*Untuk melihat semua artikel
Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini
Di internasional nama Carstensz Top begitu top, di tingkat nasional Carstensz Top di pedalaman Papua yang lebih dikenal Puncak Jaya (Piramida Carstensz) di Pegunungan Jayawijaya terkenal karena gunung tertinggi di Indonesia. Uniknya di pegunungan di tropis ini terdapat lapisan es yang bersifat abadi (Carstensz Glacier). Pegunungan pedalaman Papua ini menjadi hulu banyak sungai termasuk dua sungai besar Sungai Membramo dan Sungai Digul.
Lantas bagaimana sejarah Puncak Carstenz di pegunungan Jayawijaya? Lalu apa pentingnya sejarah Puncak Carstenz? Itu hanyalah sekadar puncak gunung, tetapi yang lebih penting adalah untuk memahami puncak-puncak sejarah di pedalaman Papua. Dalam hal ini peran peneliti-peneliti tempo doeloe penting karena menjadi kunci membuka ruang pertumbuhan dan pengembangan di pedalaman Papua. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Jan Carstensz: Arsip Kuno Gunung Carstenz Ditemukan
Tempo doeloe, gunung dan puncak gunung salah satu penanda navigasi pelayaran yang penting. Awalnya penanda navigasi adalah pulau, teluk, tanjung dan selat yang kemudian ditandai pada peta yang dipublikasikan. Lalu dalam perkembanganya penanda navigasi sekunder mulai ditambahkan seperti (muara) sungai, nama tempat dan nama gunung. Pada era Portugis, pelaut-pelaut Portugis mengidentifikasi salah satu gunung di pantai barat (pulau) Sumatra yang dapat dilihat dari laut yang mereka identifikasi dengan nama Ophir (gunung Pasaman). Nama itu mereka kutip dari kitab suci Injil.
Pada era Belanda (VOC) yang berpusat di Batavia, Gubernur Jenderal mengirim satu ekspedisi ke Nova Guinea pada tahun 1623 yang dipimpin oleh Kaptein J Carstenz. Pengetahuan itu baru terinformasikan pada tahun 1859 setelah buku berjudul Mededeelingen uit het Oost Indisch Archief yang ditulis oleh Mr LCD van Dijk yang didalamnya termasuk penemuan wilayah Papua 1623 (lihat Algemeen Handelsblad, 28-09-1859). Tampaknya ada yang kurang dari buku van Dijk tersebut. Sumber van Dijk tidak lengkap. Indikasi itu dapat diketahui pada tahun 1866 (lihat Nederlandsche staatscourant, 18-02-1866). Disebutkan bahwa pelayaran Carstenz ke Papua sangat penting karena inilah pelayaran pertama Belanda ke Papua (Nova Guinea). Akan tetapi sumber yang digunakan van Dijk tidak lengkap karena peta pelayaran Kaptein J Carstenz yang mengidentifikasi gunung tertinggi di Papua hilang dan baru ditemukan kemudia (setelah buku van Dijk terbit).
Tulisan-tulisan yang kerap dipersepsikan di Eropa bahwa gunung tertinggi di Hindia adalah gunung Ophir, tampaknya memancing minat dua orang pemanjat gunung terkenal di Eropa untuk membuktikan ketinggian gunung Ophir. Mr. Horner dan Krusenstern benar-benar membuktikannya (lihat Leydse courant, 19-11-1838).
Leydse courant, 19-11-1838: ‘De beklimming van den berg Ophir, door L. Horner, medegedeeld uit eetien brief aan H. L. Ostiioff. Setelah tinggal di Parit Batoe pada tanggal 9 Mei, saya yakin bahwa saya dapat mendaki Ophir yaitu, atau puncaksebelah timur, yang disebut Gooenoeng Telamau disini. Puncak sebelah barat, setidaknya setengah lebih rendah, disebut Goenoeng Passaman. Tidak ada seorang pun, baik Melayu atau Eropa, yang memanjatnya. Dikatakan seorang Malim (guru agama) yang mencoba mengirim doanya kepada Tuhan disana, tetapi harus menahan diri darinya. bahwa ada di atas danau kecil {Telaga}, penuh ikan, bahwa ikan ini sangat mudah ditangkap dan bahkan dapat direbus dan dimakan, tetapi begitu seseorang ingin memakannya, mereka meloncat kembali ke danau. Kepala daerah yang paling setuju bahwa gunung di sisi utara harus didaki, kebetulan di Parit Batoe seorang pria yang memiliki ladang (sawah kering) di kaki gunung, dekat kampung Sawa lima jam di timur laut, dari Parit Batoe. Jalur ini dulunya untuk menjerat kambing liar (antelope suraatrensis) yang memanjat gunung dengan baik, dan berpikir lebih baik naik lebih tinggi lagi. Letnan Donleben, komandan distrik Ophir, yang ingin sekali mendaki gunung yang terkenal ini, segera memerintahkan para kepala kampung di pagi hari di kampung Sawa berkumpul...Setelah saya meninggalkan botol kosong dengan kertas di dalamnya dengan tanggal dan semua nama pendaki Ophirs yang sampai di puncak tertinggi, saya memerintahkan semua untuk turun kembali. Kami bermalam. Keesekan harinya tanggal 35 Mei kami melajutkan penurunan dan pukul tiga sore kami tiba di kampong Sawa lagi. Pada pagi hari tanggal 36 Mei pukul delapan saya sudah menuju Parit Batoe dan tiba bukul 11 di Parit Batoe..’.
Gunung Ophir adalah gunung pertama di Indonesia (baca: Hindia Belanda) yang pertama diikur secara langsung.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pengukuran Carstenz Top: Peneliti-Peneliti Flora dan Fauna Tempo Doeloe di Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar