*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini
Seperti halnnya sebaran gunung di Sumatra berada di pantai barat, sebaran gunung di pulau Jawa berada di pantai selatan. Ini mengindikasikan rantai gunung cincin api berada di wilayah selatan pulau. Sebaliknya mengapa jarang teridentifikasi gunung tinggi di pantai utara Jawa. Pertanyaan ini akan mengarahkan kita populasi penduduk Jawa awalnya dimana dan mengapa daratan di pantai utara lebih rendah dan datar.
Lantas apa yang menarik tentang peta gunung di Jawa dalam perspektif sejarah? Seperti disebut di atas, gunung-gunung di Jawa cenderung berada di selatan dan sangat jarang di pantai utara. Lalu apakah dalam sejarahnya ada yang berubah dalam topografi pulau Jawa sehingga ada yang berbeda dengan apa yang dilihat sekarang jika dibandingkan pada zaman kuno? Okelah kalau begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe
Rantai Pegunungan di Jawa: Barat ke Timur
Gunung tidak hanya soal geografis, gunung juga dapat diperhatikan sebagai penanda navigasi dalam penyelidikan sejarah zaman kuno. Sebagai contoh permulaan dapat diperhatikan pada penemuan manusia Jawa yang ditemukan di pedalaman (Trinil) dan juga situs situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur. Semua berada di pedalaman di tanah-tanah yang lebih tinggi. Lalu pada pertanyaan pada zaman kuno, apakah situs candi Batujaya dan ibu kota Kerajaan Majapahit benar-benar di pedalaman seperti yang dipahami sekarang. Yang terakhir apakah kota Jakarta sekarang pada zaman kuno adalah perairan (laut)?
Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara gunung dan sungai. Namun dalam hal ini bahwa gunung relatif tidak berubah sepanjang waktu jika dibandingkan sungai. Sungai dapat bertambah dangkal atau dapat bertambah penjang. Jika diperhatikan rantai pegunungan dari arah barat ke tiimur pada sisi selatan pulau terdapat beberapa posisi gunung terpisah dari rantai. Salah satu contoh adalah gunung Muria di Jepara-Kudus yang tidak hanya terpisah dari rantai pegunungan Jawa juga posisi GPS gunung Muria ini berada lebih dekat ke pantai utara. Gunung Murria ini diduga kuat adalah suatu pulau yang terpisah dari (pulau) Jawa pada zaman kuno
Dalam hal ini ada selat yang memisahkan pulau Muria dan pulau Jawa. Lalu apa yang menyebabkan terjadinya penyatuan pulau Muria dan pulau Jawa di selat diduga kuat karena proses sedimentasi jangka panjang akibat penumpukan massa padat dari pedalaman (pegunungan) melalui sungai Tuntang yang berhulu di danau Rawa Pening. Sebagaimana diketahui kawasan danau ini merupakan lembah diantara tiga gunung (gunung Merbabu, gunung Telomoyo, dan gunung Ungaran).
Kasus pulau Gunung Muria ini mungkin tidak satu-satunya di Jawa. Hal yang sama dengan ini di dekatnya adalah gunung Lasem di sebelah timur gunung Muria yang juga begitu dekat dengan pantai utara (masuk kabupaten Rembang). Boleh jadi kota Lasem yang sudah dikenal sejak zaman kuno berada di pantai atau bahkan di suatu pulau (pulau Lasem).
Sungai sendiri juga dapat dilihat sebagai penanda navigasi dalam melihat sejarah zaman kuno. Dalam hal ini sungai dapat memanjang memasuki perairan (laut) yang menyerbabkan garis pantai dan muara sungai semakin menjauhi pegunungan (daratan). Hal in karena terjadi proses sedimentasi jangka panjang pada kawasan muara sungai, yang awalnya terbentuk rawa kemudian terjadi proses daratan yang mana arus sungai menemukan jalannya sendiri ke pantai. Wujud sungai yang berbelok-belok di sekitar muara (jalan air yang melambat) dapat dijadikan indikasi telah terjadi pemanjangan sungai. Sebagai contoh kasus dapat diperharikan di puntai utara Jawa yang mana suatu kawasan seakan membentuk tanjung tetapi memiliki mulut (muara) sungai (Kali Comal).
Kasus Kali Comal di Pekalongan dan Pemalang tidak hanya tunggal tetapi diduga banyak terjadi di pantai utara Jawa seperti di Tangerang (teluk Naga, muara sungai Cisadane yang bergulu di gunung Pangrango) dan Bekasi (teluk Cabangbungin). Kasus yang mirip dengan pembentukan tanjung (sungai) yang menutupi perairan teluk tetapi wujud dari teluk masih terlihat adalah di kota Jakarta (sungai Ciliwung di teluk Jakarta, sungai yang berhulub di gunung Pangrango) dan kota Semarang (sungai Semarang di teluk Semarang). Satu contoh kasus khusus yang mirip dengan kasus muara Kali Comal adalah kota Surabaya (sungai Surabaya)
Kasus khusus lainnya dapat diperhatikan di sebelah timur Kali Comal yakni di wilayah Kendal. Sepintas mirip tanjung Kali Comal dengan tanjung sungai di Kendal. Namun yang menjadi menarik perhatian di wilayah Kendal belum lama ini ditemukan situs candi kuno, suatu candi yang diduga dibangun setelah candi Batujaya (setelah abad ke-5). Situs candi Kednal ini yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 pada masa ini berada di kecamatan Rowosari, kecamatan yang berada di sisi timur sungai Kuto yang menjadi batas antara wilayah kabupaten Kendal dan kabupaten Batang.
Sungai besar lainnya berada di sebelah timur adalah sungai Bodri yang melewati kecamatan Patebon (dekat Kota Kendal). Secara geografis diantara dua sungai inilah situs Kendal berada. Jarak situs ke pantai sekitar 6 Km. Situs Kendal ini diduga pada zaman kuno tepat berada di muara sungai Kuto. Dengan kata lain situs ini berada di pantai (sebagai sebuah kota pantai) seperti halnya situs (candi) Batujaya. Sungai Bodri yang muaranya terus bergeser ke arah peraian (laut) berhulu di pegunungan Serayu Utara tepatnya di Gunung Sindoro (dari kawasan pengunungan ini mengalir sungai besar ke pantai selatan, sungai Serayu).
Sebelum bergeser ke wilayh timur Jawa ada baiknya diperrhatikan tentang wilayah pantai selatan. Sejak era Hindoe Boedha tidak ada aktivitas yang berarti di pantai selatan. Jika diperhatikan ke belakang dengan ditemukan situs Gunung Padang hanya itu saja yang mengindikasikan tanda-tanda sejarah zaman kuno. Pantai selatan seakan masa lalu dan hanya dipandang sebagai pintu belakang pada era Hindoe Boedha. Boleh jadi hal ini karena arus perdagangan internasional hanya ke arah barat (India, Arab dan Eropa) dan ke arah utara di Tiongkok. Memang secara ekonomi wilayah perdagangan ditentukan pengarug asing. Hal itulah mengapa aktivitas di pantai selatan tidak banyak diketahui. Pantai selatan hanya bersifat domestik dinatara penduduk Jawa yang berada di wilayah pantai selatan, Cuaca yang tidak bersahabat dan gelombang laut yang kerap mengancam navigasi pelayaran menjadi faktor hambatan dalam perkembangan di wilayah selatan, lebih-lebih pantainya banyak yang curam dan berbahaya serta populasi penduduk yang jarrang. Meski demikian ada beberapa titik penting di wilayah selatan, selain muara sungai Tjimandiri (Pelabuhan Ratu) yang menjadi akses ke situs Gunung Padang adalah perairan di Pangandaran yang sekarang (wilayah Kerajaan Galuh) dan Tjilatjap (dimana sungai Serayu bermuara). Selebihnya tidak begitu penting dalam navigasi pelayaran zaman kuno. Kita mengabaikan pantai selatan wilayah Jogjakarta dimana sungai Opak bermuara baru diangap penting jauh setelah era Kerajaan Mataram Kuno.
Di pantai utara di timur pulau Jawa yang ada indikasi akivitas sejarah zaman kuno setelah era Taruma, Kalingga dan Mataram Kuno. Kawasan pantai utara di Tuban muncul belakangan dalam sejarah navigasi pelayaran kuno. Aktivitas yang mendahuluinya adalah perkembangan lebih lanjut Kerajaan Mataram Kuno ke arah pantai timur dimansa sungai-ssungai yang berasal dari pegunungan tinggi bermuara seperti sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas (Kediri dan Madiun). Di Kawasan inilah silih berganti kekuatan Kerajaan Kediri, Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit yang dapat dihubungkan dengan perubahan rupa bumi (terutama di pantai timur dan pantai utara). Dalam hal ini pulau Madura adalah pulau yang selalu terpisah dan tetap terpisah sejak zaman kuno.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Mengapa Pantai Utara Cenderung Rendah dan Datar?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar