*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Bintuni adalah sebuah distrik yang juga
merupakan pusat pemerintahan atau ibu kota dari kabupaten Teluk Bintuni, provinsi
Papua Barat. Distrik ini terletak di dekat pantai tenggara Semenanjung Kepala
Burung di Teluk Bintuni. Tembuni juga adalah sebuah distrik di kabupaten Teluk
Bintuni. Distrik Tembuni memiliki empat kampung: Araisum, Tembuni, Mogoi Baru
dan Bangun Mulyo.
Bahasa Sou dituturkan di kampung Tembuni, distrik Tembuni, kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur bahasa Sou berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Moskona di sebelah timur, wilayah tutur bahasa Miak di sebelah barat, wilayah tutur bahasa Arandai di sebelah utara, dan wilayah tutur bahasa Warriagar di sebelah selatan. Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, isolek Sou merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan 90%—100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, yaitu bahasa Moskona dan Wandamen. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Sou di Tembuni di Teluk Bintuni? Seperti disebut di atas bahasa Sou dituturkan di wilayah Tembuni. Steenkol dan Bintuni antara sungai Tembuni dan sungai Muturi. Lalu bagaimana sejarah bahasa Sou di Tembuni di Teluk Bintuni? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Sou di Tembuni di Teluk Bintuni; Steenkol dan Bintuni Antara Sungai Tembuni dan Sungai Muturi
Bahasa Sou di Tembuni. Pepatah lama biasanya: asam di gunung, garam di pantai. Interaksinya melalui sungai. Di wilayah Bintuni tampaknya pepatah ini yang berlaku: dimana ada batubara ditemukan disitu kemungkinan adanya minyak. Batubara dan minyak adalah dua komoditi perdagangan penting yang sama-sama berasal dari fosil.
Di wilayah Bintuni terdapat sungai-sungai yang bermuara ke laut di teluk Barau atau teluk Macvluer atau teluk Bintoeni. Sungai-sungai itu adalah sungai Temboeni, sungai Sakaoeni, sungai Tafereh, sungai Rittowe dan sungai Wasian. Semua sungai ini yang dapat dikatakan muara-muara sungai ini terikat di wilayah hulu di pedalaman dengan sungai tunggal yang berhulu jauh di pedalaman. Nama sungai ini di wilayah hulu adakalanya disebut sungai Tembuni dan adakalnya sebagai sungai Wasian. Tipologi sungai ini mirip dengan muara sungai Mahakam di pantai timur Kalimantan. Secara geomorfologis sungai Tembuni/sungai Wasian ini di masa lampau bermuara di suatu teluk. Dalam perkembangannya terjadi sedimentasi jangka panjang yang mana sungai dari pedalaman membawa massa padat (lumpur dan sampah vegetasi) yang menyebabkan terbentuk rawa-rawa di teluk dan kemudian terbentuk daratan. Jalan air menuju laut di rawa-rawa terbentuk sungai0sungai yang disebut di atas. Salah satu diantara sungai tersebut menjadi arus utama apakah sungai Tembuni atau sungai Wasian. Jauh sebelum itu proses sedimentasi di masa lampau terjadi di hulu. Dalam konteks inilah mengapa terbentuk minyak di hulu dan batubara di arah hilir. Usia pelapukan fosil minyak lebih tua dari batubara. Peta 1911
Adanya batubara di teluk Bintoeni pertama kali ditemukan di tidak jauh dari muara sungai Wasian di Masoe. Hal itulah mengapa di dalam peta yang dibuat Hille (1911) di Mosoe ditandai sebagai Vindplaats Steenkole (tempat ditemukan batubara). Batubara yang ditemukan ini ada di lapisan permukaan sebagaimana pada masa lampau tahun 1850 batu bara di dekat kampong Samarinda di hilir sungai Mahakam.
Batubara adalah bahan bakar untuk kapal-kapal uap. Batubata yang ditemukan di sungai Wasian dieksploitasi untuk bahan bakar kapal uap yang datang dan pergi di teluk Bintuni. Tempat penampungannya berada di kampong Bintoeni (sejauh kapal uap dapat menavigasi dari arah laut). Batubara dari Masoe dibawa dengan perahu ke Bintoeni. Sejak inilah nama Bintoeni menjadi penting di sungai Wasian karena sudah ada orang Eropa yang bermukim (awalnya orang Eropa hanya di Boba). Nama Bintoeni kemudian dijadikan nama teluk untuk menggantikan nama lama Maccluer Golf (yang di masa lampau nama teluk adalah teluk Berau). Peta 1912
Nama Bintoeni adalah satu hal, Dalam hal ini nama Tembuni sebagai nama sungai terhubung jauh ke padalaman. Jika Bintoeni berkembang karena ditemukan batubara di daerah aliran sungai Wasian, nama Tembuni terkenal karena arus perdagangan antara pedagang di teluk Bintuni dengan populasi asli di wilayah pedalaman hingga jauh di hulu sungai Tembuni. Seperti kita lihat nanti di daerah hulu sungai Tembuni inilah kemudian ditemukan sumber minyak.
Seperti disebut di atas distrik Tembuni dengan ibukota Tembuni terdiri 4
desa yaitu Tembuni, Arainsum, Mogoi Baru dan Bangun Mulya. Pada masa ini bekas tangka
minyak ditemukan dua buah di Mogoi dan dua buah di Tembuni. Sumur dan pompa minyak
ditemukan di Mogoi.
Kampong Tembuni di daerah aliran sungai Tambuni adalah kota pertama orang Belanda di pedalaman. Semua itu karena ada minyak. Kampong Bintoeni juga menjadi kota Eropa karena adanya batubara. Pusat Eropa di bagian dalam teluk Bintuni berada di Babo. Di kota Babo inilah hasil-hasil eksplorasi di Temuni di telu (paleontologi dan petrografi). Minyak dibor di Klamono pada awal Oktober 1936, minyak ditemukan di Wasian pada bulan Juni 1939 dan sumur produktif pertama dibor di Mogoi pada pertengahan tahun 1941 (lihat Geologie & mijnbouw; orgaan voor de officieele mededeelingen van het Geologisch-Mijnbouwkundig Genootschap voor Nederland en Koloniën, 1955).
Hingga tahun 1942 telah dilakukan 107 pengeboran struktur geologi
dengan kedalaman rata-rata 200 meter, dan 32 pengeboran eksplorasi telah dilakukan,
yang terdalam mencapai 3000 M. Hingga pecahnya perang
Pasifik fokus
hampir secara eksklusif pada eksplorasi. Permukiman yang dibangun masih bersifat sementara, termasuk
pangkalan utama di Babo. Sungai Temboeni yang berarus deras, yang menjadi
jalur pengangkutan material untuk pengeboran Tembuni dan Mogoi, sepanjang
kurang lebih 60 Km. Tenaga kerjanya sebagian besar terdiri dari
orang-orang Indonesia yang terampil, ditambah dengan orang Dayak dari
Kalimantan yang bekerja di bidang kehutanan dan pekerja tidak terampil dari
pulau-pulau tetangga dan dari pantai Utara dan Selatan (Seroei dan Mimika). Pada tahun 1946, setelah
perang, pekerjaan dimulai dari awal lagi. Pemukiman sebelum perang di Babo
dihancurkan sepenuhnya oleh Jepang
Tunggu deskripsi lengkapnya
Steenkol dan Bintuni Antara Sungai Tembuni dan Sungai Muturi: Navigasi Pelayaran dari Zaman Kuno hingga Kapal Uap Batubara
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar