Pada masa ini Pecinan (China Town) ada dimana-mana. Pada masa tempo doeloe, disebut Tiongkok Kecil hanya di satu tempat yakni di Rembang, tepatnya di Kota Lasem. Kota Lasem tidak hanya terkenal tempo doeloe tetapi juga masih terkenal pada masa ini.
Peta Lasem, 1887 |
Lantas mengapa Lasem disebut Tingkok Kecil? Itu
pertanyaannya. Apakah Tiongkok Kecil pada masa lampau merupakan bentuk lain Pecinan
(China Town) pada masa kini. Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Kota Lasem
Saat permulaan kehadiran
Belanda (1595-1610) Lasem sudah diidentifikasi sebagai suatu wilayah yang
dibawah adipati yang membawahi Lasem en Sidaijoe (lihat De opkomst van het
Nederlandsch gezag in Oost-Indië (1595-1610), 1864). Nama Lasem terus eksis
sebagaiman dicatat oleh François Valentyn dalam bukunya berjudul Oud en nieuw
Oost-Indiën yang diterbitkan tahun 1726.
Lasem pada dasarnya termasuk nama
tempat di pantai utara Jawa yang sudah eksis sejak lama, bahkan sebelum
kehadiran orang-orang Belanda. Namun tidak diketahui sejak kapan orang-orang
Tionghoa memulai perkampungan di Lasem. Dalam Perang Jawa ketiga antara 1746-1755
Lasem mengirim pasukan sebanyak 1.000 orang untuk membantu VOC (lihat PJF Louw,
1889. De derde Javaansche successie-oorlog (1746-1755), Jika merujuk pada tahun
1740 terjadinya peristiwa pembantaian orang-orang Cina oleh Belanda di Batavia,
pasukan dari Lasem ini diduga kuat bukan orang Tionghoa tetapi orang penduduk
lokal.
Delftsche courant, 27-08-1867 |
Bagaimana gambaran sekilas tentang Lasem diceritakan seorang pelancong
lokal yang ditulis ulang oleh seorang Belanda dan dimuat pada surat kabar
Delftsche courant, 27-08-1867 : ..Di Rembang, sekitar delapan mil dari kota,
saya melihat sebuah perkampungan besar orang-orang Tionghoa, yang juga disebut
Lasem, kota orang Tionghoa. Saya singgah disana, di dalamnya, sebenarnya saya
sangat terkejut dengan banyaknya orang-orang Tionghoa, diantaranya terdapat banyak yang sangat kaya.
Orang-orang disana, orang-orang
Tionghoa yang kaya hasil dari penyelundupan opium dan melakukan penjualan ke
kabupaten lain, ya bahkan banyak yang pergi ke Surakarta. Pasokan opium di
Lasem sangat mudah, karena kota Tionghoa ini dekat dengan laut dan jauh dari Rembang,
kapal besar tidak bisa jangkar disana, karena ada banyak terumbu karang dan
jadi harus hati-hati. Sangat sering kapal-kapal Cina dari Singapura dengan
segala jenis barang-barang Cina, dan ini juga membawa pendapatan juga bagi
mereka. Ketika kapal-kapal itu tiba di malam hari, datanglah mereka mengambil
candu dan disimpan di dalam tanah. Kisah ini saya ceritakan lebih jauh dari
yang lain, tapi saya tidak tahu apakah itu benar atau tidak, karena saya pernah
berada disana satu kali dan saya tidak menetap disana untuk waktu yang lama.....Perjalanan
dari Lasem ke desa Dasoen, dimana banyak kapal sedang dibangun...’.
Klenteng Lasem, 1880 |
Indikasi bahwa Lasem sebagai salah
satu pusat perdagangan opium sudah muncul pada tahun 1848 atau sebelumnya.
Disebutkan bahwa ‘pada saat bersamaan, impor opium asing harus diberlakukan
secara ketat, melarang kapal besar singgah di Lasem (lihat Tijdschrift voor
staathuishoudkunde en statistiek, 1848).
Batik Lasem
Lasem tampaknya tidak hanya sebagai pusat perdagangan
opium di wilayah Jawa (bagian tengah), kain lurik Lasem juga sudah dikenal
sebagai komoditi perdagangan (lihat Katalogus der tentoonstelling van
grondstoffen en nijverheids-voortbrengse, 1865). Pemasaran kain Lasem tidak
hanya di Jawa tetapi juga di Batavia (Bataviaasch handelsblad, 14-04-1880).
Kain Soerabaja, kain Solo dan kain Lasem dan kain Batavia tampaknya mendominasi
perdagangan kain. Dalam perkembangannya muncul kain Paccalongan dan kain Tagal.
Pada bidang pendidikan, Lasem juga tidak terlalu ketinggalan. Paling tidak
pada tahun 1874 di Lasem ditempatkan seorang komisi sekolah pendidikan pribumi
(Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-10-1874).
Penempatan seorang komisi sekolah (penilik sekolah) biasanya mengindikasikan
sudah terdapat sejumlah sekolah dasar.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar