*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disin
Apakah ada orang-orang Tionghoa di Air Bangis? Ada, tetapi secara perlahan-lahan jumlahnya semakin menurun seiring dengan melemahnya perputaran ekonomi di Air Bangis. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (1950) jumlahnya tidak banyak lagi dan hanya tinggal satu dua keluarga di kota Air Bangis. Berita yang ada adalah pasukan John Lie Tjeng Tjoan yang merapat di pelabuhan Air Bangis dalam rangka pembebasan Sumatra Barat dari PRRI. John Lie adalah Letnan Kolonel Laut, wakil komandan pembebasan PRRI di Sumatera Barat (di bawah komando Mayor Jenderal Ahmad Yani).
Apakah ada orang-orang Tionghoa di Air Bangis? Ada, tetapi secara perlahan-lahan jumlahnya semakin menurun seiring dengan melemahnya perputaran ekonomi di Air Bangis. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (1950) jumlahnya tidak banyak lagi dan hanya tinggal satu dua keluarga di kota Air Bangis. Berita yang ada adalah pasukan John Lie Tjeng Tjoan yang merapat di pelabuhan Air Bangis dalam rangka pembebasan Sumatra Barat dari PRRI. John Lie adalah Letnan Kolonel Laut, wakil komandan pembebasan PRRI di Sumatera Barat (di bawah komando Mayor Jenderal Ahmad Yani).
Peta 1904 |
Lantas sejak kapan orang-orang Cina di Air Bangis?
Satu yang pasti mereka ikut ambil bagian dalam perdagangan. Jumlahnya mulai
bertambah seiring dengan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Air
Bangis. Mereka awalnya adalah pedagang biasa, namun karena keuletan dalam
menekuni bisnis banyak yang berhasil dan menjadi pengusaha besar. Lalu
bagaimana perkembangan? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Awal
Orang Cina di Air Bangis: Komunitas Cina di Natal
Pada tahun 1850 terdapat satu keluarga Cina di
Air Bangis. Satu keluarga Cina di Air Bangis ini terkesan terpencil sendiri.
Karena orang-orang Cina di Residentie Padangsche Benelanden hanya terkonsentrasi
di Padang dan Pariaman. Setengah abad kemudian tahun 1905 jumlah orang Cina di
Air Bangis sudah mencapai 60 jiwa. Jika setiap keluarga terdiri dari lima
orang, maka jumlah orang Cina di Air Bangis sekitar 12 keluarga.
Pada tahun
1910 pemerintah mulai memperluas fungsi pegadaian (pandhuis) di pantai barat
Sumatra. Fungsi ini cukup berhasil di Jawa sebagai cara mudah penduduk untuk
mendapat uang tunai dengan menggadaikan barang (yang umumnya emas).
Meningkatnya kebutuhan uang tunai dapat diartikan sebagai munculnya kesulitan
baru di tengah masyarakat atau sebaliknya menjadi indikasi semakin banyaknya
penduduk yang membutuhkan modal untuk pengembangan usaha. Pemerintah membuka
rumah pegadaian (pandhuizen) di sejumlah tempat seperti di Padang (tiga
lokasi), Pariaman, Padang Pandjang, Fort de Kock, Solok, Paijakoemboeh, Fort
van der Capellen, Sawahloento dan Air Bangis. Wilayah kerja rumah pegadaian di
Air Bangis termasuk wilayah Poelo Tello. Pengelola rumah pegadaian di Air
Bangis diangkat Mak A Sien dengan gaji f215 per bulan (lihat Sumatra-bode, 23-11-1910).
Pada tahun 1914 pemerintah pusat melakukan
reorganisasi pemerintahan pribumi di Province Sumatra’s Westkust. Reorganisasi
ini diduga karena Sumatra’s Westkust (yang terdiri dari dua residentieL
Padangsche Benelanden dan Padangsche Bovenlanden) akan dilikuidasi. Wujud dari
reorganisasi ini adalah dua residentie dilebur dengan membentuk sembilan afdeeeling,
yakni: Padang, Painan, Batipoe en Pariaman, Agam, Loeboeksikaping, Lima Poeloh
Kota, Tanah Datar, Sawahloento dan Solok.
Afdeeling
Loeboeksikaping terdiri dari tiga onderafdeeling yaitu Loeboeksikaping, Ophir
dan Air Bangis. Dalam satu onderafdeeling dibentuk district dan juga
onderdistrict. Onderdistrict Air Bangis hanya terdiri dri satu district dan dibagi
ke dalam dua onderdustrict. Setiap district dikepalai oerang seorang demang dan
setiap onderdistrcit dipimpin oleh seorang asisten demang, Dua onderdistrict di
District Air Bangis adalah onderdistrict Air Bangis (Air Bangis, Batahan dan
Parit Sikarbou) dan onderdistrict Oedjoenggading (Oedjoenggading, Soengai Aur
dan Sikilang). Demang District Air Bangis yang juga merangkap di onderdistrixt
Air Bangis diangkat adalah Soetan Batak gelar Soetan Mangaradja Lelo yang
berkedudukan di Air Bangis, sementara untuk asisten demang diangkat Marah
Moehamad Mahjoedin gelar Soetan Indra Kasoema Ratoe.
Reorganisasi pemerintahan ini tidak hanya dari
segi pembagian wilayah administratif, tetapi juga setelah memperkenalkan
pemimpin wilayah yang disebut demang dan asisten demang, struktur pemerintah
pada level pribumi berubah. Radja dan para penghoeloe yang diantaranya sebagai
kepala laras dan nagari (yang boleh jadi selama ini tidak efektif) telah
digantikan fungsinya oleh demang-asisten demang (yang telah mendapat pendidikan
atau kursus tertentu seperti OSVIA di Jawa). Radja dan penghoeloe (hanya) menjadi
pemimpin kelompoknya (secara adat).
Perkampongan Cina di Natal, 1910 |
Hasil
sensus yang sama, jumlah orang Cina di Padang sebanyak 6.909 jiwa dan di
Pariaman sebanyak 1.207 jiwa. Jumlah orang Cina di Padang sudah meningkat jika
dibandingkan dengan tahuan 1850 sebanyak 1.140. Di Pariaman sendiri terdapat
sebanyak 223 jiwa orang Cina.
Sepuluh tahun kemudian hasil sensus penduduk
tahun 1930 jumlah orang Cina di Air Bangis diduga telah meningkat pesat namun tidak
diketahui berapa angkanya. Hasil sensus tahun 1930 yang dilaporkan mencakup
seluruh onderafdeeling Ophir, afdeeling Agam yakni sebanyak 278 jiwa.
Onderafdeeling Ophir sendiri dalam hal ini terdiri dari dua district: Air
Bangis dan Talamau. Namun angka ini mengindikasikan bahwa orang Cina tidak
hanya di kota Air Bangis tetapi juga tersebar di sejumlah tempat di
onderafdeeling dan diduga cukup banyak di kota Taloe (ibu kota Onderafdeeling
Ophir).
Kota Air Bangis adalah kota melting pot. Sejak
era VOC, kota Air Bangis paling tidak terdapat empat kekerabatn (suku) yang
masing-masing memiliki penghoeloe. Salah satu penghoeloe adalah Radja Todoeng
(Mandailing). Suku lain adalah Padang, Melayu, Minangkabau, Bandar Sapoeloeh,
penduduk pulau-pulau dan Atjeh. Lebih dari satu abad kemudian keragaman
penduduk kota Air Bangis semakin meningkat. Ini dapat diperhatikan munculnya
perkampongan baru seperti kampong Cina, kampong Jawa, Masing-masing golongan
penduduk mengikuti pola hidup masing-masing. Situasi dan kondisi kota Air
Bangis sangat mirip dengan kota Natal (kota melting pot). Perkampongan Cina di
Air Bangis, sebagaimana di tempat lain, seperti kota-kota di Jawa, di kota
Padang dan kota Pariaman berada tidak jauh dari pasar. Pasar Air Bangis berada
tidak jauh dari pelabuhan Air Bangis. Setelah berangsung berabad-abad kebiasaan
(termasuk perkawinan campur) dan bahasa di Air Bangis menjadi sangat khas yang
disebut bahasa Melayu dialek pesisir.
Orang Tionghoa
Air Bangis Pindah ke Padang
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar