*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina dalam blog ini Klik Disini
Apa hubungan antara Filipina dan Indonesia? Kita sudah deskripsikan dalam banyak artikel. Namun sejarah hubungan Indonesia dan Filipina tentu saja tidak hanya sebelum kemerdekaan Indonesia. Sejarah hubungan Indonesia dan Filipina bahkan masih berlangsung hingga Presiden Soekarno. Lantas apa yang manarik sejarah Presiden Soekarno dalam hubungan politik antara Filipina dan Indonesia. Tentu saja itu sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Sebagai dua negera republik di Asia Tenggara, tentu saja hubungan Indonesia dan Filipina memiliki kekhususan. Dalam hal inilah hubungan Presiden Soekarno dengan para presiden dari Filipina. Lalu seberapa dekat hubungan (politik) antara Filipina dan Indonesia semasa Presiden Soekarno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Filipina dan Indonesia: Presiden Soekarno
Hubungan di antara penduduk di kepulauan Hindia Timur sudah berlangsung sejak zaman kuno (dengan lingua franca bahasa Melayu). Hubungan itu mulai dibatasi setelah terbentuknya Hindia Timur Spanyol (Filipina( dan Hindia Timur Belanda (Indonesia). Hubungan secara pemerintahan baru terbentuk secara nyata sejak Filipina di bawah kekuasaan Amerika Serikat. Pada tahun 1901 Konsul Hindia Belanda di Manila (Filipina) sudah dibentuk. Namun tidak ada konsul Filipina di Indonesia, yang ada adalah Konsul Amerika Serikat di Hindia Belanda. Konsul Amerika Serikat juga membawa kepentingan Filipina di Hindia Belanda.
Selain ada konsul Inggris (yang juga terkait kepentingan Semenanjung Strait Settleents di Penang dan Singapoera) di beberapa kota di Hindia Belanda, seperti di Batavia dan Medan, juga ada konsul negara-negara lain, Konsul China dan konsul Jepang, selain ada di Batavia juga ada di Medan. Tentu saja ada konsul Australia dan negara lainnya.
Pada saat penduduk Jepang, Filipina dan Indonesia memiliki ‘tuan’ yang sama: Kaisar Jepang. Pada saat pendudukan Jepang, Filipina dipimpin oleh Presiden José P. Laurel (14 Oktober 1943-14 Agustus 1945) dan Indonesia oleh Ketua Putra Ir Soekarno. Namun sejauh ini tidak ada keterangan yang dapat ditemukan apakah pernah Laurel dan Soekarno bertemu.
Pada saat Laurel di era pendudukan Jepang, Presiden Filipina L. Quezon (sejak 1935) melarikan diri ke Amerika Serikat (dan meninggal 1 Agustus 1944) dan digantikan Sergio Osmela (hingga 28 Mei 1946). Sebagai pengganti Osmela adalah Manuel Roxas yang mengikuti penyerahan kemerdekaan Filipina dari Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1946. Elpidio Quirino menggantikan Roxas pada tanggal 17 April 1948.
Hubungan politik anatara Filipina dan Indonesia baru muncul sejak Indonesia dan Filipina merdeka. Pada tahun 1949 Pemerintah Republik Indonesia mulai membuka hubungan politik dengan Republik Filipina. Sifatnya belum formal tetapi rasa persaudaraan diantara dua negara republik sudah terasa. Ini dapat diketahui ketika Presiden Soekarno mengutus Menteri AA Maramis ke Filipina.
Republik Indonesia saat itu belum lama melakukan gencatan senjata dengan Pemerintahan NICA (Belanda) dan sedang mempersiapkan perundingan lebih lanjut. Saat itu Ir. Soekarno masih berada di pengasingan di Parapat (Sumatra Utara) setelah agresi militer Belanda bulan Desember 1948 dimana Presiden Republik Indonesia Soekarno dan pejabat lainnya ditangkap di ibu kota pengungsian di Jogjakarta. Perundingan akan di adakan di Den Haag Belanda (KMB). Untuk sekadar catatan tambahan bahwa pada saat Maramis bertemu Presiden Filipina di Manila, di Jakarta diberitakan Panglima NICA, Jenderal Spoor meninggal.
Salam dari Presiden Indonesia kepada Presiden Filipina ini haruslah dianggap penting. Sebab situasi dan kondisi di Indonesia belum menentu. Pemerintahan NICA Belanda masih terbilang kuat. Sementara di Filipina, seperti disebut di atas, sudah sepenuhnya merdeka sejak 4 Juli 1946. Filipina sendiri sudah menjadi anggota PBB. Dukungan Filipina di Dewan Keamaan PBB inilah yang diingat Presiden Soekarno.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Presiden Soekarno Berkunjung ke Filipina
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar