*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Dalam sejarah Betawi, tokoh tua MH Thamrin sangatlah menonjol. Hal ini karena MH Thamrin adalah pemimpin Betawi. Tidak ada yang dapat menggantikan nama MH Thamrin. Lantas belakangan ini, diantara para tokoh muda Betawi, pada masa ini nama Ridwan Saidi kerap muncul sebagai budayawan yang mewakili (Kaoem) Betawi. Apa hebatnya Ridwan Saidi?
Dalam sejarah Betawi, tokoh tua MH Thamrin sangatlah menonjol. Hal ini karena MH Thamrin adalah pemimpin Betawi. Tidak ada yang dapat menggantikan nama MH Thamrin. Lantas belakangan ini, diantara para tokoh muda Betawi, pada masa ini nama Ridwan Saidi kerap muncul sebagai budayawan yang mewakili (Kaoem) Betawi. Apa hebatnya Ridwan Saidi?
Mohamad
Husni Thamrin (MH Thamrin) lahir di Weltevreden, Batavia, tangga 16 Februari
1894. Setelah melalui berbagai perjuangan di era kolonial Belanda, MH Thmarin meninggal
dunia di Senen, Batavia tanggal 11 Januari 1941. Ridwan Saidi lahir di Djakarta tanggal 2 Juli
1942 (pada era pendudukan militer Jepang). Lantas siapa tokoh Betawi setelah
meninggalnya tokoh tua MH Thamrin dan sebelum munculnyatokoh muda Ridwan Saidi.
Sebagaimana diketahui Ridwan Saidi pernah menjabat sebagai ketua HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam) pada periode 1974-1976 (pasca Malari 1974).
Pertanyaan pentingnya adalah siapa sesungguhnya
Ridwan Saidi? Soal ini jarang muncul, karena itu tidak ada yang menjawabnya.
Untuk menjawab pertanyaan siapa Ridwan Saidi kita harus memutar jarum jam
kembali ke masa lalu. Memahami sejarah awal (keluarga) Ridwan Saidi kita akan
lebih mudah memahami garis continuum tokoh pemimpn MH Thamrin dengan tokoh
budayawan Betawi, Ridwan Saidi. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan Sejarah Menjadi Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe. Sejarah Jakarta adalah bagian dari Sejarah Menjadi Indonesia.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
MH Thamrin Meninggal; Ridwan Saidi Lahir
MH Thamrin meninggal dunia pada tanggal 11
Januari 1941. Malam sebelumnya, Mr. Egon Hakim sangat sibuk mengabari
rekan-rekan MH Thamrin karena sakitnya mulai memburuk. Dr. Abdul Hakim dan
keluarga yang baru tiba dari Padang di Batavai, pagi subuh Mr. Egon Hakim
mengabari Dr. Abdul Hakim. Mr. Egon Hakim juga menelpon langsung Mangaradja
Soangkoepon, Dr. Abdul Rasjid, Parada Harahap dan Dr. Radjamin Nasution di
Batavia serta Amir Sjarifoeddin di Soekaboemi bahwa MH Thamrin telah dipanggil
oleh Allah SWT. Semua segera bergegas ke rumah MH Thamrin. Soekarno dan Mohamad
Hatta masih di pengasingan.
MH
Thamrin mengikuti kongres Parindra di Jogjakarta pada tanggal 28 dan 29
Desember 1940. Sepulang dari kongres dari Jogjakarta MH Thamrin, anggota
Volksraad mengalami sakit. Pada saat sakit ini rumah MH Thamrin didatangi oleh
intel dan polisi Belanda dan menggeledah rumahnya (lihat De Indische courant, 07-01-1941).
Penggeledahan ini dilakukan sehubungan dengan penghinaan MH Thamrin dan
kawan-kawan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Dari tiga tokoh utama dibalik
pendirian Parindra (fusi dari PBI dan Bodi Oetomo) hanya MH Thamrin dan Dr.
Radjamin Nasution yang masih hidup. Dr. Soetomo (tokoh utama PBI dan Parindra)
sudah meninggal di Soerabaja pada tahun 1938 (tiga tahun setelah Parindra
dibentuk). Dr. Radjamin Nasution menggantikan posisi Dr. Soetomo di Volksraad
(wakil Parindra dari dapil Soerabaja). Anehnya, apa karena kelelahan atau sebab
apa setelah penggeledahan rumah MH Thamrin sakit MH Thamrin tidak pernah
membaik. Setelah penggeledahah, sementara MH Thamrin sakit rumah MH Thamrin
terus di bawah pengawasan intel dan polisi Belanda. Saat pengawasan terhadap MH
Thamrin yang membuat heboh di Volksraad, polisi dan intel Belanda (PID) tengah melakukan
interogasi kepada seorang jurnalis Jepang, Japansche handelsvertegenwoordiger
van Tokio te Batavia (lihat Soerabaijasch handelsblad, 10-01-1941). Keesokan
harinya MH Thamrin dikabarkan meninggal dunia.
MH Thamrin meninggal pada hari Minggu pukul empat subuh tanggal 11
Januari 1941 (lihat De Indische courant, 11-01-1941). Sebab meninggalnya MH
Thamrin sangat cepat dan menjadi teka-teki karena bersifat politis. Sesaat
sebelum diberangkatkan dari rumah duka ke masjid Sawah Besar dan pemakaman di
pekuburan Karet, Mr. Egon Hakim berbicara mewakili keluarga dan Parada Harahap
memberi sambutan (terakhir) mewakili teman-teman MH Thamrin.
Soerabaijasch handelsblad, 14-01-1941 |
Mr. Egon Hakim adalah menantu MH Thamrin, dan Dr.
Abdul Hakim Nasution, wakil wali kota (Locoburgemeester) Padang adalah ayah
dari Mr. Egon Hakim. Parada Harahap adalah sohib dari MH Thamrin yang mana
keduanya adalah ketua dan sekretaris PPPKI yang didirikan tahun 1927. Pada saat
pembentukan PPPKI, Parada Harahap mewakili Sumatranen Bond dan Bataksche Bond,
sedangkan MH Thamrin mewakili Kaoem Betawi. Pada tahun itu untuk kali pertama
MH Thamrin (mewakili dapil Batavia) dan Mangaradja Soeangkoepon (mewakili dapil
Oost Sumatra) menjadi anggota Volskraad, Parada Harahap adalah tokoh di balik
hubungan keluarga Dr. Abdul Hakim (locoburgemeester Padang sejak 1931 hingga 1942)
dan keluarga MH Thamrin (locoburgemeester Batavia pada tahun 1930 yang menjadi
anggota Volksraad). Soerabaijasch handelsblad, 14-01-1941
Pada tahun 1941 MH Thamrin (dapil Batavia), Mangaradja Soeangkoepon (dapil Ooost Sumatra), Abdul Rasjid (dapil Tapanoeli) dan Radjamin Nasution (dapil Soerabaja) adalah anggota Volksraad. Dr. Abdul Rasjid adalah adik kandung Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon. Sementara itu, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap adalah dua dari tiga pimpinan GAPI, MH Thamrin mewakili partai Parindra dan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap mewakili partai Gerindo (bukan Gerindra dan terdengar mirip sebagai nama gabungan dari Gerindo dan Parindra). MH Thamrin dan Mangaradja Soeangkoepon adalah ‘dua macan’ Pedjambon (gedung dewan Volksraad saat itu di Pedjambon; kini di Senayan).
Pada saat MH Thamrin meninggal di Weltevreden,
Batavia tanggal 11 Januari 1941, tentu saja Ridwan Saidi tidak tahu apa-apa,
karena Ridwan Saidi baru lahir di Sawah Besar, Djakarta tanggal 2 Juli 1942. Meninggalnya
MH Thamrin pemberitaannya sangat luars biasa. Surat kabar berbahasa Belanda berpengaruh
di Batavia harus menunda beberapa jam waktu sirkulasinya karena harus menunggu
untuk menyelipkan Breaking News. Demikian juga surat kabar paling berpengaruh
di Batavia, milik Parada Harahap Tjaja Timoer harus menunda beberapa jam
sirkulasinya.
Pada
Harahap adalah tokoh media pribumi paling berpengaruh di era kolonial Belanda
yang dijuluki sebagai The King Java Press. Memulai karir jurnalistik ketika
masih sebagai krani perkebunan di Deli. Tidak tahan melihat koeli asal Jawa
disiksa oleh para planter, berinisiatif melakukan investigasi dan laporannya
dikirimkan ke surat kabar Benih Merdeka di Medan. Laporan ini kemudian
disarikan redaktur menjadi sejumlah artikel. Artikel-artikel ini kemudian
dilansir surat kabar Soeara Djawa edisi Juni 1918 yang kemudian menjadi heboh
di Jawa. Parada Harahap dipecat sebagai krani. Parada Harahap merantau ke Medan
dan melamar menjadi jurnalistik tetapi justru posisi editor yang ditawarkan
oleh manajemen Benih Merdeka. Nemun beberapa bulan kemudian surat kabar Benih
Merdeka dibreiden. Surat kabar Pewarta Deli pimpinan Abdullah Lubis menawarkan Parada
Harahap sebagai editor. Namun karena Pewarta Deli cenderung moderat, Parada
Harahap pulang kampong ke Padang Sidempoean dan menerbitkan surat kabar yang
lebih radikal di Padang Sidempoean dengan nama Sinar Merdeka. Parada Harahap
juga merangkap editor surat kabar Poestaha yang didirikan Soetan Casajangan
pada tahun 1915 di Padang Sidempoean. Pada tahun ini Parada Harahap menjadi
ketua Jong Sumatranen Bond afdeeling Tapanoeli. Pada kongres Sumatranen Bond
yang pertama di Padang, Parada Harahap mewakili Tapanoeli. Pembina kongres ini
di Padang adalah Dr. Abdul Hakim Nasution (anggota dewan kota Padang). Saat kongres
inilah Parada Harahap saling kenal dengan Mohamad Hatta yang juga hadir di
kongres sebagai perwakilan Sumatranen Bond afdeeling Padang. Pada kongres kedua
tahun 1921 keduanya juga hadir. Pasca kongres ini Mohamad Hatta melanjutkan
studi ke Belanda. Setahun kemudian surat kabar Sinar Merdeka milik Parada
Harahap dibreidel. Pada tahun 1922 Parada Harahap merantau ke Batavia dan
mendirikan surat kabar Bintang Hindia tahun 1923. Pada tahun 1924 Parada
Harahap mendirikan kantor berita pribumi pertama, Alpena dengan editor WR
Supratman. Pada tahun 1925 Parada Harahap melakukan kunjungan jurnalistik ke
Sumatra dan Smenanjung yang laporannya dibukukan dan diterbitkan percetakan NV
Bintang Hindia. Pada tahun 1926 Parada Harahap di bawah bendera NV Bintang
Hindia menerbitkan surat kabar baru yang lebih tadikal dengan nama Bintang
Timoer. Ir. Soekarno yang baru lulus THS dan telah membentuk clubstudi di
Bandoeng kerap mengirim artikel ke Bintang Timoer (yang menjadi awal perkenalan
Parada Harahap dengan Ir. Soekarno). Parada Harahap mulai menghubungkan
sohibnya Mohamad Hatta di Belanda dengan teman barunya Ir. Soekarno. Singkat
kata: Parada Harahap menggagas persatuan Indonesia tahun 1927 dengan membentuk
supra organisasi yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan
Kebangsaan Indonesia (disingkat PPPKI). Pembentukan ini dilakukan di rumah
Prof. Hoesein Djajaningrat yang juga turut dihadiri Mangaradja Soangkoepan yang
baru terpilih Volksraad dan Ir Soekarno mewakili Perhimpunan Nasional Indonesia
dari Bandung. Kaoem Betawi diwakili ketuanya MH Thamrin dan Sumatranen Bond
diwakili Parada Harahap. Kepengurusan secara aklamasi menetapkan MH Thamrin
sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Parada Harahap saat itu
juga adalah ketua pengusaha pribumi Batavia (semacam Kadin masa ini) yang mana
anggotanya juga termasuk MH Thamrin. Hoesein Djajaningrat dan Mangaradja
Soangkoepon adalah mantan pengurus Indische Vereeniging di Belanda. Organisasi
ini didirikan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang mana sekretarisnya
salah satu adalah Hoesein Djajadiningrat. Soetan Casajangan yang mendirikan
surat kabar Poestaha di Padang Sidempoean pada tahun 1927 ini adalah direktur
sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (kini Jatinegara) sementara
Prof. Hoesein adalah dekan sekolah hukum di Batavia. Trio Casajangan, Hoesein
dan Soangkoepon di belakang terbentuknya PPPKI. Parada Harahap adalah pemain
utama (yang didukung oleh ketua PI Belanda Mohamad Hatta dan Ir. Soekarno ketua
PNI di Bandoeng). Di gedung PPPKI di gang Kenari, Parada Harahap sebagai kepala
kantor hanya memajang tiga foto di dinding ruang rapat, yakni foto-foto:
Soeltan Agoeng, Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta). Parada Harahap adalah mentor
politik praktis Hatta dan Soekarno. Pada saat Ir. Soekarno di tahan dan akan
diasingkan Parada Harahap memimpin tujuh revolusioner ke Jepang pada bulan
November 1933. Dalam rombongan ini termasuk Abdullah Lubis, pemimpin Pewarta
Deli di Medan, Mr. Samsi Widagda, Ph.D, guru sekolah di Bandoeng (yang dibangun
bersama Soekarno) dan sarja baru yang baru pulang studi deari Belanda yang
tidak lain siapa lagi: Drs. Mohamad Hatta. Rombongan ini pulang dari Jepang pada
tanggal 13 Februari dengan kapal Panama Maru di Soerabaja yang disambut Dr.
Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution (pengurus partai PBI (Partai Bangsa
Indonesia). Dr. Soetomo kepala rumah sakit di Soerabaja, Dr. Radjamin Nasutiong
anggota dewan kota Soerabaja. Pada tanggal yang sama Ir. Soekarno
diberangkatkan ke pengasingan di Flores dari pelabuhan Tandjoeng Priok.
Catatan: selama di Jepang, Parada Harahap dijuluki media-media Jepang sebagai
The King of Java Press.
Riwayat MH Thamrin: Parada Harahap dan MH Thamrin Memindahkan Soekarno dari Flores ke Bengkoelen (Secara Berkala dikunjungi Mr. Egon Hakim dari Padang dan Mr Gele Haroen dari Teloek Betoeng)
Tunggu deskripsi lengkapnya
Riwayat Ridwan Saidi: Lafran Pane Mendirikan HMI di Jogjakarta (Februari, 1947), Ida Nasution Mendirikan Perhimpoenan Mahasiswa Indonesia (PMI) di Batavia (November 1947)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar