*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini
Tanggal 27 Desember 1949 adalah hari pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia setelah berabad-abad lamanya kehadiran mereka. Tanggal ini juga menjadi hari kebebasan Indonesia sebagai negara berdaulat sejak diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun masih ada yang tersisa. Bangsa Indonesia dalam situasi yang terpecah belah. Ada Republik Indonesia dan ada negara-negara federal. Lantas bagaimana di Bekasi. Republiken Bekasi menolak bergabung dengan Federal District Djakarta dan juga menolak klaim Bekasi adalah bagian dari Negara Pasoendan. Bekasi adalah 100 persen Republiken.
Tanggal 27 Desember 1949 adalah hari pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia setelah berabad-abad lamanya kehadiran mereka. Tanggal ini juga menjadi hari kebebasan Indonesia sebagai negara berdaulat sejak diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun masih ada yang tersisa. Bangsa Indonesia dalam situasi yang terpecah belah. Ada Republik Indonesia dan ada negara-negara federal. Lantas bagaimana di Bekasi. Republiken Bekasi menolak bergabung dengan Federal District Djakarta dan juga menolak klaim Bekasi adalah bagian dari Negara Pasoendan. Bekasi adalah 100 persen Republiken.
Detik terakhir KNIL Ambon berangkat ke Belanda, 2 Maret 1951 |
Lantas bagaimana hari-hari terakhir keberadaan
Belanda di Bekasi? Dan bagaimana hari-hari awal kebebasan di Bekasi? Dalam hal
ini, Bekasi merasa bukan bagian dari District Djakarta dan juga bukan bagian
Negara Pasoendan. Apa saja yang terjadi di Bekasi pada periode 27 Desember 1949
hingga 17 Agustus 1950? Tentu saja masih menarik untuk dicatat sebagai satu bab
dalam sejarah Bekasi.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Bekasi 100 Persen Republiken dan Didukung Penuh TNI
Setelah gencatan senjata dan selama proses
persiapan konferensi KMB di Den Haag, District Djakarta/Batavia telah membentuk
pemerintahan federal sendiri. Pemerintahan Federal Djakarta ini terdiri dari
empat district: Stad Batavia (dipimpin oleh Burgemeester) dan Ommelanden van
Batavia yang meiliputi wilayah-wilayah Meester Cornelis, Kebajoran, Bekasi dan
Tangerang. Gubernur berkedudukan di Djakarta dan kedudukan Residen dipindahkan
ke Bekasiweg di Meester Cornelis.
Pada
hari Sabtu tanggal 8 Oktober kantor Residen Ommelanden van Batavia resmi pindah
ke Bekasiweg di Meester Cornelis (lihat Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-10-1949).
Disebutkan dalam peresmian ini turut dihadiri Gubernur Distrik Federal RAA
Hilman Djajadiningrat, Residen R Th Praaning dan Walikota Mr. Sastro Moeljono.
Pada saat perpindahan ibukota Resident Ommelanden
van Batavia ini satu pasukan TNI melakukan infiltrasi di sungai Bekasi (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-10-1949). Sudah barang tentu
pasukan TNI ini adalah bagian pasukan Siliwangi yang dipimpin oleh Colonel AH
Nasution. Sebagaimana diketahui setelah penyerbuan ibukota RI di Jogjakarta
oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan Siliwangi kembali ke Jawa
Barat untuk melakukan gerilya melawan Belanda.
Pasukan
TNI/Siliwangi selama ini bergerilya di selatan Tjiandjoer, selatan Soekaboemi
dan dan di selatan Bogor. Pasukan TNI/Siliwangi dari selatan Jawa Barat inilah
yang diduga telah menyusup ke Bekasi. Sebagaimana diketahui sebelum pasukan
TNI/Siliwangi hijrah ke Jogjakarta pusat komanado berada di Poerwakarta. Namun
setelah kembali dari Jogjakarta pasukan lebih memilih bergerilya di selatan
Jawa Barat.
Berdasarkan
pernjanjian Roem-Royen Pemerintah RI dikembalikan ke Jogajkarta, Soeltan
Hamengkoeboewono yang sendiri di Jogjakarta merasa khawatir terjadi chaos jika
pasukan Belanda dievakuasi dari Jogjakarta. Lalu Soeltan mengerahkan semua
pihak untuk mencari Colonel TB Simatoepang yang dikabarkan memimpin gerilya di
Banaran, Semarang (sementara ada rumor Colonel Soedirman berada di seputar
hutan-hutan di wilayah Kediri). TB Simatoepang tiba, Soeltan merasa lega. Tidak
lama kemudian pasukan Belanda melakukan evakuasi dari Jogjakarta. Soekarno dan
Mohamad Hatta kembali dari pengasingan yang dijadwalkan akan tiba pada tanggal
6 Juli 1949. Soeltan Hamengkoeboewono dan Colonel Simatoepang menyambut
kedatangan Soekarno dan Mohamad Hatta di lapangan terbang Magoewo. Beberapa
hari kemudian para pemimpin PDRI (Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi) tiba
di Jogjakarta. Beberapa hari kemudian Colonel Soedirman dan pasukannya disambut
Colonel Simatoepang di perbatasan kota Jogjakarta. Colonel Soedirman ogah
bertemu dengan Presiden Soekarnio dan Perdana Menteri Mohamad Hatta. Saat itu
Jenderal Soedirman kecewa Presiden Sorkarno dan Perdana Menteri Mohamad Hatta
menyerah setelah Belanda menyerbu dan menguasai Jogjakarta. Saat-saat inilah
Jenderal Soedirman memerintahkan Majoor General AH Nasution kembali ke Jawa
Barat untuk melakukan gerilya dan Colonel TB Simatoepang bergerilya ke
Semarang, sementara Jenderal Soedirman dan pasukannya berangkat bergerilya ke
Bagelan (sebelah barat Jogjakarta). Tidak lama kemudian di Bukittinggi
diumumkan PDRI yang dipimpin oleh Mr. Sjafroeddin Prawiranegara dengan
mengangkat Colonel Hidayat sebagai Panglima baru. Sejak itu pangkat Soedirman
dan AH Nasution dikalibrasi menjadi Colonel.
Setiba
pasukan Siliwangi di Jawa Barat, Colonel AH Nasution mengurangi sebagian
pasukan dan memerintahkan satu pasukan melanjutkan perjalanan melalui Banten untuk
menambah kekuatan di Sumatra Utara. Pasukan ini dipimpin oleh Colobnel
Kawilarang (rekan AH Nasution semasa pelatihan militer di Bandoeng) yang
dibantu oleh perwira Majoor Ibrahim Adji (komandan pertempuran di Tjitajam) dan
Majoor Pryatna. Pasukan ini di sebelah timur Sumatra Utara hingga ke Tapanuli
Selatan (kampong halaman Colonel AH Nasution). Di Tapanoeli Selatan pasukan
Majoor Ibrahim Adji dan pasukan Majoor Maraden Panggabean (kelak menjadi
Panglima ABRI) berkolaborasi untuk melawan Belanda yang datang dari Sibolga. Tapanuli
Selatan, kampong AH Nasution adalah jalur dari utara menuju ibukota PDRI di
Bukittinggi. Pasukan Siliwangi inilah satu-satunya pasukan TNI yang melakukan
perjalanan jauh antar kota antar provinsi untuk menjaga dua ibukota RI di
pengungsian (Jogjakarta dan Bukittinggi). Majoor Pryatna dan Majoor Muffreni
Moein adalah andalan Colonel AH Nasution selama Siliwangi bermarkas di
Poerwakarta. Majoor Pryatna lahir di Lebak dan kali pertama ditempatkan di
garis pertahanan sungai Bekasi. Pasca aksi polisional pertama (agresi militer
Belanda I) pasukan Pryatna termasuk yang harus hijrah ke Jawa Tengah. Pasukan
Majoor Pryatna termasuk di dalam penumpasan komunis di Madiun.
Pasukan TNI/Siliwangi yang sudah masuk ke Bekasi
diduga adalah pasukan pertama yang telah mendekati ibukota Batavia setelah
gencatan senjata diumumkan. Tidak diketahui pasukan ini dipimpin oleh siapa.
Besar dugaan yang paham betul lika-liku antara Soekaboemi hingga Bekasi adalah
Majoor Oking (kelahiran Tjitrap). Majoor Oking adalah salah satu andalan
Colonel AH Nasution ketika di Madioen. Sementara itu, militer Belanda/KNIL telah
melakukan pergeseran. Satu batalion KNIL pada tanggal 13 Oktober 1949 telah
diberangkatkan dari Tandjoeng Priok dengan kapal Waterman kembali ke Belanda.
Batalion ini adalah batalion 3-12 R.I (lihat Provinciale Drentsche en Asser
courant, 26-10-1949).
Batalion
3-12 R.I adalah pasukan Belanda yang pernah melakukan tindakan brutal di
Rawagede. Batalion ini dibentuk di Assen, Belanda tanggal 2 Mei 1946 yang
merupakan gabungan dari tentara dari Groningen, Friesland dan Drenthe. Pada
tanggal 27 September 1946 bataljon berangkat ke Indonesia dan tiba tanggal 23
October 1946 di Tandjong Priok. Batalion ini kemudian menggantikan Inggris di
sektor Bekasi, Oost van Batavia. De bekendste acties aldaar zijn de
„blubber"-acties tegen Babelan-Babakan in het Noorden en tegen het
„seinhuisje" en Palmbos ten Oosten van Bekasi. Pada aksi polisional
pertama (agresi militer Belanda I) pasukan 3-12 R.I. merangsek ke Krawang dan Tjikampek.
Batalion 3-12 R.I boleh jadi dievakuasi lebih
awal karena banyak dosa dan khawatir akan menjadi target laskar dan pasukan TNI
yang mulai merapat ke Djakarta. Nieuwe Apeldoornsche courant, 01-11-1949
melaporkan pasukan ini akan tiba di Rotterdam tanggal 5 November 1949.
Pasukan
TNI mulai menancapkan kukunya di seputar Batavia/Djakarta. Sebanyak dua
batalion dikerahkan mendekati Batavia. Batalion infantri di sebelah barat di
Tangerang dan batalion brigade mobil di timur di Bekasi. Pasukan ini dibawah
komando Luitenent Colonel Taswin. Kemudian menyusul batalion Kalahitam dari
Tjiandjoer dan batalion Siloeman dari Serang. Komandan batalion wilayah barat
dipimpin oleh Kapitein Djauhari dan
wilayah timur dipimpin oleh Kapitein Dodong (lihat Java-bode : nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-12-1949).
Pengakuan Kedaulatan Indonesia: Transfer Militer
Ada pemerintahan federal yang didukung oleh
militer Belanda.Sementara pemerintahan RI, militernya, TNI bergerilya
dimana-mana. Pada saat pengakuan kedaulatan, tidak hanya pemerintahan yang
ditransfer tetapi juga militer Belanda (KNIL) ke militer Indonesia (TNI).
Sialnya,
pemerintahan federal, setelah evakuasi militer Belanda praktis tidak memiliki
tentara. TNI adalah militer yang ada di era RIS. Para pribumi yang menjadi KNIL
menjadi mati langkah serba gamang. Sebaliknya, para perwira-perwira yang selama
ini bergerilya di hutan-hutan mulai mengisi pos-pos penting di jajaran militer
pasca pengakuan kedaulatan ini (RIS).
Peristiwa penting ini ditandai ketika Perdana
Menteri Moehamad Hatta menerima piagam pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu
Belanda di Amsterdam tanggal 27 Desember 1949, Sementara itu Soeltan
Hamengkoeboewono melakukan serahterima pengakuan kedaulatan di Istana dengan Mr.
Lovin (Penguasa tertinggi NICA/Belanda).
Dari pihak militer/TNI, Soeltan didampingi oleh Colonel TB Simatoepang.
Sementara Presiden Soekarno masih di Jogjakarta (wait en see).
Lima tokoh penting awal pengakuan kedaulatan Iandoneisa |
Sementara panglima belum ditunjuk, di jajaran
komando yang lebih rendah telah lebih dahulu dibentuk dan mengisi pos
masing-masing. Sudah barang tentu ini dimaksudkan untuk menggantikan posisi
yang akan ditinggalkan oleh militer Belanda. Di Distrik Federal Djakarta
diangkat seorang Gubernur Militer.
Siapa
yang melakukan itu, tentulah Kementerian Pertahanan (RIS) yang dipimpin oleh
Soeltan Hamengkoeboewono. Lalu Gubernur militer distrik federal Jakarta membentuk
jajarannya sendiri hingga ke bawah. Tugas Gubernur Militer Djakarta tidak hanya
untuk pertahanan teritorial, juga untuk menjaga keamanan ketika pasukan Belanda
melakukan evakuasi menuju pelabuhan Tandjoeng Priok. Pasukan Belanda akan
mengalir dari Bandoeng, Tjimahi, Padalarang, Karawang, Poerwakarta, Bekasi dan
Tangerang serta dari Soekaboemi dan Buitenzorg. Markas TNI berada di
Tjiandjoer.
Prosesi
evakuasi militer Belanda di bawah pengawasan TNI sudah pernah dilakukan ketika
pemimpin RI kembali ke Jogjakarta pada bulan Juni 1949. Soeltan
Hamengkoeboewono dan Colonel TB Simatoepang melepaskan pasukan Belanda yang dievakuasi
dari Jogjakarta ke Semarang. Saat evakuasi militer di Djakarta ini, Soeltan
Hamengkoeboewono dan Letnan Jenderal TB Simatoepang sudah berada di Djakarta
dan mereka berdua telah berpengalaman untuk urusan itu. Tentu saja Majoor
Generaal Abdul Harus Nasution sudah merapat ke Djakarta. Jenderal Soedirman
tidak bisa hadir karena sakitnya semakin parah. Jenderal Soedirman dikabarkan
meninggal dunia di Jogjakarta pada tanggal 29 Januari 1950.
Dalam tugasnya, Gubernur Militer Djakarta/West
Java (Colonel Soebroto) kemudian mengumumkan Distrik Federal Djakarta dibagi
menjadi tiga wilayah teritorial (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-12-1949).
Disebutkan
Komando militer distrik federal Djakarta Raya adalah sebagai berikut: Komando Militer
Kota Tandjung Priok, Komando Militer Kota Jakarta (KMK Jakarta) dan Komando
Militer Kota Djatinegara. Komando Daerah Ommelanden dibagi menjadi 2 area,
yaitu: Teritorial wilayah Bekasi memiliki 6 KODM yakni di Bekasi, Kramatdjati,
Tjibinong, Tjilintjing, Pulogadung, Pasar Minggu; Teritorial wilayah Tangerang
memiliki 3 KODM, yakni Tangerang-Udik, Tangerang-Ilir dan Kebajoran.
Setelah meninggalnya Jenderal Soedirman, Colonel
TB Simatoepang dan Colonel AH Nasution yang telah dipromosikan menjadi KASAP
dan KASAD, maka praktis pertahanan RI mulai dipusatkan di Djakarta (sebelumnya
di Jogjakarta). Perwira-perwira Siliwangi mulai ditingkatkan kemampuannya
melalui pendidikan singkat untuk memenuhi kebutuhan teritorial, terutama di
wilayah Jawa Barat, Djakarta dan Banten. Pasukan Siliwangi yang ‘dipinjamkan’
ke Sumatra Utara dikembalikan lagi ke Jawa Barat.
Dapat
dibayangkan bagaimana sukacita para TNI di Divisi Siliwangi, suatu divisi yang
paling menderita selama perang kemerdekaan. Tidak hanya terusir dari Jawa Barat
saat menguatnya Negara Pasoendan dan melakukan long march ke Jawa Tengah (pp),
juga saat harus bertempur mati-matian menumpas komunis di Madioen. Kini,
pasukan Siliwangi tengah barada di atas angin, semua pasukan sudah mulai terhubung
kembali dan tentu saja mulai melakukan perhitungan terhadap DI/TII.
Dalam
iring-iringan pasukan Belanda yang melakukan evakuasi dari Bandoeng
(pasundan-bataljon van het KNIL) terjadi insiden di pos militer di stasion dengan
jembatan Bekasi (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 25-02-1950). TNI
yang berada di sekitar pos melancarkan tembakan kepada gerbong kereta konvoi
Belanda yang paling belakang (satu tewas, tida luka berat dan dua luka ringan).
Pimpinan konvoei Belanda memprotes dan kemudian mendatangi rumah komandan TNI
Bekasi Kapitein Asmara (lihat Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant
en Vrije Twentsche courant, 25-02-1950).
Sementara urusan TNI sedikit mereda (setelah
evakuasi besar-besaran militer Belanda), tetapi urusan sipil masih pasang
surut. Gerakan membubarkan RIS dan mendukung pembentukan NKRI semakin menguat.
Pemerintah Kerajaan Belanda yang masih memiliki kepentingan di Indonesia (RIS)
mulai was-was. Tidak ada kemampuan KNIL lagi di Indonesia, sementara TNI
semakin menguat. TNI hanya terserah kepada siapa tuannya: pemimpin RIS atau pemimpin
NKRI.
Pemimpin
Negara Pasoendan mulai tahu diri. Tuannya Belanda sudah mulai berkurang
pengaruhnya di Indonesia sehubungan dengan semakin menguatnya semangat NKRI
(yang tentu saja lebih disukai oleh TNI). Para pentolan Anti Negara Pasoendan di
Jawa Barat (termasuk di Bekasi) mulai berbicara banyak. Akhirnya Negara
Pasoendan membubarkan diri dan secara otomatis para pemimpin RI di Jawa Barat
mulai muncul.
Sehubungan dengan semakin menguatnya semangat
NKRI, TNI juga mulai beralih ke tupoksi asli (pertahanan dan keamanan) dan
kembali ke markas. Kepemimpinan darurat (milter) mulai diserahkan dari kepemimpinan
militer ke kepemimpinan sipil.
Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indiem, 01-08-1950:
‘Sesuai dengan Perintah Komandan Militer Djakarta Raya tanggal 27 Djuli 1950,
maka dengan ini diumumkan bahwa pemyerahan kekuasaan pemerintah dari pihak
tentara kepada djawatan sipil dilaksanakan menurut berikut: (a) Daerah
Tangerang oleh PDM Tangerang kepadsa PT Bupati Tangerang pada tanggal 2-8-1950
bertempat di Kabupaten Tangerang; (b) Daerah Bekasi oleh PDM Djatinegara
kepadsa PT Bupati Djatinegara pada tanggal 3-8-1950 bertempat di Kabupaten
Djatinegara; (c) Daerah Tjibinong yang administratif termasuk daerah Kabupaten
Bogor oleh PDM Jatinegara kepada PT Bupati Bogor (belum ditetapkan tanggal) bertempat
di Kabupaten Bogor.
Dalam penyerahan militer ke sipil ini masih ada
yang tersisa yakni soal nama Djatinegara itu sendiri. Dalam fase inilah terjadi
proses politik untuk menggantikan nama Djatinegara dengan Bekasi. Lalu pada
tanggal 15 Agustus 1950 nama Kabupaten Djatinegara disetujui menjadi nama
Kabupaten Bekasi. Namun dalam perkembangannya, sesuai dengan peraturan No 14
tahun 1950 tentang pembentukan kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten
Bekasi dimasukkan ke Provinsi Jawa Barat yang mana sebagian wilayahnya menjadi
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Djakarta (lihat Algemeen Indisch dagblad : de
Preangerbode, 04-11-1950).
Dibubarkannya
RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 dan dibentuknya NKRI pada tanggal 18 Agustus
1950 dengan sendirinya Pemerintah RI di Jogjakarta membubarkan diri. Saat itu
Perdana Menteri RI adalah Abdul Halim dan Wakil Perdana Menteri RI adalah Abdul
Hakim Harahap (mantan Residen Tapenoeli).
Dengan disahkannya undang-undang yang baru ini,
saat inilah nama kabupaten Djatinegara secara resmi telah diubah menjadi
Kabupaten Bekasi (lihat Nieuwe courant, 07-11-1950). Di dalam undang-undang
yang baru ini Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang seakan dipisahkan dari
Djakarta menjadi Provinsi Jawa Barat. Padahal secara historis tidak demikian.
Nieuwe courant, 07-11-1950 |
Kabupaten Bekasi sendiri dalam undang-undang baru
ini terdiri dari Kewedanan Bekasi, Tamboen, Tjikarang dan Serengseng
(Soekatani). Ibukota kabupaten untuk sementara waktu (tetap) berada di
Djatinegara (wilayah Provinsi Daerah Khusu Ibukota Djakarta), tetapi itu akan dipindahkan
ke Tamboen. Lalu kemudian ibukota Kabupaten Bekasi tidak di Tamboen, tetapi di
Bekasi.
Dalam
hal ini, di masa lampau Meester Cornelis dan Bekasi adalah dua afdeeling
terpisah. Afdeeling Meester Cornelis terdiri dari onderafdeeling Meester
Cornelis dan obndeafdeeling Kebajoran. Di Meester Cornelis ditempatkan seorang
Asisten Residen sedangkan di Afdeeling Bekasi ditempatkan seorang Schout. Dalam
hal ini struktur pemerintahan disebut Regentschap Meester Cornelis yang
dipimpin oleh Asisten Resident yang juga membawahi (schout) Bekasi. Oleh
karenanya adakalanya nama administratif disebut Regentschap Meester Cornelis en
Bekasi, Residentie Batavia (Province West Java). Sehubungan dengan penataan
wilayah (era NKRI) wilayah Meester Cornelis dimasukkan ke provinsi yang baru
(Provinsi DKI Djakarta) dan wilayah Bekasi tetap berada di dalam Provinsi Jawa
Barat. Nama Meester Cornelis sendiri telah diubah pada saat pendudukan Jepang
(lihat Het volk : dagblad voor de arbeiderspartij,
01-09-1942), Namun setelah kembalinya
Belanda/NICA Djatinegara disebut kembali namanya seperti sebelumnya (Meester
Cornelis).
Hal yang
mirip dengan ini pada wilayah administrasi yang lebih rendah adalah District
Tjibaroesa, Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia. District Tjibaroesa
terdiri dari onderdistrict Tjilengsi, onderdistrict Tjibaroesa dan
onderdistrict Tjipamingkis. Pada saat penataan wilayah di Provinsi Jawa Barat
(peraturan No 14 tahun 1950) wilayah onderdistrict Tjibaroesa dimasukkan ke
dalam wilayah Kabupaten Bekasi, sedangkan onderdistrict Tjilengsi tetap menjadi
Kabupaten Bogor (Afdeeling Buitenzorg). Dalam hal ini (land/onderdistrict(
Tjibaroesa tidak pernah menjadi bagian dari district Bekasi dan baru menjadi
bagian district/kabupaten Bekasi setelah NKRI. Sebaliknya, selama ini land
Tjakoeng adalah bagian dari district Bekasi, tetapi dengan penataan yang baru
ini wilayah Tjakoeng dimasukkan ke wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Djakarta. Oleh karenanya, penataan dalam hal ini adalah penyesuaian kembali
wilayah sesuai situasi dan kondisi faktual yang ada pada saat penataan itu
dilakukan.
Detik terakhir berakhirnya Belanda di Bekasi
ketika iring-iringan terakhir evakuasi pasukan Belanda ini adalah sebanyak 325
tentara KNIL Ambon dari Bandoeng dan Tjimahi yang akan diberangkatkan ke
Belanda dengan kereta api terakhir (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode,
27-02-1951). Dengan menggunakan kereta tambahan (extra trein) mereka dari
Bandoeng melintas di Bekasi. Pasukan Belanda berkulit coklat ini akan
diberangkatkan ke Belanda pada tanggal 2
Meret.
Trouw, 01-03-1951 |
Detik permulaan untuk merehabilitasi para pejuang
dan TNI yang gugur selama perang kemerdekaan di area pertempuran Bekasi dan
Karawang adalah membangunn monumen perjuangan di desa Rawabamboo, sebelah timur
kota Karawang (lihat De nieuwsgier, 12-11-1951).
De nieuwsgier, 12-11-1951 |
Panglima Teritorium III West Java/Siliwangi
kemudian digantikan oleh Kolonel Kawilarang yang baru pulang dari Sumatra
Utara. Kawilarang yang konsisten berjuang antar kota antar provinsi lupa bahwa
dirinya tidak sempat menikah. Baru tanggal 17 Oktober 1952 Kawilarang
melangsungkan pernikahannnya (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-10-1952). Sobatnya Kawilarang,
Kolonel AH Nasution tidak sempat menghadirinya, karena memimpin demonstrasi ke
Istana.
Demonstrasi Militer: 27 Oktober 1952
Kolonel Abdul Haris Nasution bukanlah tentara
biasa. Kolonel Abdul Haris Nasution berlatar belakang sebagai seorang guru yang
mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tidak hanya keberanian,
kejujuran dan etika juga adalah modal perjuangan. Meski seluruh pasukan Belanda
telah pulang kampong, perjuangan bagi Kolonel Abdul Haris Nasution belum
selesai. Kolonel Abdul Haris Nasution mulai melihat tujuan bernegara sudah
mulai melenceng. Parlemen mulai merecoki pemerintahan. Anehnya Presiden
Soekarno meladeninya. Majoor Generaal Abdul Haris Nasution, sebagai KASAD mengerahkan
militer untuk melakukan demonstrasi ke Istana untuk memprotes langsung kepada
Presiden Soekarno pada tanggal 17 Oktober 1952. Demonstran dengan yel-yel
‘Boebarkan Parlemen’. Dalam demo ini juga massa datang dari Bekasi (lihat De nieuwsgier, 18-10-1952).
De nieuwsgier, 18-10-1952 |
Atas kejadian ini Majoor General Abdul Haris
Nasution dipecat, lalu kemudian Jenderal TB Simatoepang juga dipecat.
Belakangan Soeltan Hamengkoeboewono sebagai rasa solidarits sesama rekan
seperjuangan mengundurkan diri sebagai Menteri Pertahanan. Lalu Menteri
Pertahanan dirangkap oleh Perdana Menteri.
De nieuwsgier, 18-10-1952 |
Ketika Boerhanoeddin Harahap menjadi Perdana
Menteri tahun 1955 (yang juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan) meminta
Menteri Negara Pertahanan Abdul Hakim Harahap (mantan Wakil Perdana Menteri RI
di Jogjakarta) untuk mengumpulkan semua kolonel di Indonesia untuk memilih
pimpinannya.
Lalu
muncul dua nama: Kolonel Abdul Haris Nasution dan Kolonel Zulkifli Lubis.
Akhirnya yang terpilih adalah Kolonel Abdul Haris Nasution. Pertemuan seluruh
kolonel ini diadakan di Jogjakarta.
PM Boerhanoeddin Harahap mengajukan nama Kolonel
Abdul Haris Nasution kepada Presiden Soekarno sebagai KASAD. Presiden Soekarno
tidak bisa mengelak dan setuju. Sejak itu Abdul Haris Nasution (kembali) menjadi
KASAD.
Boerhanoeddin
Harahap adalah ketua Masjumi. Abdul Hakim Harahap pernah menjadi ketua Masjumi
di Tapanoeli. Mendamaikan dua faksi di dalam tubuh militer (TNI) salah satu kontribusi
penting Masjumi. Kontribusi lainnya adalah sukses menjalankan Pemilu (pertama)
tahun 1955.
Satu
tokoh Masjumi yang penting adalah Zainoel Arifin Pohan, Panglima Hixbullah Jawa
Barat dalam perang kemerdekaan. Pada tahun 1954 Zainoel Arifin Pohan, Ketua
Komisi Pertahanan Parlemen (dari Masjumi) menginisiasi pembentukan lahirnya
Partai NU. Zainoel Arifin Pohan kemudian menjadi Ketua Partai NU. Pada Pemilu
1955 Partai NU meraih suara tiga besar di bawah Masjumi dan PNI. NU di luar
Jawa hanya terdapat di Sumatra Utara yakni di Kotanopan, Padang Sidempoean dan
Medan. Kotanopan adalah kampong halaman AH Nasution, Zulkifli Lubis dan
Zainoerl Arifin Pohan; sementara Padang Sidempoean adalah kampong halaman
Boerhanoeddin Harahap, Abdul Hakim Harahap dan Madmuin Hasibuan.
Pada saat dibentuk dewan di Djatinegara, Majoor
Madmuin Hasibuan dipilih sebagai ketua dewan (DPRD) Kabupaten Bekasi (lihat Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-01-1953). Majoor Madmuin Hasibuan juga adalah pengurus pusat
Partai Masjumi. Majoor Madmuin Hasibuan juga adalah sekreteris pribadi Perdana
Menteri Boerhanoeddin Harahap. Kiprah terakhir dari Majoor Madmuin Hasibuan
adalah anggota DPRD Provinsi Jawa Barat di Bandoeng (lihat Algemeen Indisch
dagblad : de Preangerbode, 22-06-1957).
Majoor
Madmuin Hasibuan adalah komandan Tjilintjing yang pada saat jatuh peswat Dakota
yang membawa tentara Sekutu/Inggris di Rawagatel, Tjakoeng, Bekasi pada tahun
1946, yang memimpin pengepungan dan berhasil menawan semua militer Sekutu/Inggris.
Demikianlah detik-detik berakhirnya Belanda di
Indonesia dan detik-detik awal perjalanan bangsa Indonesia. Anda ingin menulis
sejarah baru, jangan lupa sejarah lama.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar