*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
Banyak tokoh penting VOC/Belanda yang dihubungkan dengan Kota Depok yang sekarang. Salah satu yang terpenting adalah Petrus Albertus van der Parra, karena pernah menjadi Gubenur Jenderal (1761-1775). Pada masa kini, Rumah Tua Cimanggis diduga sebagai warisan dari Petrus Albertus van der Parra.
Banyak tokoh penting VOC/Belanda yang dihubungkan dengan Kota Depok yang sekarang. Salah satu yang terpenting adalah Petrus Albertus van der Parra, karena pernah menjadi Gubenur Jenderal (1761-1775). Pada masa kini, Rumah Tua Cimanggis diduga sebagai warisan dari Petrus Albertus van der Parra.
Para Pionir di Depok |
Lantas bagaimana
riwayat Petrus Albertus van der
Parra? Sejauh ini hanya sedikit informasi yang diketahui. Data tentang Petrus Albertus van der Parra bukan
tidak tersedia. Hanya saja nyaris tidak ada yang menulis riwayatnya. Untuk itu
mari kita telusuri ke masa lampau.
Petrus Albertus van der Parra dan Adriana Johanna Bake
Petrus Albertus van der
Parra berumah dua. Istri yang kedua, Adriana Johanna Bake dinikahinya pada
tanggal 11 Juni 1743 di Batavia. Adriana Johanna Bake adalah janda dari Anthony
Goldenarm (seorang commandeur dan eerste
equipagemeester). Adriana Johanna Bake adalah putri dari David Johan
Bake dan Ida Dudde. David Johan Bake adalah raad extra-ordinair van Oost Indisch. Adriana Johanna Bake lahir di Ambon, 7 Agustus, 1724.
Istri pertama Petrus Albertus van der Parra adalah
Elisabeth van Aerden yang dinikahi di tanggal 30 September 1733 di Ceylon. Petrus
Albertus van der Parra sendiri lahir di Colombo, Ceylon tanggal 29 September 1714
(tahun kapan Cornelis Chastelein meninggal di Batavia). Ayah Petrus Albertus
van der Parra bernama Cornelis van der Parra lahir tanggal 31 Januari 1687 juga
di Colombo. Dalam hal ini boleh dikatakan Petrus Albertus van der Parra anak
Colombo yang menjadi teman sepermainan Elisabeth van Aerden sejak kecil.
Ketika, Petrus Albertus van der Parra menikahi Adriana Johanna Bake di Batavia,
Elisabeth van Aerden tetap menjadi istrinya.
Mengapa Petrus Albertus van der Parra menikah
lagi (tahun 1743 dengan Adriana Johanna Bake) tidak disebutkan dan sulit dipahami.
Pada saat Petrus Albertus van der Parra menjadi Gubernur Jenderal di Batavia
tahun 1761 masih dalam status poligami.
Petrus Albertus van der Parra |
Ketika Petrus Albertus van der Parra meninggal di
Weltevreden (Batavia) tanggal 28 Desember 1775 harta warisan lebih banyak jatuh
kepada Elisabeth van Aerden di Colombo daripada Adriana Johanna Bake di
Weltrevreden (Batavia). Boleh jadi itu karena Adriana Johanna Bake dalam posisi
istri kedua (yang sebelumnya bestatus janda).
Amsterdam, 1781 |
Adriana Johanna Bake baru mendapatkan warisan pada bulan
November 1781. Mengapa hal ini begitu lama boleh jadi karena untuk
mendapatkannya tidak mudah. Warisan yang diterima Adriana Johanna Bake adalah
perkebunan yang berada di sekitar Batavia yang diduga lahan di Weltevreden dan
di Tjimanggis.
Adriana Johanna Bake tidak
berumur panjang dan meninggal di Weltevreden (Batavia) 18 Februari 1787. Sebelum
meninggal, Adriana Johanna Bake hidup sebatang kara, sebab anak semata wayang
Petrus Albertus van der Parra Jr telah meninggal tahun 1783.
Pembangunan Rumah
Cimanggis
Sejak pembukaan dan pengusahaan sejumlah lahan (landgoed)
di hulu sungai Tjiliwong, aktivitas ekonomi semakin berkembang. Situasi dan
kondisi juga semakin aman. Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff
mendirikan sebuah rumah peristirahatan (villa, buitenzorg) di bagian barat
Kampong Baro pada tanggal 10 Agustus 1745. Villa ini kelak menjadi cikal bakal
istana Bogor yang sekarang.
Perkebunan Buitenzorg (termasuk
villa) diserahkan kepada Imhoff dengan dekrit Heeren XVII (pada tanggal 18
September 1750). GG Imhoof meninggal tanggal 1 November 1750 (yang menjabat
sejak 29 Mei 1743).
Kebijakan Imhoff juga terbilang
revolusioner yang menguntungkan pemimpin pribumi (demang di Bogor) dan juga Heeren
XVII (di Batavia). Program irigasi pembangunan kanal Bendongan sungai
Tjipakantjilan (Empang) dan kanal sisi timur sungai Tjiliwong hingga ke
Tjiliwar dengan menyodet air sungai di Katoelampa. Surplus pangan mulai terasa.
Kebijakan pertanahan
dengan pribumi sejatinya dimulai tahun 1703 (sejak van Reibeeck melakukan
ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong) masih terbatas di Jakatrasche en Preanger
Bovenlanden. Sejak 1726 mulai diterbitkan Placaten yang dihubungan dengan
landerijen, jembatan, jalan, sungai di Bataviasch Ommelanden. Pada tahun 1744
van Imhoff memulai kebijakan lahan (landgoed) di Jakatrasche Bovenlanden.
Kebijakan ini diduga muncul untuk mengatasi krisis yang terjadi pada tahun 1740
dimana terjadi pembantaian terhadap (para imigran) Cina di Batavia (era GG Adriaan
Valckenier) dan memperkuat hubungan pemerintah VOC/Belanda dengan penduduk.
Pada era gubernur berikutnya (Jacob Mossel) juga mulai
melakukan intensifikasi di dataran tinggi Semarang hingga Cartasoera tahun 1753.
Namun muncul kesulitan sehingga akhirnya terjadi pemisahan Mataram menjadi
Soeracarta dan Ngajogjakarta Adiningrat pada tahun 1755. Jacob Mossel meninggal
1761 yang kemudian digantikan oleh Petrus Albertus van der Parra.
Sejumlah persil lahan
yang sebelumnya di wilayah hulu sungai Tjiliwong yang tidak optimal untuk
(perkebunan) pertanian mulai dikembangkan dengan mengubah kesuburan lahan yakni
dengan memberikan pengairan yang baik. Di wilayah sisi timur sungai Tjiliwong
kanal yang sudah ada dari Katoelampa sejak Imhoff diperlebar. Terusan kanal
diperluas dengan menyodet sungai Tjikeas untuk memperkuat debit air kanal yang
diperluas. Lahan-lahan mulai dari Tjibinong hingga Tandjong. Hal serupa juga
dikembangkan di sisi barat sungai Tjiliwong di Tjiliboet dan Bodjonggede. Lalu
pengembangan irigasi di lahan Tjitajam/Depok hingga Tjinere. Lahan Tjimanggis
yang awalnya termasuk lahan kering berubah menjadi lahan pertanian potensial
(landgoed). Kebijakan ini lebih berorientasi tanaman pangan terutama padi/beras
dan juga untuk mendukung komoditi ekspor (kopi, indigo dan lainnya).
Pada era Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra
dua wilayah pengembangan ekonomi utama sudah established yakni wilayah hulu
sungai Tjiliwong dan wilayah Vortenlanden (Soeracarta). Ekonomi kopi mulai
menunjukkan hasil menggembirakan. Sementara itu kerjasama-kerjasama sejak era
Imhoff dengan wilayah di luar Jawa semakin diintensifkan dalam bentuk
kontrak-kontrak yang menguntungkan. VOC/Belanda dalam era keemasan.
Untuk sekadar dicatat GG
Abraham van Riebeeck (1709-1713) telah mengintroduksi (tanaman) kopi di sekitar
sungai Tjiliwong sejak 1711 dan di Semarang tahun 1719. Pada era Gubernur
Jenderal Petrus Albertus van der Parra introduksi kopi ini sudah meluas hingga
ke Preanger dengan pos perdagangan utama di Buitenzorg dan pos bantuan di Tjiandjoer.
Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
jalur Batavia dan Preanger Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra
mulai mengembangkan jalan yang sudah dirintis sejak era Imhoff dengan
memperlebar dan memperkuat. Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra
juga mulai merintis pengembangan jalan menuju Prenager melalui Tjosoroea hingga
Tjandjoer agar pengangkutan tidak dilakukan lagi dengan cara memikul tetapi
dengan menggunakan pedati (kerbau).
Dalam pengembangan
transportasi Batavia dan Preanger ditetapkan beberapa tempat yang dijadikan
sebagai pos perdagangan. Untuk wilayah Batavia pedati AKAP berpusat di stasion
Bidara Tjina (selatan Meester Cornelis) dan untuk wilayah Buitenzorg berpusat
di Tjiloewar. Dua tenmpat ini berkembang menjadi pasar komoditi. Antara dua
pos/pasar ini terbentuk pos pendukung di Land Yemans (kemudian disebut
Tjimanggies). Pos Tjimanggies kemudian berkembang menjadi stasion transit. Para
crew pedati menjadikan pos Tjimanggies sebagai tempat bermalam. Konvoi pedati
dari Tjiloewar berangkat pagi tiba sore di Tjimanggis, Setelah bermalam pagi
esoknya melanjutkan perjalanan ke Bidara Tjina. Demikian sebaliknya, berangkat
pagi dari Bidara Tjina lalu tiba sore di Tjimanggis, lalu esok paginya
melanjutkan perjalanan ke Tjiloewar. Pedati-pedati balik membawa barang-barang
impor dari para pedagang seperti garam, kain, besi dan sebagainya. Pedati yang
banyak ini menjadi semacam kereta commuter pada masa kini..
Seperti para pendahulunya, Gubernur Jenderal Petrus
Albertus van der Parra mengeluarkan sejumlah kebijakan. Namun kebijakan van der
Parra tidak sebanyak Mossel dan Imhppf. Upaya upaya yang dilakukan VOC/Belanda
mencapai puncaknya pada era Mossel. Pada era van der Parra banyak hal sudah
berjalan dengan yang diharapkan. Era VOC/Belanda dalam top performance. Penerimaan
semakin meningkat, biaya-biaya untuk mendapatkannya semakin menurun. Keuntungan
meningkat drastis.
Istana Weltevreden (1770-1771) |
Era Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra dapat
dikatakan adalah era paling nyaman. Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der
Parra mulai menikmati hasil. Hasil-hasil juga dirasakan oleh Heern XVII di
Belanda. Kemakmuran memicu stabiltas, memperkuat kedudukan dengan memperluas
jaring pengaman dengan pejabat-pejabat yang ingin saling mengamankan. Gubernur
Jenderal Petrus Albertus van der Parra telah menjadi Radja di Oost Indisch (seakan
menjadi anggota Heern XVIII).
Manumen van der Parra |
Dalam hubungan ini area antara Batavia dan Buitenzorg
telah dirintis oleh Gustaaf Willem baron van Imhoff, kemudian dipacu
pertumbuhannya oleh Jacob Mossel dan dikembangkan lebih lanjut oleh Petrus
Albertus van der Parra. Para investor mulai diintensifkan untuk mengusahakan
lahan-lahan luas untuk mempercepat laju eksor komoditi dunia seperti kopi,
indigo, gula dan sebagainya. Kontrak-kontark perdagangan dengan para pemimpin
lokal di berbagai wilayah tidak bisa menjamin kontinuitas perdagangan yang
selalu dipantau oleh Heern XVII di Belanda.
Para investor ini adalah
para pemilik uang. Tentu saja sulit mendatangkan para investor di Eropa. Para
investor dalam hal ini adalah para pejabat-pejabat VOC/Belanda itu sendiri.
Karena merekalah orang-orang kaya di Oost Indisch. Mereka pulalah yang bisa
mengatur termasuk mengatur kebijakan. Tanah-tanah partikelir semakin meluas.
Inisiatif tanah partikelir ini pada dasarnya sudah dimulai oleh Saint Martin
dan Cornelis Chastelein pada satu abad sebelumnya. Pengakuan tanah-tanah
partikelir ini juga terus berlanjut pada era Gubernur Jenderal Jeremias van
Riemsdijk yang menggantikan Petrus Albertus van der Parra pada tahun 1775.
Lahan yang dimiliki oleh Petrus Albertus van der Parra
berada di Tjimanggis yang kemudian disebut Land Yemans. Di lahan inilah Petrus
Albertus van der Parra bersama istrinya Adriana Johanna Bake membangun estate.
Di wilayah yang lebih dekat dengan Batavia/Weltevreden sudah ada estate
Tandjong (Oost dan West). Di land Tandjong West (kini Tanjung Barat) didirikan
sebuat rancj besar yang menghasilkan daging dan susu yang menyuplai kebutuan di
Batavia dan kota-kota besar Eropa lainnya terutama di Pulau Jawa.
Tiga gubernur Jenderal
sebelumnya cukup lama berkuasa yang menandakan secara pribadi merka sukses.
Imhoff menjabat tujuah tahuu, Mossel 11 tahun dan van der Parra selama 14
tahun. Mereka inilah yang menikmati secara nyata hasil dari pendahulu-pendahulu
bahkan sejak Coen, gubernur jenderal pertama. Bahkan. Puncak segala frustasi para
gubernur jenderal sebelum Imhoff adalah Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier (173701741) yang
terkenal dengan tragedi pembantaian orang-orang Cina di Batavia tahun 1740.
Setelah Johannes Thedens (1741-1743) berhasil memulihkan situasi dan kondisi,
lalu Imhoff muncul dengan berbagai terobosan yakni pengembangan pertanian (yang
dimulai dengan pembangunan irigasi) di wilayah hulu sungai Tjiliwong.
Meski kekuasaan Petrus Albertus van der Parra terbilang
cukup lama selama 14 tahun (1761-1775) menjadi gubernur jenderal dan berhenti
saat masih menjabat, tetapi usia anak-anaknya tidak lama. Dari istri pertama,
tiga putri meninggal sebelum meninggal Petrus Albertus van der Parra. Dari
istri kedua hanya anak semata wayang, masih muda tetapi sudah menduduki jabatan
strategis pada level menengah. Petrus Albertus van der Parra Jr (Junior)
meninggal muda pada tahun 1781 (enam tahun setelah Petrus Albertus van der
Parra Sr meninggal). Habis sudah penerus Petrus Albertus van der Parra. Lalu
setelah sejumlah properti dijual untuk warisan (untuk dua istri yang
ditinggalkan) praktis Adriana Johanna Bake hanya memiliki properti bangunan
(tempat tinggal di Weltevreden) dan estate di Land Yemans (Cimanggis). Dalam
keluarga Petrus Albertus van der Parra, istri kedua di Oost Indisc Adriana
Johanna Bake seakan hidup sebatang kara: suami telah meninggal (1775) dan anak
semata wayang juga telah meninggal (1781).
Untuk menyambung hidup, Adriana
Johanna Bake meneruskan pengelolaan lahan di Land Yemans (Cimanggis). Adriana
Johanna Bake yang hidup mewah selama suaminya menjadi Gubernur Jenderal, kini
harus membanting tulang di bidang pertanian (estate) di Land Yemans. Tampaknya Adriana
Johanna Bake cukup menderita untuk level elit di Oost Indisch. Adriana Johanna
Bake boleh jadi menjadi sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia di
Weltevreden pada tahun 1787. Anak beranak ini meninggal pada interval waktu
enam tahun: Parra Sr (1775); Parra Jr (1781) dan Adriana Johanna Bake (1787).
Habis sudah ‘dinasti’ Parra.
Nasib dinasti Parra berbeda dengan dinasti Riemsdijk.
Pengganti Guebernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra adalah Jeremias van
Riemsdijk. Meski hanya berkuasa singkat dan hanya dua tahun (1775-1777) tetapi
anaka-anak dan istrinya terbilang sukses sebagai pengusaha-pengusaha estate di
berbagai land yang tersebar dari Tandjong Oost (kini Pasar Rebo) hingga
Tjiampea (lokasi dimana IPB sekarang) termasuk Land Tjiampea, Tjibinong, Tapos,
Tjilodong, Kraggan dan Tjiboeboer dan Tnadjong Oost. Keluarga (dinasti) Pada
era Pemerintahan Hindia Belanda, keluarga (dinasti) Riemsdijk termasuk salah
satu yang tersukses (1833).
Dalam hubungannya dengan
sejarah (Kota) Depok yang sekarang membicarakan Saint Martin, Cornelis
Chastelein dan van der Parra (Adriana Johanna Bake) tidak cukup. Pada dasarnya
harus juga membicarakan van Riemsdijk terutama cucunya Scipio van Riemsdijk di
Land Tjilodong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar