*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa Indonesia di blog ini Klik Disini
Sejak
kapan suatu bahasa disebut sebagai bahasa Melayu? Pertanyaan ini menjadi penting,
sejak kapan suatu bahasa disebut Bahasa Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut tentu saja tidak penting-penting amat. Namun pertanyaan tersebut menjadi
penting karena ada kecenderungan penutur bahasa Melayu mengklaim penutur Bahasa
Indonesia. Bagaimana jika bahasa Melayu ada yang mengklaim. Yang jelas bahasa
diwariskan, bahasa bertransformasi dan bahasa dapat dibedakan antara satu nama
dengan dengan nama lainnya.
Di dalam Wikipedia disebut bahasa Melayu mulai digunakan secara meluas sebagai bahasa perantara Kesultanan Melaka (1402–1511). Bahasa Melayu berkembang pesat di bawah pengaruh kesusastraan Islam. Penyerapan besar-besaran bahasa Arab, Tamil, dan Sanskerta, yang disebut bahasa Melayu Klasik. Di bawah Kesultanan Melaka, bahasa itu berkembang menjadi suatu bentuk yang dapat dikenali penutur bahasa Melayu Modern. Ketika istana berpindah ke Johor, istana terus menggunakan bahasa klasik. Bahasa itu menjadi begitu dikaitkan dengan Riau Belanda dan Johor Britania sehingga sering diandaikan bahwa bahasa Melayu Riau dekat dengan bahasa klasik. Walau bagaimanapun, tidak ada kaitan yang lebih erat antara bahasa Melayu Melaka yang digunakan di Riau dengan bahasa sehari-hari Riau (lihat James N Sneddon. 2003. The Indonesian Language: Its History and Role in Modern Society. UNSW Press). Laporan Portugis dari abad ke-16 menyebut perlunya penguasaan bahasa Melayu untuk berurusan niaga. Surat-surat tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu antara lain Sultan Abu Hayat dari Ternate sekitar 1521–1522.
Lantas bagaimana sejarah kapan suatu bahasa disebut Bahasa Melayu? Seperti disebut di atas pertanyaan tersebut menjadi penting karena ada kecenderungan penutur bahasa Melayu mengklaim penutur Bahasa Indonesia. Bagaimana jika sebaliknya bahasa Melayu diklaim penutur bahasa lain? Yang jelas sebelum disebut bahasa Melayu, ada kamus bahasa di Malaka dan kamus bahasa di Maluku. Lalu bagaimana sejarah kapan suatu bahasa disebut Bahasa Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sejak Kapan Bahasa Disebut Bahasa Melayu? Kamus Bahasa di Malaka dan Kamus Bahasa di Maluku
Sejak kapan suatu bahasa disebut sebagai bahasa Melayu? Tidak terinformasikan dalam laporan/tulisan orang/pelaut Portugis maupun orang/pelaut Spanyol pada era Portugis. Dalam buku yang ditulis oleh Pigafetta juga tidak ditemukan nama suatu bahasa disebut (bahasa) Melayu.
Pada tahun 1800 terbit buku berjudul Premier
voyage autour du monde (lihat Middelburgsche courant, 14-07-1801). Buku ini
merupakan perjalanan Pigafetta bersana Ferdinand Magellan 1519-1522. Dalam buku
ini juga terdapat daftar kosa kata (kamus) bahasa Prancis, bahasa di Filipina,
bahasa di Maluku, bahasa di Malaka dan bahasa di pulau lain.
Pigafetta mengumpulkan kosa kata (vocabulaire). Dari daftar kosa kata (kamus kecil) tersebut hanya menyebut vocabulaire di pulau-pulau Laut Selatan. Pigafetta mengumpulkan kosa kata di Pilipina di bawah judul Vocabulaire Des Philipines dan di Maluku di bawah judul Vocabulaire Des Moluqo.
Pigafetta meyandingkan kosa kata (vocabulaire) Des Philipines dan Vocabulaire Des Moluqo yang disalinnya dari pelaut-pelaut lain kosa kata (vocabulaire) yang digunakan di Malaka di bawah judul Vocabulaire De Malacca. Pelaut-pelaut lain tersebut diduga kuat pelaut-pelaut Portugis yang berpangkalan di Malacca yang tengah berada di Maluku. Sebagaimana diketahui pelaut Portugis menaklukkan dan menduduki Malaka sejak 1511 (sementara pelaut-pelaut Spanyol berlayar dari arah timur, Pasifik dan pantai barat Amerika Latin.
Daftar kosa kata (vocabulaire) yang disuse Pigafetta sangat banyak untuk Des Moluqo jika dibandingkan dengan untuk Des Philipines dan De Malacca. Meskipun demikian adanya, ketiga daftar kosa kata tersebut dapat diperbandingkan.
Yang
menjadi pertanyaan mengapa daftar kosa kata (vocabulaire) Des Moluqo lebih
panjang (lebih banyak) dari pada daftar kosa kata Vocabulaire De Malacca? Apakah
ini mengindikasikan lebih banyak kosa kata umum di Maluku dari pada di Malaka. Yang
dimaksud umum dalam hal ini kosa kata sehari-hari yang dibutuhkan oleh para
laut baik dalam komunikasi biasa maupun komunikasi dalam transaksi perdagangan.
Daftar kosa kata yang digunakan di Maluku semakin banyak jika ditambahkan dengan dua surat Sultan Ternate di Maluku kepada Raja Portugal. Dua surat tersebut dapat dibaca pada tulisan CO Blagden berjudul ‘Two Malay letters from Ternate in the Moluccas, written in 1521 and 1522. Edited and translated by CO Blagden. With 2 plates yang dimuat dalam Bulletin of the School of Oriental Studies, London Institution, VI, x, 1930.
Pigafetta bersana Ferdinand Magellan melakukan pelayaran ke Filipina dan Maluku tahun 1519-1522. Pelayaran ini merupakan pelayaran Spanyol pertama ke timur. Sementara itu surat Sultan Ternate kepada Radja Portugal bertahun 1521 dan 1522. Dengan demikian, daftar kosa kata (vocabulaire) Des Moluqo yang disusun Pigafetta dapat ditambahkan kosa-kata yang terdapat di dalam surat Sultan Ternate.
Daftar kosa kata yang digunakan di Maluku dan Malaka pada era Portugis menjadi penting karena dapat dibandingkan dengan kosa kata yang terdapat dalam prasasti Trenggano dan teks Tandjoeng Tanah, Kerinci yang berasal dari abad ke-14. Dalam hal ini, memang ada perbedaan jarak waktu sekitar dua abad, tetapi hanya sumber-sumber itulah yang tersedia pada masa ini tentang bahasa yang pernah di gunakan di Sumatra, Semenanjung Malaka dan Maluku. Namun demikian, sekalipun itu adanya, masih dimungkinkan untuk mengidentifikasi bahasa mirip bahasa Melayu dan bahasa mirip bahasa lainnya.
Dari empat sumber di atas, masing-masing memiliki kelemahan. Teks prasasti Trenggano, meski tulisannya cukup jelas (digurat pada permukaan batu) namun karena menggunakan aksara Jawi (aksara Arab gundul) dan tidak menggunakan penanda vocal dan konsonan menjadi sulit membedakan bagaimana suatu kata ditulis dan bagaimana diucapkan. Teks Tandjoeng Tanah ditulis di atas semacam bahan kerta, tintanya sudah ada yang hilang, tidak hanya huruf, juga suku kata atau kata menjadi sulit diidentifikasi. Teks Vocabulaire Des Moluqo yang disusun oleh Pigafetta, sebagai orang asing, saat mendengar kata diucapkan adakalanya berbeda dengan yang didengar dan berbeda dalam menuliskannya (coding). Teks surat Sultan kurang yang ditulis dalam bahan kertas kurang lebih serupa dengan teks prasasti Trenggano yang ditulis dengan menggunakan aksara Jawi. Teks Vocabulaire Des Moluqo yang disusun oleh Pigafetta memiliki keutamaan sendiri karena ditulis dengan aksara Latin (alfabet), yang dalam hal ini membedakan penanda vocal dan konsonan.
Dalam teks Vocabulaire Des Moluqo yang disusun Pigafetta sebutan angka bilangan satuan cukup lengkap. Sebutan bilangan dua sangat mirip satu sama lain, bahkan angka dua juga ditemukan di Eropa (duo). Angka dua, tolu dan sapulu eksis dalam teks prasasti-prasasti di pantai timur Sumatra yang berasal dari abad ke-7. Sebagai angka tlu/tolu, angka tiga muncul dalam teks prasasti Trenggano dan teks Tandjoeng Tanah yang berasal dari abad ke-14. Angka tiga ini juga yang berlaku di Malaka dan Maluku pada abad ke-16. Berdasarkan teks Vocabulaire Des Moluqo yang disusun Pigafetta eksis dalam bahasa di Filipina dan pulau lainnya.
Sebutan
angka tlu/tolu ini masih eksis hingga masa ini dalam bahasa Batak dan Jawa. Ini
mengindikasikan angka tiga adalah suatu sebutan baru. Bagaimana dengan angka
sepulu? Mirip dengan sebutan di Malaka dan Maluku, tetapi sedikit berbeda dengan
di Filipina yang hanya disebut polo (pulu). Dalam teks prasasti-prasasti di
pantai timur Sumatra yang berasal dari abad ke-7 disebut saribu. Angka ini di
Maluku disebut salibu (saribu), tetapi di Malaka hanya disebut ribu (saja). Ada
pengutangan angka satu (sa) di Malaka sebagaimana sebuta polo (puluh) di Filipina.
Dalam hal ini penggunaan bilangan satu (sa) yang menjadi patokan seharunya
sapulu, saratus dan saribu. Perlu ditambahkan di sini Vocabulaire Des Moluqo
yang disusun Pigafetta dicatat satukali (Maluku) dan sakali (Malaka). Ini untuk
pertama kali muncul sebuta satu.
Dalam teks prasasti-prasasti di pantai timur Sumatra yang berasal dari abad ke-7 kosa kata ambil sebaga kata dasar alam dalam mangalap. Alap eksis dalam bahasa Batak. Kosa kata ambil terdapat dalam teks prasasti Trenggano dan teks Tandjoeng Tanah yang berasal dari abad ke-14. Kosa kata ambil juga digunakan di Malaka dan Maluku pada abad ke-16. Untuk kosa kata bulan eksis dalam teks prasasti-prasasti di pantai timur Sumatra yang berasal dari abad ke-7 sebagai vulan (bulan). Kosa kata bulan ini terdapat dalam dalam teks prasasti Trenggano maun teks Tandjoeng Tanah yang berasal dari abad ke-14. Kosa kata bulan di Maluku pada abad ke-16 disebut bulan. Hanya di Malaka yang sedikit berbeda sebagai bulai.
Dalam
kutipan Wikipedia diatas dusebut bahasa Melayu mulai digunakan secara meluas
sebagai bahasa perantara Kesultanan Melaka (1402–1511). Bahasa Melayu
berkembang pesat di bawah pengaruh kesusastraan Islam. Penyerapan besar-besaran
bahasa Arab, Tamil, dan Sanskerta, yang disebut bahasa Melayu Klasik. Di bawah
Kesultanan Melaka, bahasa itu berkembang menjadi suatu bentuk yang dapat
dikenali penutur bahasa Melayu Modern. Dari yang diidentifikasi di atas,
pernyataan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Fakta bahwa surat Sultan Ternate
kepada Raja Portugal (1521 dan 1522) tekesan lebih dekat ke bahasa Melayu/Bahasa
Indonesia yang sekarang. Sebagai perbandingan antara bahasa di Malaka dan Maluku
(Pigafetta): hujan (Maluku: unjanl di Malaka ugiang); sungai (songai, songhei);
sini (sini, ini); Islam (Islam, Isalam); sana (sana, sanna); ada (ada, adda);
lihat (liat, niata); mati (mati, matte) dan garam (garansira, garan), piring (pingam;
pingon; asap (asap, assap); guntur (Guntur, gontor); kapal (kapal, kappal); iya
(ca, be); berapa (barapa, barappa); makan (makan, makan).
Dalam catatan Pigafetta, di Maluku awalan ma dan ba, sedangkan di Malaka selain ma dan ba juga ada me dan be. Pigafetta tidak mencatat kosa kata tidak di Maluku, tetapi di Malaka disebut sebagai tida. Dalam surat Sultan Ternate kosa kata tidak ini disebuat sebagai tiada. Perbandingan Pigafetta (Maluku dan Malaka) dengan surat Sultan Ternate: perempuan (poronpuan, paranpuan, perempuan);
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kamus Bahasa di Malaka dan Kamus Bahasa di Maluku: Bahasa di Nusantara yang Pertama dalam Aksara Latin
Nama Melayu sebagai nama tempat (geografis) adalah satu hal, nama Melayu sebagai nama bahasa (linguistik) adalah hal lain. Namun nama tempat kerap dijadikan sebagai nama bahasa. Lantas sejak kapan bahasa disebut bahasa Melayu?
Nama Maluku sudah tercatat dalam teks Negarakertagama (1365). Tidak diketahui
secara tepat apakah Maluku sebagai nama tempat (sempit) atau nama wilayah
(luas). Dalam teks Negarakertagama tidak tercatat nama Malaka. Nama-nama yang
dicatat di dalam teks Negarakertagama di Semenanjung Malaya antara lain
Trengganu (tempat ditemukan prasasti Trengganu). Nama-nama lainnya yang dicatat
adalah Muwar, Kelang dan Keda, Kalantan serta Tumasik. Dalam surat Sultan
Ternate (1521-1522) nama Maluku mengindikasikan nama suatu wilayah, dimana di
wilayah Maluku tersebut terdapat raja-raja (negeri) di Ternate, Tidore, Batjan,
Jailolo dan Ambun (bukan Ambon). Dalam surat ini juga Melaka (bukan Malaka)
disebut suatu negeri. Lantas sejak kapan nama Malaka muncul? Satu yang jelas
pada tahun 1511 kerajaan Malaka ditaklukkan dan diduduki pelaut Portugis. Pigafetta (1519-1522)
mencatat nama Malaka sebagai Malacca (besar dugaan merujuk pada sebutan orang
Portugis). Nama Malaka sendiri adalah nama yang sudah lama ada. Dalam laporan
Ma Huan dalam ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) singgah di Pa-lim-fang (Palembang),
Man-la-ka (Malaka), A-lu (Aru) dan Su-men-ta-la (Sungai Karang).
Tidak ada dalam catatan Portugis nama Melayu. Oleh karena Portugis menaklukkan (negeri) Malaka, maka orang Portugis hanya menyebut nama Malaka sebagai Malacca. Nama inilah kemudian yang menyebar di Eropa sehingga Pigafetta juga hanya menggunakan nama itu di atas nama daftar kosa kata yang dikumpulkannnya. Dengan demikian, hingga kehadiran Eropa di nusantara, nama Melayu tidak/belum dikenal oleh orang Eropa.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar