Setu Babakan berada di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Setu ini kini dijadikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat perkampungan budaya Betawi. Dalam artikel ini, kita tidak sedang menelusuri sejarah terbentuknya Setu Babakan sebagai pusat perkampungan budaya Betawi (itu akan menjadi artikel Sejarah Jakarta), tetapi ingin menelusuri sejarah terbentuknya setu itu sendiri. Pembentukan setu di Srengseng yang kini disebut Setu Babakan dalam hal ini juga menjadi bagian dari Sejarah Depok.
Peta Lenteng Agoeng, 1900 |
Cornelis Chastelein
Ada tiga lahan (land) yang terbilang paling awal di sisi barat sungai
Tjiliwong yang diperuntukkan (diserahkan) pada era VOC untuk pengembangan
pertanian sebagai lahan kelas satu, yaitu: di Sringsing (Srengseng), Tjinirie
(Tjinere) dan Tjitajam. Tiga area ini dianggap paling subur (vegetasi baik dan
memiliki sumber air). Land Srengseng menjadi milik Cornelis Chastelein (pejabat
sipil VOC) sedangkan Land Tjinere dan Land Tjitajam menjadi milik St. Martin
(komandan militer VOC).
Pajak lahan di Afd. Buitenzorg, 1926 |
Sebagaimana diketahui, Cornelis Chastelein pada tahun 1714 mewariskan
lahan-lahannya (Land Depok) kepada para pekerjanya. Lahan-lahan di Land Depok
diteruskan oleh para pekerja Cornelis Chastelein. Sedangkan lahan-lahan di Land
Tjinere dan Land Tjitajam belum sempat dikembangkan, Sersan St. Martin
meninggal muda (belum kawin) dan lahan-lahan itu diambilalih pemerintah VOC
(kembali). Lahan-lahan di Land Tjinere dan Land Tjitajam adalah pemberian Pemerintah
VOC karena prestasinya meredakan gejolak di Banten. Lahan-lahan eks St. Martin kelak
dijual pemerintah kepada publik.
Pembangunan Setu di Land
Tandjong West
Pada era Pemerintahan Hindia Belanda (yang dimulai tahun 1800, karena VOC
bangkrut), Gubernur Jenderal Daendels memulai pembangunan ekonomi wilayah:
perluasan perkebunan penduduk, pengembangan jalan raya dan pencetakan sawah
baru. Rencana pencetakan sawah baru sudah ada 1810 namun baru terealisasi pada
awal tahun 1820an (pada era Inggris 1811-1816 masih sibuk dengan perluasan perkebunan).
Saat itu lahan-lahan persawahan beririgasi baru terdapat di hulu sisi timur sungai
Tjiliwong (rintisan bendungan Katoelampa). Pencetakan sawah baru dimulai di hulu
sisi barat sungai Tjiliwong di Land Kedong Badak dan Land Tjiliboet dengan membangun
irigasi yang airnya bersumber dari sungai Tjipakantjilan (mengalihkan air
sungai Tjipkantjilan yang jatuh ke sungai Tjisadane dengan membuat kanal menuju
Kedong Badak melalui Jembatan Merah yang sekarang. Irigasi ini berfungsi
sekitar tahun 1825.
Pembangunan kanal Tjipakantjilan
dan irigasi Kedong Badak dipimpin oleh Asisten/Residen Buitenzorg yang dibantu
oleh Bupati Bogor dengan mengerahkan penduduk. Selama ini di Land Kedong Badak,
Land Bloeboer (pusat kota Bogor sekarang) dan Land Tjiliboet hanya terbatas
perkebunuan komoditi ekspor. Dengan adanya irigasi ini dimungkinkan untuk
pencetakan sawah (diusahakan penduduk) dan menambah kesuburan lahan perkebunan
(yang diusahakan oleh para Planter).
Sukses pencetakan sawah di Afdeeling Buitenzorg, Pemerintah di Afdeeling
Meester Cornelis mulai berinisiatif membangun sawah-sawah (baru).
Asisten/Residen Meester Cornelis memimpin perencanaan dan pembangunan sawah
baru. Namun itu tidak mudah, karena air berada di bawah (sungai Tjiliwong,
sungai Kroekoet dan sungai Kalibata). Dengan kata lain lahan-lahan yang
potensial untuk sawah (subur dan luas) lebih tinggi dari permukaan aliran air
yang ada. Lahan-lahan di Land Tandjong West dan lahan-lahan di Pasar Minggoe sangat
sesuai dengan rencana pencetakan sawah baru. Lalu, tentu saja, mulai dilakukan
studi kelayakan. Sumber air untuk mengairi sawah baru dapat diperoleh dengan
membangun bendungan di Srengseng. Bendungan ini yang kelak disebut Setu
Babakan.
Bendungan ini di
satu pihak untuk menampung air dari sungai-sungai kecil, di pihak lain
permukaan air yang semakin tinggi dengan terbentuknya setu (danau) dimungkinkan
untuk membangun kanal dari setu menuju Land Tandjong West dan Pasar Minggoe.
Kanal ini masih dapat dilihat hingga ini hari dari Srengseng, sepanjang jalan
raya (di bawah stasion Lenteng Agung sekarang) dan area Tanjong Barat. Air dari
kanal yang bersumber dari Setu Babakan inilah yang mengairi persawahan dalam
upaya pencetakan sawah baru di Afdeeling Meester Cornelis. Srengseng sendiri
adalah bagian wilayah Afdeeling Meester Cornelis terjauh dari ibukota di
Meester Cornelis (kini Jatinegara) yang langsung berbatasan dengan Afdeeling
Buitenzorg di Land Pondok Tjina (kampus UI Depok yang sekarang). Ini berarti Srengseng adalah wilayah terjauh
Batavia, tempat dimana sumber air untuk kebutuhan di Batavia seperti di
Tandjong Barat, Pasar Minggoe dan Menteng.
Bendungan Srengseng ini mulai dibangun tahun 1830 dan selesai sekitar awal
tahun 1830an dengan menelan biaya yang sangat besar (lihat Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-04-1866). Pembiayaan
pembangunan setu dan kanal ini kontribusi terbesar berasal dari pemilik
(Landheer) Land Tandjong West. Ibukota (landhuis) Land Tandjong West ini
kira-kira berada di sekitar Gedung Antam yang sekarang.
Peta, 1901 |
Dalam perkembangan lebih lanjut, pada pertengahan tahun 1860an saluran
irigasi di sisi barat sungai Tjiliwong di Afdeeling Buitenzorg mulai diintegrasikan dari Land Kedong Badak, Land Tjiliboet, Land
Bodjong Gede, Land Tjitajam hingga Land Depok. Untuk menambah kapasitas air (debit
air) menuju Land Tjitajam dan Land Depok kanal Tjipakantjilan ditingkatkan (diperlebar dan diperdalam)
lalu diikuti dengan memulai menyodet air dari sungai Tjisadane dengan membangun bendungan di
Empang. Bendungan Empang di sungai Tjisadane ini selesai dibangun tahun 1872. Khusus untuk pembagunan kanal di
ruas Land Bodjong Gede, Land Tjitajam menuju Depok ini menelan biaya yang cukup
besar.
Dengan semakin
meningkatnya debit air menuju Land Depok, volume air di Situ Pitara di Depok
makin besar (permukaan air makin tinggi). Pada fase inilah dibangun kanal dari Situ Pitara menuju barat
melalui jalan Sawangan yang sekarang dan kemudian berbelok ke kanan sepanjang
jalan Tanah Baroe untuk pencetakan sawah baru. Terusan kanal ini diarahkan
melalui Koekoesan dan berakhir di Setu Babakan. Dampaknya, irigasi di hilir
Tandjong Barat diperluas hingga ke Kalibata dan Menteng di Pegangsaan lalu air
dibuang ke sungai Tjiliwong. Dalam hal ini pemilik Land Tandjong West yang
berinvestasi di Setu Babakan memberikan konpensasi kepada Gemeente Depok
(karena kapasitas air di Setu Babakan dapat ditingkatkan karena adanya Situ
Pitara di Depok). Konpensasi ini berupa iuran air yang dibayarkan setiap tahun.
Persoalan Setu Babakan dan Land Tandjong West ternyata muncul lagi. Lambat
laun, pada saat kemarau, ketinggian air di Setu Babakan menurun dan debit air
melalui kanal menuju Land Tandjong West semakin kecil, sementara kebutuhan air
di Batavia/Meester Cornelis yang semakin banyak karena telah terjadinya perluasan sawah (terutama
di Land Tandjong West). Untuk mengatasi persoalan ini Pemerintah Batavia mulai
membicarakan dengan Pemerintah Buitenzorg dan juga mempertemukan pihak Gemeente
Depok dan pihak Land Tandjong West.
Setu Babakan Srengseng pada masa kini (Wikipedia) |
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Pak MATUA kalau sejarah mampang ada ga yaa. Terimakasih
BalasHapusSecara khusus setahu saya tidak/belum. Untuk Mampang di Depok informasinya mungkin terdapat di beberapa artikel sejarah Depok. Demikian juga untuk Mampang Jakarta di beberapa artikel sejara Jakarta. Coba search kata 'mampang' di kolom pencarian search di atas.
Hapus