Beberapa menit lagi masuk tanggal 28 Oktober 2017. Tanggal ini telah ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda. Namun satu hal, dikatakan pada tanggal 28 Oktober 2017 ini sebagai Hari Sumpah Pemuda ke-89. Hal ini karena mengacu pada Kongres Pemuda yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928. Padahal pada tanggal itu, pemuda tidak melakukan sumpah, melainkan melakukan kongres yang menghasilkan keputusan. Hasil keputusan kongres tersebut adalah Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.
Putusan Kongres, Kongres Pemuda 1928 |
Hari Sumpah
Pemuda 1953
Hari
sumpah pemuda terjadi pada tanggal 26 Oktober 1953, hari yang mana para pemuda
bersumpah (lihat De nieuwsgier, 21-10-1953). Pada malam tanggal tersebut para pemuda di Djakarta berkumpul dan
melakukan sumpah pemuda. Inilah tanggal yang dapat dikatakan sebagai Hari
Sumpah Pemuda). Materi sumpah yang dibacakan dalam bersumpah tersebut pada
tanggal 28 Oktober 1953 itu adalah persis apa yang menjadi hasil keputusan
Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
De nieuwsgier, 21-10-1953 |
Mengapa
pemuda bersumpah pada tahun 1953? Ini semua mengacu pada dua hal. Pertama, pada
tahun 1953 terdapat banyak permasalahan yang justru mengarah pada disintegrasi
bangsa. Keinginan untuk mengembalikan Papua yang masih di tangan Belanda masih
ada hambatan baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam dianggap belum
prioritas karena banyaknya permasalahan, dari luar ditengarai Belanda tidak
akan melepaskannya. Isu lainnya adalah munculnya pemberontakan di sejumlah
daerah, seperti Atjeh, Djawa Barat dan Soelawesi Selatan. Isu yang juga menjadi
perhatian adalah pemerintah berseberangan dengan militer dan juga isu tekanan
pers. Dua isu yang terakhir tampaknya sangat dikhawatirkan oleh pemerintah.
Kedua, Soekarno, Presiden RI mulai bermimpi besar dapat diartikan dalam dua
segi: ‘Indonesia Hebat’ dan ‘Sukarno adalah Radja’. Dalam konteks inilah secara
politis pemerintah perlu menggalang kembali para pemuda dan mengajaknya
berkumpul untuk memperbarui kesetiaan yang memunculkan adanya terminologi
Sumpah Pemuda.
Sumpah Pemuda, Kongres Pemuda 1953 |
Rangkaian
kegiatan Hari Sumpah Pemuda ini dilakukan dua hari tanggal 26 dan 27 Oktober
1953. Kegiatan dilaksanakan di Deca Park (lapangan Monas bagian selatan yang
sekarang). Ketua Panitia adalah Ali Mochtar Hoetasoehoet, mahasiswa Akademi
Wartawan yang berlokasi di Deca Park. Ali Mochtar Hoetasoehoet, mantan komandan
tentara pelajar di Padang Sidempoean.
Java-bode,
20-04-1953
|
Kongres Pemuda 1928
Hari Sumpah Pemuda tahun 1953 ini tentu saja terkait dengan Kongres Pemuda tahun 1928. Dalam Kongres Pemuda 1928, Ketua Panitia adalah Soegondo, Sekretaris adalah Mohammad Yamin dan Bendahara adalah Amir Sjarifoeddin. Sebagai pembina Kongres Pemuda 1928 adalah Parada Harahap. Pada saat itu, Parada Harahap adalah Sekretaris Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang mana ketuanya adalah MH Thamrin. PPPKI adalah supra organisasi yang menghimpunan organisasi-organisasi kebangsaan seperti Kaoem Betawi, Pasoendan, Sumatrannen Bond, Boedi Oetomo dan lainnya. Saat itu Parada Harahap adalah Sekretatis Sumatranen Bond (ketuanya saat itu dijabat Mohammad Zain, ayah mantan Gubernur Sumatra Barat, Haroen Zein).
Hari Sumpah Pemuda tahun 1953 ini tentu saja terkait dengan Kongres Pemuda tahun 1928. Dalam Kongres Pemuda 1928, Ketua Panitia adalah Soegondo, Sekretaris adalah Mohammad Yamin dan Bendahara adalah Amir Sjarifoeddin. Sebagai pembina Kongres Pemuda 1928 adalah Parada Harahap. Pada saat itu, Parada Harahap adalah Sekretaris Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang mana ketuanya adalah MH Thamrin. PPPKI adalah supra organisasi yang menghimpunan organisasi-organisasi kebangsaan seperti Kaoem Betawi, Pasoendan, Sumatrannen Bond, Boedi Oetomo dan lainnya. Saat itu Parada Harahap adalah Sekretatis Sumatranen Bond (ketuanya saat itu dijabat Mohammad Zain, ayah mantan Gubernur Sumatra Barat, Haroen Zein).
Parada Harahap
saat itu adalah pemilik surat kabar Bintang Timoer (surat kabar bertiras paling
tinggi di Batavia) dan pemilik percetakan Bintang Hindia. Surat kabar Bintang Timoer
adalah suksesi surat kabar Bintang Hindia (bersama Abdul Rivai). Parada Harahap
juga adalah ketua perhimpunan pengusaha pribumi di Batavia (semacam Kadin pada
masa ini). Dalam hal ini mudah ditebak, mengapa Mohamamd Yamin dan Amir
Sjarifoeddin Harahap yang sama-sama mahasiswa Rechthoogeschool dan Jong Sumatra yang menjadi sekretaris dan bendahara Panitia
Kongres. Parada Harahap dan Kadinnya diduga sponsor pendanaan kongres. Parada
Harahap cukup dekat dengan Amir Sjarifoedin. Parada Harahap juga cukup dekat
dengan Mohammad Yamin (Jong Sumatranen Bond) selain adiknya Djamaloeddin alias
Adinegoro adalah editor Bintang Timoer.
Kongres
PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior) relatif bersamaan pada bulan Oktober
1928. Parada Harahap, sekretaris PPPKI adalah Ketua Kongres PPPKI yang
dilaksanakan di Batavia. Parada Harahap menghadirkan sejumlah tokoh penting
dalam Kongres PPPKI. Dua tokoh pemuda yang penting saat itu adalah Soekarno dan
Mohammad Hatta. Kedua tokoh ini tidak diundang berbicara di Kongres Pemuda
tetapi di Kongres PPPKI. Soekarno bisa hadir, sedangkan Mohammad Hatta (Ketua
PPI Belanda) tidak bisa hadir karena kesibukan kuliah di Belanda, tetapi
Mohammad Hatta mengirim wakilnya Ali Sastroamidjojo. Selain
PPPKI yang menggunakan nama Indonesia, ada dua organisasi pelajar/pemuda yang
paling utama saat itu yang menggunakan nama Indonesia: Persatuan Pelajar
Indonesia (PPI Belanda) dan Persatuan Pemuda Indonesia (PPI Indonesia). PPI
Belanda dipimpin oleh Mohammad Hatta dan kawan-kawan; PPI Indonesia dipimpin
oleh Soegondo dan kawan-kawan. PPI Indonesia terkonsentrasi di Kongres Pemuda
dan PPI Belanda diundang berpartisipasi dalam Kongres PPPKI.
PPI
Belanda adalah suksesi Perhimpoenan (pelajar) Hindia (Indisch Vereeniging).
Perhimpoenan (pelajar) Hindia didirikan tahun 1908 di Leiden yang digagas oleh
Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Sebelum mendirikan Indisch
Vereeniging surat kabar Telegraaf pernah mewawancara Soetan Casajangan di
Amsterdam yang dilansir Bataviaasch nieuwsblad, 02-07-1907: ; ‘…mengapa anda
mengambil risiko jauh studi kesini meninggal kesenangan di kampungmu, calon
koeria, yang seharusnya sudah pension jadi guru dan anda juga harus rela
meninggalkan anak istri yang setia menunggumu…anda tahu untuk masyarakat saya,
masih banyak yang perlu dilakukan, kami punya mimpi, kami diajarkan dengan baik
oleh guru Ophuijsen….tapi kini masyarakat kami sudah mulai menurun dan melemah
pada semua sendi kehidupan.. saya punya rencana pembangunan dan pengembangan
lebih lanjut dari penduduk asli di Nederlandsch Indie (Hindia Belanda)..saya
mengajak anak-anak muda untuk datang ke sini (Belanda) agar bisa belajar
banyak..di kampong saya kehidupan pemuda statis, baik laki-laki dan
perempuan..dari hari ke hari hanya bekerja di sawah (laki-laki) dan menumbuk
padi (perempuan)…mereka menghibur diri dengan menari (juga tortor) yang diringi
dengan musik, simbal, klarinet, gitar dan ensambel gong…(dansten zij op de
muziek van bekkens, klarinet, guitaar en gebarsten gong...)..anda tahu dalam
Filosofi Batak kuno, kami yakin bahwa jiwa itu berada di kepala, dan karenanya
kami harus tekun agar tetap intelek…’.
Soetan Casajangan di tahun ketiga Perhimpoenan (pelajar) Hindia pernah
diundang dan berpidato di forum yang diadakan Vereeniging Moederland en
Kolonien (Organisasi para ahli/pakar Belanda di Leiden) pada tahun 1911. Soetan
Casajangan memulai pidatonya sebagai berikut: Geachte Dames en Heeren! (Dear
Ladies and Gentlemen)...saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa
saya...cinta saya kepada ibu pertiwa tidak pernah luntur...dalam memenuhi
permintaan ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang
seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini).
Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga
untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya
ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih
tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini ada
konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan
dalam pendidikan pribumi).
Di
Kantor PPPKI di Gang Kenari hanya ada tiga foto yang dipajang Parada Harahap
(sebagai kepala kantor) yakni Soeltan Agoeng, Soekarno dan Mohammad Hatta. Dari
pemasangan foto ini terkesan Parada Harahap menggadang-gadang Soekarno dan
Hatta kelak menjadi pemimpin besar. Soekarno sering menulis di surat kabar
Bintang Timoer dan sering juga datang bertandang dari Bandoeng ke Gang Kenari
bertemu Parada Harahap. Parada Harahap sudah sejak lama kenal Mohammad Hatta.
Ketika diadakan Kongres Sumatranen Bond pada tahun 1920 di Padang, Parada
Harahap adalah ketua Sumatranen Bond Tapanoeli yang juga hadir dalang kongres,
sementara Mohammad Hatta adalah pimpinan pelajar saat itu yang juga hadir.
Kantor PPPKI ini masih eksis hingga ini hari di Jalan Kenari yang dikenal
sebagai Gedung Thamrin.
De Sumatra post, 31-07-1919 |
Organisasi
sosial pertama adalah Medan Perdamaian. Organisasi yang bersifat nasional ini
didirikan di Padang tahun 1900 oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Pada
tahun 1908 muncul organisasi Boedi Oetomo yang bersifat kedaerahan (Jawa).
Beberapa bulan kemudian Soetan Casajangan, mahasiswa di Belanda merespon balik
dengan mendirikan organisasi pelajar bersifat nasional (Indische Vereeniging).
Dalam perjalanannya Boedi Oetomo berkembang pesat karena disokong oleh
pemerintah, sementara Medan Perdamaian mati suri. Indisch Vereeniging juga
lambat laun mengendor sepeninggal Soetan Casajangan yang sudah pulang ke tanah
air pada tahun 1914. Mahasiswa asal Jawa yang tergabung dalam Indsich
Vereeniging mulai begerser dan lebih berkiblat ke Boedi Oetomo. Sementara,
Boedi Oetomo yang semakin besar, euporia terjadi di kalangan pemuda yang
memunculkan lahirnya Jong Java. Pada awal tahun 1917, Sorip Tagor merespon
kehadiran Jong Java dan memproklamirkan di Belanda berdirinya Sumatra Sepakat
(Ketua: Sorip Tagor Harahap; Sekretaris: Dahlan Abdoellah’ Bendahara: Todoeng Harahap
gelar Soetan Goenoeng Moelia) (lihat De Sumatra post, 31-07-1919). Salah
satu anggotanya adalah Tan Malaka. Sorip Tagor
kelak dikenal sebagai kakek dari Inez/Risty Tagor).
Het nieuws van den dag voor NI, 09-07-1919) |
Agenda Kongres Pemuda 1953
Dalam kongres pemuda tahun 1953 ada dua agenda yang dilakukan (De nieuwsgier, 21-10-1953). Pertama adalah memperingati 25 tahun lagu kebangsaan Indonesia yakni Indonesia Raya diperdengarkan di Kongres Pemuda 1928. Kedua, memperingati putusan Kongres Pemuda 28 dan melakukan sumpah pemuda. Lantas mengapa begitu penting lagu Indonesia Raya dalam 1953 kongres ini diperingati. Lantas, siapakah sosok Ali Mochtar Hoetasoehoet.
Lagu Indonesia
Raya kali pertama diperdengarkan pada kongres junior Kongres Pemuda tahun 1928
(tidak ada indikasi diperdengarkan di kongres senior Kongres PPPKI). Itu dapat
dipahami saat itu. Lagu Indonesia Raya
adalah karya cipta WR Supratman, nama yang kelak dijadikan Mochtar Lubis
sebagai nama surat kabarnya. WR Supratman adalah pemilik talenta yang ditemukan
Parada Harahap di Bandoeng. Parada Harahap mengajak WR Supratman ke Batavia dan
mengangkatnya sebagai editor dan sekaligus wartawan sehubungan dengan pendirian
kantor berita Alpena tahun 1925 (kantor berita pribumi pertama, kantor berita
orang asing adalah Aneta). WR Supratman tinggal bersama dengan (pavilium)
keluarga Parada Harahap. Pada saat WR Supratman meninggal di Surabaya 17
Agustus 1938 Parada Harahap mengunjungi bersama Dr. Radjamin Nasoetion (wethouder,
anggota dewan senior Kota Soerabaja). Dr. Soetomo, mantan ketua Boedi Oetomo
dan ketua PPPKI setelah era Parada Harahap meninggal 30 Mei 1938 di Soerabaya.
Dr. Radjamin Nasortion berpidato di saat pemakaman Dr. Soetomo (Parada Harahap
tidak bisa hadir). Dr. Radjamin Nasution adalah sahabat baik dan teman sekelas
Dr. Soetomo di STOVIA. Dr. Radjamin Nasution yang diminta Parada Harahap untuk
mempengaruhi agar Dr. Soetomo agar Boedi Oetomo bersedia bergabung dengan
PPPKI. Kunjungan Parada Harahap sehubungan dengan wafatnya WR Supratman sudah
barang tentu sekalian ziarah ke makam Dr. Soetomo. Apakah ide memasukkan
peringatan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam Kongres Pemuda 1953 datang dari
Parada Harahap untuk mengingatkannya kembali kepada sahabat baiknya WR
Supratman dan juga sekaligus mendinginkan Mochtar Lubis pimpinan surat kabar
Indonesia Raya yang tengah berseteru dengan Soekarno? Catatan tambahan: Dr.
Radjamin Nasution meninggal tahun 1957 dimakamkan di dekat makam WR Supratman
(yang juga turut dihadiri Parada Harahap). Putri Parada Harahap dan putri Dr.
Radjamin Nasution teman sekelas di Fakultas Hukum Universieit van Indonesia
(Parada Harahap meninggal di Djakarta tahun 1959).
Dalam
agenda ini tidak ada indikasi Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin dan
Parada Harahap hadir. Secara tersirat pemerintah bermain aman (seakan tidak
terlibat agar terkesan murni dari pemuda). Namun, posisi Parada Harahap meski
tidak terkesan menonjol (langsung), tetapi tokoh Ali Mochtar Hoetasoehoet dan
Akademi Wartawan Djakarta pimpinan Parada Harahap sudah cukup menjelaskan.
Parada Harahap sangat dekat kepada tiga tokoh pemerintah (Soekarno, Hatta dan
Yamin). Posisi Parada Harahap sebagai Ketua Kopertis dan Mohammad Yamin sebagai
Menteri Pendidikan menjadi faktor penting dalam hal ini.
Java-bode,
28-08-1957
|
Sosialisasi Sumpah Pemuda
Sejak
Kongres Pemuda 1953, dan sejak dilakukan Peringatan Hari Sumpah Pemuda 28
Oktober 1953 pemerintah mensosialisasikannya baik presiden sendiri (Presiden
Sukarno), Wakil Presiden (M. Hatta) maupun para menteri-menterinya. Sosialisasi
yang mengadopsi keputusan Kongres Pemuda 1953 (memperbarui kesetiaan dengan
sumpah pemuda) ini bahkan berubah seakan menjadi kampanye Sumpah Pemuda dalam
meredakan berbagai kisruh yang muncul. Hal ini karena penataan negeri (pasca
poengakuan kedaulatan RI) yang baru seumur jagung sudah ada perbedaan-perbedaan
opini di antara para pemimpin, munculnya ketegangan baru seperti pemberontakan
(Jawa Barat, Atjeh dan Sulawesi Selatan), meningkatnya tekanan pers (karena ada
indikasi korupsi) terutama dari Mochtar Lubis dan kawan-kawan.
Di
Jakarta, Presiden Sukarno mangadopsi hasil Kongres Pemuda 1953 dan
mengaitkannya setiap ada kesempatan berpidato. Kesetiaan pemuda dalam wujud
Sumpah Pemuda adalah semacam amunis baru bagi Sukarno ketika dirinya sudah
mulai ditekan dari kiri kanan (parlemen, militer dan mahasiswa serta pemda). Di
Jambi, Wakil Presiden M. Hatta menghimbau agar pemuda menjaga persatuan dan
kesetiaan kepada Sumpah Pemuda.
De vrije pers:
ochtendbulletin, 23-04-1954: ‘Hatta: persatuan di kalangan pemuda meskipun
perbedaan pendapat di kalangan orang tua… dari Jambi, Wakil Presiden Moh. Hatta
diadakan pidato untuk semua siswa sekolah lanjutan di teater Murai…menjaga
pemuda disarankan rasa taruhan persatuan dan kesetiaan kepada "Sumpah
Pemuda". "Wapres memberikan gambaran dari onderwas di Indonesia, dan
mengatakan bahwa sekarang banyak ajaran. …Kemudian Wakil presiden, ada
digunakan pepatah Belanda mengatakan: Maluku adalah masa lalu, Java sekarang
dan masa depan Sumatera, yang berarti, menurut vice.president…bahwa Java sekarang
banyak sekolah..Sumatera masih memiliki kekurangan ahli yang oleh karena itu
harus datang dari gundukan Djambl. Presiden memutuskan untuk mengatakan
pidatonya bahwa rasa persatuan harus dipertahankan. Pemuda kita juga harus
melakukan banyak olahraga, karena dalam tubuh yang sehat adalah jiwa sehat
Di
Padang Ketua Badan Pertimbangan Kebudajaan, Mangunsarkoro memberikan kuliah di
Auditorium Sekolah Tinggi Hukum. Isi cermahnya tentang kesetiaan pemuda.
De vrije pers :
ochtendbulletin, 07-05-1954: ‘Indonesia merupakan pusat budaya bangsa terletak
di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Di Auditorium Sekolah Tinggi Hukum di
kuliah Padang diadakan oleh Ketua Badan Pertimbangan Kebudajaan untuk siswa dan
S. Mangunsarkoro, presiden Dewan Kebudayaan, memberikan kuliah…kita harus
menunjukkan bahwa kita memiliki budaya
yang kuat .. Sumpah Pemuda (Sumpah Pemuda adalah kehormatan satu nusa, satu
bangsa dan satu bahasa. Hubungan antara budaya daerah dengan budaya natiorale
ditentukan oleh semangat budaya… Namun, jika budaya nasional oleh semangat
nasional, dan menyebar ke seluruh Indoresia….’
Di
Medan, Menteri Pendidikan M. Yamin (dalam kongres Bahasa) mensosialisasikan
hasil Kongres Pemuda 1953.
Madong Lubis
menjadi peserta aktif dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan (Het nieuwsblad
voor Sumatra, 30-10-1954). Salah satu keputusan dalam kongres ini adalah soal
Bahasa Indonesia sendiri. Sebab dalam konstitusi belum dijelaskan apa yang
dimaksud dengan Bahasa Indonesia, karena sejak dari Kongres Pemuda 1928, Bahasa
Indonesia adalah Bahasa Melayu. Dalam kongres ini usul ini muncul dari Madong
Lubis. Het nieuwsblad voor Sumatra, 03-11-1954 menyebutkan bahwa Madong Lubis,
guru senior dalam kongres ini banyak memberikan masukan. Dalam pidatonya
menyarank tujuh poin, diantaranya: pengajaran bahasa daerah di sekolah harus
dibatasi, guru harus memastikan penggunaan yang tepat bahasa Indonesia kepada
murid-muridnya dan kualitas guru dalam berbahasa Indonesia harus ditingkatkan.
Madong Lubis (dan Amir Hamzah Nasoetion) protes usulan bahwa pers dan radio
memiliki kebebasan dalam berbahasa (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1954). Hal ini menanggapi
makalah yang berjudul Pers dan radio karakter legislatif tata bahasa ini tidak
mutlak (Voor de pers en radio is het normatieve karakter van de grammatica niet
absoluut). Menurut Madong Lubis pemberian kebebasan kepada wartawan menyimpang
dari tata bahasa’
Sosialisasi
dan kampanye Sumpah Pemuda yang dilakukan oleh Sukarno, M. Hatta dan M. Yamin
adalah untuk kepentingan pemerintahan mereka sendiri yang tengah banyak
gangguan. Sedangkan Sumpah Pemuda itu sendiri adalah produk pemikiran dari
tokoh-tokoh lain yang bukan pejabat pemerintah tetapi sangat peduli terhadap
kesatuan dan persatuan. Mereka adalah Parada Harahap dan AM Hutasuhut.
Pemimpin Mahasiswa Indonesia asal Padang Sidempoean |
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar