*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini
Putussibau, bukan Parit
Putus di Padang, tetapi Kalimati di Jawa. Putussibau di hulu sungai Kapuas,
pedalaman pulau Borneo adalah Kalimati sungai Kapuas di muara sungai Sibau.
Bingung, bukan? Bingung adalah awal keingintahuan. Metode keingintahuan mengapa
disebut Putussiabau adalah metode sejarah berdasarkan fakta dan data yang
dianalisis dengan baik dan diinterpretasi dengan benar. Itulah syarat perlu
untuk mengetahui awal sejarah Kota Putussibau.
Sungai Kapuas sudah dikenal sejak jaman kuno,
yang disebut sungau Laue atau Lauwe (hingga era VOC). Pada era Pemerintah
Hindia Belanda nama sungai yang kemudian disebut sungai Lawai atau Melawi diubah
dengan nama sungai Kapoeas (nama sungai Melawi direduksi hanya sampai pada
muara sungai di Sintang). Orang Eropa pertama menyusuri sungai Kapoeas baru
dilakukan pada era Pemerintah Hindia Belanda. Ekspedisi pertama yang kemudian
dikompilasi dan dilaporkan DWC Baron van Lynden pada tahun 1847. Ekspedisi
kedua dilakukan komandan kapal Letnan J Groll pada bulan Junij dan Julij 1851.
Ekspedisi ketiga yang disarikan oleh Algemeene Secretaris, Gouvernements-Commissaris
voor de Wester-afdeeling van Borneo, A. Prins. Ekspedisi Prins yang menyusuri
sungai Kapoeas hinga ke hulu terjauh dimulai dari Pontianak pada tanggal 2
Maret dan tiba kembali di Pontionak pada tanggal 6 April 1855. Pada ekspedisi
ketiga inilah orang Eropa (pertama) mencapai sungai Sibau. Laporan A Prins ini
dipublikasikan pada Nederlandsche staatscourant, 03-07-1855.
Bagaimana
sejarah Putussibau di kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat secara lengkap?
Yang jelas kota Putussibau adalah kota yang dibangun baru di sisi sungai Kapoeas
di dekat sungai Sibau. Pada jaman kuno sungai Kapoeas membentuk ‘kalimati’ di
dekat muara sungai Sibau. Pada hilir sungai kalimati didirikan kota baru yang
menadopsi nama yang diberikan penduduk yakni Poetoes Sibaoe. Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Permulaan nama Poetoessibau
dan permulaan nama Putussibau menjadi kota. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Nama Putussibau di Muara
Sungai Sibau
Wilayah
hulu sungai Kapoeas paling hulu pada awalnya dapat dikatakan sebagai wilayah
yang belum teridentifikasi. Penduduknya, penduduk asli cenderung nomaden di
berbagai daerah aliran sungai. Menurut laporan A Prins (1855) mereka
mengidentifikasi diri sebagai (Dajak) Taman dan Kaijan. A Prins menyebutkan
penduduk Tamaus dan Kaijan belum pernah terhubung (dalam arti diplomasi) dengan
kerajaan-kerajaan Melayu di arah hilir (Bonut, Selimbau, Souwahid, Silat,
Sintang, Sekadau, Sanggau, Melieau dan Tajan). Oleh karena itu dua suku Dayak
ini tidak memiliki hutang kepada Melayu alias independen.
Ekspedisi yang menggunakan kapal perang Onrust
ini tiba di muara sungai Sibau (yang berhulu di gunung Lawit). A Prins di muara
sungai ini bertemu dengan banyak pimpinan Taman dan Kaijan. Titik terjauh yang
dikunjungi kapal hanya sampai di kampung Samoes (Kaijan) di sungai Mendallam
(muara sungai Samoes di sungai Mendalam) pada tanggal 24 Maret. Kampong ini
terdiri dari empat bangunan, bangunan terbesar menampung 80 keluarga yang
masing-masing memiliki tempat sendiri. Di sungai Mendalam A Prins menerima
kedatangan dua perahu orang Dajak Poenan yang berada di wilayah arah hulu
sungai Kapoeas. Mereka ini tidak menetap, tidak memanfaatkan hasil hutan tetapi
hanya hasil perburuan dan penangkapan ikan. Inilah gambaran situasi terawal
yang diketahui di sekitar kota Putussibau.
Untuk
memusatkan semua kampong-kampong yang berada di ujung sungai hulu sungai
Kapoeas (Borneo Barat) dibentuk kota baru sebagai tempat kedudukan orang Eropa.
Kota baru ini berada diantara kampong-kampong besar Poelau Djoelaud (sungai
Sibau), Easibir, Melapi dan Pagoeng (sungai Mendalam).
Lokasi kota Poetoessibau dibangun di area
kosong di sisi selatan sungai Kapoeas, yang berseberangan dengan muara sungai
Sibau. Muara sungai Sibau bercabang dua di sungai Kapoeas yang dalam peta-peta
awal membentuk pulau yang diidentifikasi sebagai pulau Keret. Seperti biasanya
orang Belanda dalam membangun kota memilih di area kosong yang jauh dari area
perkampongan penduduk asli namun strategis. Area yang dipilih dan ditetapkan
adalah titik dimana pusat kota Putussibau yang sekarang.
Dalam
perkembangannya setelah muncul kota Eropa terbentuk kampong Nanga Mendalam (di
muara sungai Mendalam). Kampong Nanga Mendalam ini diduga adalah kampong baru
(urban) bukan relokasi kampong Soemoes ke muara. Sebagai perkampongan urban,
penduduk kampong ini beragam asal-usul kampong halaman (dari Dajak Taman dan
Kajan).
Pertanyaannya sejak kapan kota Putussibau
dibangun? Peta-peta yang lebih tua seperti Peta 1861 belum teridentifikasi nama
kota Putussibau. Demikian juga pada Peta 1877 belum teridentifikasi. Nama
Putussibau sudah diidentifikasi pada Peta 1896. Dalam peta ini disebut tempat
kedudukan Controlur onderafdeeling Boven Kapoeas (Afdeeling Sintang).
Onderafdeeling Boven Kapoeas ini terdiri dari lanskap Boenoet dan wilayah
lainnya ke hulu sungai Kapoeas. Pada Peta 1919 di seberang kota Poestoessibau
sudah terbentuk kampong Nanga Mendalam. Pada Peta 1914 nama kampong ini belum
ada.
Lantas
mengapa nama kota di onderafeeling Boven Kapoeas ini disebut Poetoessibau. Nama
ini unik (tidak ditemukan di tempat lain), suatu nama yang mengacu pada nama
(muara) sungai Sibau. Meski kota baru, tentulah nama itu diadopsi dari nama
lama yang sudah eksis di sekitar. Pemerintah Hindia Belanda dalam menetapkan
nama tempat sesuai dengan nama yang sudah ada, sebab nama geografis adalah
penanda navigasi baik penduduk lokal maupun penduduk pendatang (asing).
Secara teoritis penamaan tempat Poetoessibau sebagai
berikut: Nama ini didasarkan pada dua kata Sibau dan Poetoes. Sibau adalah nama
sungai, sedangkan kata Poetoe dapat diartikan suatu yang putus (lepas). Di
wilayah sekitar terutama di sebelah utara sungai di dalam peta-peta adalah area
rawa yang menandakan kerap terjadi banjir. Sisa banjir adakalanya tertahan
menjadi danau atau rawa. Hal inilah yang menyebabkan secara spasial sungai
Sibau bercabang di muara (masuk ke sungai Kapoeas). Pada masa lampau cabang
sebelah hulu beruara ke sungai Kapoeas dari arah barat yang mana sungai Kapoeas
seperti bentuk huruf S (lihat peta). Sungai Sibau seakan menerjang sungai Kapuas
pada punggung cekungan atas. Oleh karena area muara sungai Sibau area basah
(kerap banjir dan banyak rawa), dengan tekanan arus sungai Kapoeas yang secara
terus menerus menyebabkan tanah yang menghubungkan sungai pada cekungan bawah
(S) jebol (pada saat terjadinya banjir besar). Bagian sungai pada cekungan
bawah (S) menjadi terisolir (arus tidak begitu kuat). Proses alam inilah yang
diduga diidentifikasi penduduk sebagai sungai-kali Poetoes (Kalimati). Lambat
laun sungai yang terisolir ini terbentuk sedimentasi dan juga terjadi perkembangan
luasan vegetasi (menjadi area rawa). Sungai terisolir ini banyak ditemukan di
pantai utara pulau Jawa yang disebut sungai Kalimati sebagaimana di Kalimantan
sendiri (khususnya antara Suhaid dan Putussibau). Sementara itu, cabang sungai
Sibau yang di sebelah hilir semakin lama terisolir karena faktor arus yang
semakin kuat pada cabang yang di sebelah hulu. Di sebelah hilir Kalimati ini
diletakkan kota yang baru oleh Peerintah Hindia Belanda (dalam hal ini Kalimati
sendiri menjadi barier untuk kota jika terjadi banjir).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Perkembangan Lebih Lanjut Putussibau
di Kapuas Hulu
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar