*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini
Kanal
pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah sodetan sungai untuk menghubungkannya
ke sungai lain atau ke laut yang awalnya hanya ditujukan untuk jalan tol air.
Kanal semacam ini dimulai di Batavia. Pembangunan kanal kemudian juga ditujukan
untuk pengalihan banjir dan fungsi drainase. Lalu berikutnya untuk pengembangan
pertanian beririgasi modern. Bagaimana dengan di wilayah Banyumas? Kanal
pertama yang dibanguna adalah kanal Kali Osso.
Kisah Sungai Kali Yasa, Terusan Suez-nya Cilacap. Suryanews.com. 7 Apr 2021. Kondisinya, tidak ada jalan darat memadai menghubungkan daerah pedalaman dengan Cilacap, kecuali sungai Serayu, sungai terpanjang yang dapat dilayari ke pedalaman. Dari ibukota Banyumas ke atas (utara) sungai dapat dilayari 24 Km, ke bawah (selatan) menuju Cilacap 40 Km sampai ke laut. Penamaan kanal diambil dari proses pembuatannya, Kali Yasa bahasa Jawa berarti gawe, kali yang dibuat. Pegiat sejarah Cilacap Thomas Sutasman mengatakan, waktu itu kopi dan tembakau merupakan jenis barang ekspor penting dari pelabuhan Cilacap. Residen G. de Seriere optimis akan terjadi peningkatan pelayaran ke Cilacap sebagai dampak naiknya produksi dari daerah pedalaman. Tahun 1836 hanya ada tiga kapal yang membawa kopi dari Cilacap langsung ke Nederland, yaitu Schelde, Aurora, dan Elisabeth. Kendala perkembangan di Cilacap, kata dia, tersendatnya pengangkutan dari muara Sungai Serayu ke pelabuhan Cilacap. Kendala coba dipecahkan membuat kanal atau terusan menghubungkan Serayu dengan pelabuhan Cilacap. Upaya menggali kanal berlangsung berkali-kali sejak 1832 sampai 1836, hingga berhasil. “Tenaga kerja dikerahkan sehari sebanyak 1.800 orang, dibawah perintah dua bupati dimana setiap 14 hari bergantian. Total biaya dihabiskan pembangunan kanal sebesar 90.000 gulden,” kata Sutasman. Setelah selesai dibangun, produk dari pedalaman Banyumas lebih cepat dikirim ke Cilacap, tanpa melalui pantai selatan Jawa. Terusan Kali Yasa dari sungai Serayu ke pantai Cilacap berjarak 28-30 pal, berfungsi sebagai jalur pelayaran dan irigasi, disamping mengurangi bahaya banjir di daerah pantai selatan. Gubernur Jenderal Dominique Jacques de Eerens yang mendampingi Pangeran Hendrik 1837, menyempatkan diri melakukan perjalanan air dari Banyumas ke Cilacap, ditempuh dalam sembilan hari. (https://serayunews.com/)
Lantas bagaimana sejarah kanal di Banyumas, kanal Kali Osso di Cilacap? Seperti disebut di atas, kanal pertama di wilayah Banyumas adalah kanal Kali Osso, yang ditujukan untuk peningkatan lalu lintas air (tol air sungai). Lalu kemudian pembangunan kanal ditujukan untuk pengadaan irigasi untuk pengembangan pertanian di Banyumas. Lalu bagaimana sejarah kanal di Banyumas, kanal Kali Osso di Cilacap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Kanal di Banyumas, Kanal Kali Osso di Cilacap; Pembangunan Kanal Irigasi Pengembangan Pertanian di Banyumas
Pasca Perang Jawa (1825-1830) Pemerintah Hindia Belanda banyak mengeluarkan biaya. Johannes van den Bosch yang belum lama diangkat sebagai Gubernur Jenderal menerapkan program tidak lazim, Program tersebut mengubah koffiecultuur menjadi koffistelsel. Program lain yang juga untuk mendukung devisa, produk eskpor gula dan indigo ditingkatkan. Program tersebut tampaknya berhasil yang dengan segera mengisi pundi-pundi pemasukan pemerintah. Namun pemerintah cepat menyadari karena program itu berdampakn pada ketersediaan pangan, sebab banyak tenaga kerja diarahkan untuk tanaman ekspor.
Untuk mengatasinya persoalan baru, program pembangunan pertanian semakin
diintensifkan dengan merancang program pencetakan sawah baru. Untuk itu di
berbagai wilayah di Jawa disegerakan untuk pembangunan kanal-kanal irigasi di
Banten, Buitenzorg, Preanger, Krawang, Tegal, Pekalongan, Semarang, Rembang, Bagelan
dan lainnya termasiuk di Banjoemas. Harga tanah pertanian segera meningkat dan
untuk mengantisipasinya pemerintah tahun 1833 melarang penjualan tanah-tanah
sawah di Banten, Preanger, Cheribon, Tagal, Pekalongan, Samarang, Kedoe,
Banjoemas, Bagelen, Japara, Rembang, Kediri, Sourabaija, Pesoeroean dan
lainnya. Untuk menjalankan program pangan ini dilakukan berbagai studi
kelayakan dan peningkatan kanal-kanal irigasi.
Di wilayah Banjoemas program pembangunan kanal irigasi ini kemudian diintegrasikan dengan pembangunan kanal navigasi pelayaran Kali Yosso yang sudah dimulai, kanal yang menghubungkan sungai Serajoe dan sungai Donan di Tjilatjap. Selain kanal Kali Yosso, kanal irigasi yang dibangunan di wilayah (residentie) Banjoemas dilakukan di sungai Parakan (Adjibarang, afdeeling Poerwokerto) dan kanal irigasi antara Poerworejo dan sungai Sapi (di afdeeling Banjarnegara),
Pembangunan kanal di Tjilatjap merupakan pembangunan kanal sungai (tol
sungai) yang pertama di luar Batavia. Pembangunan tol sungai di Batavia dilakukan
pada era VOC. Dimulai pembangunan kanal dengan menyodel sungai Tjiliwong dari fort
Nordwijk ke sungai Kroekot di benteng Riswijk. Lalu kemudian kanal sungai dari
benteng Riswijk ke kanal Batavia Glodok; kanal sungai dari sungai Soenter ke
kanal Kalibaroe di Batavia; Di luar Batavia juga dibangun kanal dari sungai
Tjisadane di Tangerang ke sungai Anke di Pesing; dan kanal sungai dari Antjol ke
Batavia. Demikian seterusnya yang ditujukan untuk tol sungai yang juga
berfungsi untuk mengatasi banjir dan drainasi. Dampaknya terbentuk lahan-lahan
kering yang dapat dijadikan lahan perkebunan.
Lantas mengapa harus membangunan kanal sungai di Tjilatjap? Residen Banjoemas pertama JE de Sturler (sejak 1830) mulai mengambil inisiatif untuk memberdayakan transportasi sungai Serajoe yang lebih lancar. Produksi perkebunan kopi yang terus meningkat di wilayah Banjoemas, Poebalingga dan Bandjarnegara memerlukan lalu lintas yang lancar. Namun menjadi persoalan kapal dengan tonase yang lebih tinggi kesulitan di muara sungai Serajoe, karena selama ini terbilang dangkal. Usulan pembangunan kanal sungai dari sungai Serajoe ke sungai Donan menjadi solusi yang sesuai.
Sungai Serajoe adalah sungai besar yang melalui kota Banjoemas yang dapat
dilayari. Sungai ini juga dari Banjoemas dapat dilayari hingga jauh ke arah
Perobalingga melalui cabang sungai Serajoe kiri dan ke arah Bandjarnegara
melalui cabang sungai Serajoe kanan. Sungai Serajoe di arah hilir di sekitar
pesisir sangat lebar sehingga kedalaman sungai Serajoe berkurang. Sedimentasi
jangka panjang terjadi di muara, sejumlah area gosong ditemukan dan bahkan
terdapat satu pulau di tengah sungai Serajoe. Hal inilah yang menyebabkan kanal
sungai menjadi solusi dengan menyodet sungai Serajoe di belakang pantai dan
kemudian diteruskan ke sungai Donan yang dimungkinkan kapal dari Banjoemas
dapat mencapai pelabuhan Tjilatjap.
Untuk mengantisipasi perkembangan baru di pelabuhan Tjilatjap, pada tahun 1833 mengangkat pejabat untuk fungsi pakhuis di Tjilatjap (lihat Javasche courant, 25-09-1833). Pada tahun 1835 JE de Sturler mengakhiri masa tugasnya sebagai residen Banjoemas (lihat Javasche courant, 17-10-1835). Sebagai penggantinya telah diangkat Residen Karawang G. de Serière (lihat Javasche courant, 15-07-1835).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pembangunan Kanal Irigasi Pengembangan Pertanian di Banyumas: Perdagangan Komoditi Kuno hingga Ekonomi Produk Modern
Dengan adanya kanal Kali Osso, tol sungai antara sungai Serajoe dengan sungai Donan, tidak hanya menyelamatkan ekonomi wilayah residentei Banjoemas, juga telah mempercepat laju perdaganagn di pelabuhan Tjilatjap serta telah mengubah persepsi dunia usaha khususnya investor di manca negara. Pelabuhan telah menjadi hub perdagangan utama di pantai selatan Jawa (yang dapat mengundang pebisnis di Australia).
Peningkatan ekonomi dan arus perdagangan di wilayah residentie Banjoemas, khususnya di pelabuhan Tjilatjap dengan sendirinya telah menjadi agenda baru pemerintah dalam rencana pembangunan kereta api di Jawa. Ruas pertama dalam pembangunan kereta api di Hindia sejak 1840an ditujukan untuk ruas Batavia-Buitenzorg dan ruas Semarang-Jogjakarta via Soerakarta. Dalam konteks inilah kemudian wilayah Bangjoemas mendapat perhatian untuk memperluas jalur dari Jogjkarata hingga mencapai pelabuhan Tjilatjap. Peta 1860.
Setelah sukses dengan tol sungai di Tjiltjap, pemerintah residentie Banjoemas kembali menghadapi persoalan baru, Rencana pemerintah untuk memperluas pembangunan jalur kereta api dari Jogjakarta ke Tjilatjap, terkesan tidak kondusif membangun rel di area yang mendekati kota Tjilatjap. Struktur tanah Tjilatjap yang terbentuk dari tanah alluvial sulit menahan beban rel dalam jangka panjang. Disamping itu permukaan tanah di kota Tjilatjap yang rendah sensitive terhadap ancaman banjir (persoalan ini juga sebelumnya di Semarang).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar