*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Bukit Duri sesungguhnya tidak hanya soal banjir sungai Ciliwung. Bukit Duri juga tidak pula hanya SMA Negeri 8. Sesungguhnya Bukit Duri bahkan sudah terkenal sejak tempo doeloe. Di Bukit Duri terdapat stasion kereta api mewah yang kini diubah dan lebih dikenal sebagai Dipo Bukit Duri. Tidak hanya itu, di Bukit Duri juga tempo doeloe terdapat sebuah benteng besar yang disebut Fort Meester Cornelis.
Bukit Duri sesungguhnya tidak hanya soal banjir sungai Ciliwung. Bukit Duri juga tidak pula hanya SMA Negeri 8. Sesungguhnya Bukit Duri bahkan sudah terkenal sejak tempo doeloe. Di Bukit Duri terdapat stasion kereta api mewah yang kini diubah dan lebih dikenal sebagai Dipo Bukit Duri. Tidak hanya itu, di Bukit Duri juga tempo doeloe terdapat sebuah benteng besar yang disebut Fort Meester Cornelis.
Peta 1824 |
Banyak pertanyaan tentang Bukit Duri. Namun hanya
satu soal yang masih tersisa pada masa ini yang belum tuntas dijawab, yakni mengapa
sering banjir. Apakah Bukit Duri sejak tempo dulu sudah sering banjir akibat
meluapnya sungai Ciliwung? Lantas apakah ada hubungan banjir Bukit Duri dengan
benteng Meester Cornelis dan stasion kereta api Mester Cornelis. Untuk menambah
pengetahuai, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*. Foo udara 1943
Benteng Meester Cornelis dan Stasion Kereta Api di Boekit Doeri
Pada tahun 1872 kembali terjadi banjir besar di Batavia,
tidak hanya sungai Tjiliwong juga sungai Kroekoer (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-01-1872). Disebutkan
sungai Tjiliwong pada tanggal 25 Desember meluap sehingga semua penduduk di
kampong Kramat mengungsi, sementara wijk Bidara Tjina terendam air, sedangkan
di tempat lainnya terjadi genangan air di sebagian dari kampong Melajoe Besar, kampong
Melajoe Ketjil, Kebon Manggis, Boekit Doeri dan Matraman. Seluruh area di
tempat-tempat tersebut ketinggian air mencapai 3 hingga 4 kaki.
Boekit Doeri (Peta 1866) |
Dari laporan banjir ini penjara Meester Cornelis
tidak ada indikasi banjir meski jaraknya terbilang begitu dekat dengan sungai
Tjiliwong. Penjara berada di sisi timur sungai sementara kampong Boekit Doeri
berada di sisi barat sungai Tjiliwong. Dari laporan ini juga tidak ada
keterangan dengan stasion Meester Cornelis di Boekit Doeri terendam air.
Java-bode, 21-05-1870 |
Atah jalur rel kereta api di Boekit Doeri (Peta 1887) |
Sungai Tjiliwong dan jembatan kampong Malajoe (1900) |
Banjir dan Stasion
Kereta Api di Boekit Doeri
Pionir di Meester Cornelis (kini Jatinegara)
adalah Kornelis, karena itu kemudian area di tenggara kota (stad) Batavia ini
disebut Meester Cornelis. Penamaan area serupa ini dari nama orang ada beberapa
seperti area Struiswijk (Salemba), Rustenburg (Tjawang) dan Pluit (dari Flujt).
Nama-nama tempat yang bersumber dari pedalaman (Soenda) memiliku ciri khusus
seperti Tji (Tjipinang), Babakan, Paroeng dan Lebak. Tentu saja ada nama lain
yang diintroduksi baru sesuai asal komunitasnya seperti nama kampong Bali, kampong
Djawa dan kampong Malajoe. Nama-nama komunitas diduga kuat terkait dengan nama
(Meester) Kornelis dan keberadaan benteng. Meester Cornelis mempekerjakan orang
pribumi yang didatangkan sebagai budak sementara benteng dijaga pasukan pribumi
pendukung militer VOC/Belanda,
Eks Fort Meester Cornelis di Berlan yang sekarang (Peta 1910) |
Fort Meester Cornelis, 1770 (Insert peta benteng 1764) |
Pasukan pribumi pendukung militer VOC ini banyak
yang tidak kembali (sejak era VOC bahkan pada era Pemerintah Hindia Belanda) dan
lebih memilih menetap di sekitar benteng dengan membuka lahan pertanian. Itulah
yang menjadi sebab munculnya nama-nama kampong di sekitar benteng Meester
Cornelis seperti kampong Djawa, kampong Malajoe, kampong Bali dan kampong
Manggarai.
Orang-orang
Tionghoa menyusul datang kemudian dan membentuk perkampongan sendiri.
Perkampongan (kampement) utama orang-orang Tionghoa di Meester Cornelis adalah
di Bidara Tjna. Perkampongan Bidara Tjina ini diduga meuncul setelah terjadinya
peristiwa pembantaian orang Cina di Batavia pada tahun 1740. Sejak inilah
muncul komunitas orang Cina di sejumlah tempat yang jauh dari Batavia seperti
di Meester Cornelis, di dekat Depok dan di Tangerang.
Tiga komunitas pertama yang muncul sejak era
VOC/Belanda adalah kampong Djawa, Malajoe, dan Bali. Perkampungan Djawa
terbentuk di sisi barat sungai Tjiliwong (di seberang benteng Meester Cornelis
yang pertama). Sementara perkampongan Malajoe terbentuk di selatan benteng dan
lebih ke selatannya terbentuk perkampoengan Bali. Dalam perkembanganya
perkampongan Malajoe meluas ke seberang sungai Tjiliwong yang dikenal sebagai
kampong Malajoe Ketjil. Sebaliknya dalam perkembangan lebih lanjut perkampongan
Djawa meluas ke seberang sungai Tjiliwong di bekas benteng lama (area Berlan
yang sekarang). Dalam perkembangan inilah kemudian muncul nama kampong Boekit
Doeri.
Diantara
kampong Djawa dan kampong Malajoe Ketjil di sisi barat sungai Tjiliwong
terbentuk perkampongan yang baru. Tiga nama kampong yang terpenting adalah
kampong Poelo, kampong Tanah Rendah dan kampong Boekit Doeri. Dua nama kampong
yang pertama muncul sesuai dengan tipologi area yang mana kampong Poeloe berada
diantara lingkaran sungai Tjiliwong (seakan sebuiah pulau) dan di selatannya
area yang lebih rendah disebut kampong Tanah Rendah.
Sebagai
bahasa pengantar (lingua franca) bahasa Malajoe menjadi penting dalam penamaan
nama-nama tempat yang baru ini. Nama kampong Poelo dan kampong Tanah Rendah
menggunakan bahasa Malajoe. Dua kampong yang berada di selatan kampong Djawa
ini diduga perluasan komunitas di kampong Djawa. Sementara itu di utara kampong
Malajoe Ketjil yang berbatasan dengan kampong Tanah Rendah muncul nama kampong
Boekit Doeri. Kampong baru ini diduga perluasan komunitas Malajoe dari kampong
Malajoe Ketjil (sisi barat sungai) dan komunitas Malajoe dari kampong Malajoe
Besar (sisi timur sungai).
Kampong Boekit Doeri berada tepat di seberang
benteng (fort) Meester Cornelis. Seperti disebutkan di atas, nama kampong
Boekit Doeri belum diidentifikasi pada Peta 1824 dan teridentifikasi secara
jelas pada Peta 1866. Lantas timbul pertanyaan mengapa nama kampong baru tersebut
dengan nama Boekit Doeri? Apakah area itu sebagai suatu bukit?
Nama kampong disebut Boekit Doeri diduga kuat karena berada di area
(per)bukit(an). Seperti disebutkan sebelumnya, di utara kampong Boekit Doeri
adalah kampong Tanah Rendah yang dalam hal ini altitud (dpl) kampong Boekit
Doeri lebih tinggi dari kampong Tanah Rendah. Dari arah kampong Tanah Rendah,
perkampongan di selatan ini tampak lebih tinggi. Sementara dari sisi timur
sungai (yang lebih curam) di area Meester Cornelis jika melihat area ke
seberang di sisi barat sungai seakan berada di ketinggian karena di bawah
berada sungai Tjiliwong yang mendaki ke arah perkampongan Boekit Doeri.
Sebaliknya kampong Malajoe Ketjil di selatan yang berada di sisi barat sungai
Tjiliwong yang lebih rendah terlihat ke perkampongan Boekit Doeri lebih tinggi.
Lalu yang terakhir di sebelah barat perkampongan Boekit Doeri terdapat area
yang lebih rendah persawahan yang airnya bersumber dari kanal buatan, yang airnya
bersumber dari Setu Babakan di Lenteng Aging (kanal ini berada di sisi barat
jalan Saharjo yang sekarang. Dengan demikian area perkapongan Boekit Doeri
memang secara tipologi adalah suatu perbukitan (bukit yang ketinggiannya rendah).
Oleh karena itu secara alamiah di area Boekit Doeri tidak terdapat aliran
sungai (kecil). Adanya aliran air yang tampak sekarang terutama di wilayah Sawo
Kecik (juga wilayah yang berdekatan dengan Tebet di selatan dan wilayah
Manggarai di utara) bukanlah sungai tetapi suatu kanal yang dialirkan dari
kanal di sebelah barat (jalan Saharjo yang sekarang) dan juga kanal-kanal yang
dibangun baru sebagai kanal drainase. Kanal-kanal ini tampak dalam. Untuk sekadar
catatan tambahan bahwa nama kampong Manggarai merujuk pada komunitas orang
Manggarai (akan dibuat artikel tersendiri). Sementara itu, nama Tebet diduga
area orang Malajoe (di kampong Malajoe Ketjil) yang mengusahakan perikanan air
tawar/ Kolam-kolam ikan ini dalam bahasa Malajoe disebut ‘tebat’ yang bergeser
menjadi nama area/kampong yang disebut ‘Tebet’. Setelah dibangunnya kanal
irigasi dari Setoe Babakan di Serengseng tahun 1830an area Tebet dan Manggarai termasuk
yang dikembangkan sebagai areal persawahan. Kanal irigasi ini didistribusikan
dari kanal di sekitar Tugu Cawang yang sekarang melalui area kampong Tebet
terus ke Boekit Doeri/Manggarai yang kemudian diteruskan ke sungai Tjiliwoing
di stasion Manggarai yang sekarang. Kanal ini menjadi batas antara kelurahan Bukit
Duri dan kelurahan Manggarai yang sekarang (jalan Lapangan Ros Kali dekat Jalan
Tebet Utara I di Lapangan Ross).
Area Boekit Doeri yang sejak dari doeloe
mengalami banjir bukanlah wilayah Boekit Doeri yang berada di ketinggian tetapi
area Boekit Doeri yang berada di wilayah yang lebih rendah yang berdekatan
dengan sungai Tjiliwong yang di arah utara berbatasan dengan kampong Tanah
Rendah dan di selatan berbatasan dengan kampong Malajoe Ketjil. Perkampongan
Boekit Doeri yang mengambil nama dari suatu tipologi bukit berada di sekitar
jalan Bukit Duri Tanjakan. Oleh karena itulah jalan yang menanjak dari stasion
kereta api Meester Cornelis ke perkampongan Boekit Doeri tempo doeloe disebut
jalan Boekit Doeri Tandjakan (downtown dari kampong Boekit Doeri).
Tentu
saja saya sedikit lebih paham area Bukit Duri ini karena saya pernah tinggal cukup
lama di kawasan Lapangan Ros Bukit Duri pada pertengahan 1990an hingga
munculnya krisis pada tahun 1998. Selama saya tinggal di wilayah ini (termasuk
area stasion Tebet) tidak pernah kebanjiran, sementara yang kerap dilanda
banjir adalah wilayah-wilayah yang disebut sebelumnya berdekatan dengan sungai
Tjiliwong (di sebelah utara, timur dan selatan jalan Bukit Duri Tanjakan).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perkembangan Lebih Lanjut di Boekit Doeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar