeli dan diperkaya oleh Gubernur Jenderal van der Parra (1761-1775), Tentu saja masih ada rumah Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777) di Antjol. Akan tetapi itu semua rumah-rumah mewah itu jauh dari stad (kota) Batavia. Rumah Reinier de Klerk adalah rumah mewah yang berada di dekat stad (kota) Batavia (rumah Reinier de Klerk di Molenvliet yang ditempati Gubernur Jenderal Sieberg kini menjadi gedung Arsip Negara).

Pada tahun 1808 Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal. Dimana Daendels bertempat tinggal tidak terindormasikan, apakah di Molenvliet, Rijswijk atau Weltevreden. Namun ada juga yang berpendapat Daendels hanya tinggal di Hotel Rijswijk. Pada masa Daendels inilah gagasan pembentukan kota-kota baru dimulai, yakni di Weltevreden dan di Buitenzorg. Daendels mengalokasikan dana untuk pembelian lahan-lahan milik para landheer di Weltevreden dan Buitenzorg (hasil penjualan lahan-lahan partikelir baru yang dibentuk di Tjimanok, Pekalongan dan Pasoeroean).


Di lahan yang baru dibeli di Welrevreden (antara Pasar Vinke dan Pasar Daalxigt), sementara bangunan-bangunan eks peninggalan Jacob Mossel dan van der Parra di Weltevreden dipertahankan. Bangunan itu kemudian dijadikan sebagai rumah sakit militer (kini RS RSPAD).

Dalam upaya untuk membentuk kota (baru) pemerintah di Weltevreden, Gubernur Jenderal Daendels mulai membangun Istana Gubernur Jenderal dengan lapangan yang luas serta markas militer. Lapangan luas ini disebut Waterlooplein (kini Lapangan Banteng). Di kedua sisi lapangan dan istana ini dibangun dua jalan poros, jalan yang kemudian disebut jalan Senenweg dan jalan Hospitalweg. Namun semuanya, terbengkalai, harus tertunda karena terjadinya pendudukan Inggris tahun 1811.


Pada tahun 1811 Pemerintah Hindia Belanda harus menyerahkan kekuasaan kepada Inggris. Oleh karena istana yang dibangun Daendels belum sepenuhnya selesai, Letnan Gubernur Jenderal Raffles lebih memilih beribukota di Buitenzorg. Sebelumnya, Daendels yang menganggap stad (kota) Batavia tidak layak lagi, Raffles juga tampaknya sependapat. Namun demikian, sejumlah fungsi pemerintahan masih tetap dipertahankan di stad Batavia. Ini mengindikasikan, praktis Weltevreden secara teknis belum bisa digunakan sebagai ibukota baru. Meski ibu kota ditetapkan di Buitenzorg (kantor di Istana Buitenzorg/yang dibeli Daendels), tetapi Raffles sendiri lebih kerap berkantor di Semarang (mungkin untuk demi keamanan). Akan tetapi, pendudukan Inggris ini tidak lama, pada tahun 1816 dikembalikan kepada (kerajaan) Belanda.

Setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan, Gubernur Jenderal van der Capellen (sejak 1816) tinggal di Weltevreden (suatu kota yang dirintis oleh Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811). Namun dalam perkembangannya Capellen lebih memilih menyewa rumah di Rijswijk sebagai tempat tinggal. Boleh jadi karena pembangunan di Weltevreden masih berlangsung. Disamping itu memilih tinggal di Rijswijk memungkinkan Capellen terhubung dengan baik dengan hotel-hotel yang sudah ada di Molenvliet dan keberadaan Societeit Harmonie di Rijswijk. Tempat kediaman Gubernur Jenderal Capellen ini disebut Hotel van Zijne Excellentie den Heere Gouverneur Generaal.


Tempat kediaman yang disewa Pemerintah Hindia Belanda untuk tempat kediamaan Gubernur Jenderal adalah milik Jacob Andries vab Braam, seorang anggota Raad van Ned. Indie. JA van Braam besar dugaan adalah sisa-sisa pedagang dari era VOC. Selain anggota Raad, JA van Braam juga menjadi ketua kebajikan untuk penanganan kesejahteraan orang Belanda pasca pendudukan Inggris, Hoofd Komissie Weldadigheid (lihat Bataviasche courant, 22-04-1820). Namun tidak lama setelah berita-berita tentang JA van Braam ini, pada tanggal 12 Mei JA van Braam dikabarkan telah meninggal dunia (lihat Bataviasche courant, 20-05-1820). JA van Braam adalah pemegang medali tertinggi dari Kerajaan Belanda. Dari sumber-sumber terkini diketahui JA van Braam lahir pada tanggal 26 Januari 1771. Itu berarti JA van Braam meninggal pada usia 49 tahun dengan meninggalkan empat orang anak. Sebelum meninggal, pada tahun 1819 putra van Braam menikah di Batavia yang dapat dibaca pada sebuah iklan keluarga. Pada tahun 1833 putri almarhum van Braam menikah dengan Jean Chrétien Baron Baud (Gubernur Jenderal 1833-1836). JA van Braam sendiri mulai membangun rumah di Rijswijk pada tahun 1796 (rumah yang diakuisisi pemerintah menjadi tempat kediaman/hotel bagi Gubernur Jenderal.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Kuno Jakarta di Batavia ke Kota Baru di Weltevreden: Kota Batavia dan Kota Weltevreden adalah Dua Kota Berbeda

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar