Senin, 10 Maret 2025

Sejarah Bisnis Indonesia (2): Hubungan Bisnis Belanda, Indonesia, Jepang Tempo Dulu; Cinta Pertama Jadi Benci Tapi Rindu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini

Ada satu masa dimana antara Jepang dan Belanda putus hubungan. Itu terjadi saat militer Jepang menduduki Jawa dan Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada tanggal 8 Maret 1942. Sejak itu, Belanda tidak pernah menandingi Belanda (bahkan hingga sekarang). Fakta bahwa orang Belandalah yang membimbing Jepang sejak awal dalam mencapai kemajuan di barat (Eropa).

 

Hubungan antara Jepang dan Belanda bermula pada 1609, ketika hubungan dagang formal pertama diadakan. Orang-orang Jepang yang penasaran melihat orang Belanda di Nagasakiya di Edo. Ketika hubungan dagang formal diadakan pada 1609 melalui permintaan dari orang Inggris William Adams, Belanda mendapatkan hak-hak dagang dan mendirikan pos perdagangan Perusahaan Hindia Belanda di Hirado. Ketika Kebangkitan Shimabara pada 1637 terjadi, dimana Kristen Jepang memulai pemberontakan melawan keshogunan Tokugawa, peristiwa tersebut dihancurkan dengan bantuan Belanda. Akibatnya, seluruh negara-negara Kristen yang menjadi pemberontak pergi, meninggalkan Belanda menjadi satu-satunya mitra dagang dari Barat. Di antara negara-negara yang pergi adalah Portugal yang memiliki pos perdagangan di pelabulan Nagasaki di sebuah pulau artifisial yang bernama Dejima. Rangaku, artinya "Mempelajari Belanda", merupakan pengetahuan yang dikembangkan oleh Jepang dalam kontak-kontaknya dengan pos Belanda di Dejima. Dalam prinsip Rangaku ini, Jepang dapat mempelajari revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di Belanda dan Eropa pada waktu itu, membantu modernisasi yang radikal dan cepat di Jepang menyusul terbukanya negara tersebut untuk perdagangan asing pada 1854 (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah hubungan bisnis Belanda, Indonesia dan Jepang tempo doeloe? Seperti disebut di atas, hubungan Belanda dan Jepang sejak awal begitu baik dan itu bermula dari Indonesia, tetapi pada akhirnya hubungan keduanya putus pada tahun 1942. Ibarat cinta pertama jadi benci tapi rindu. Lalu bagaimana sejarah hubungan bisnis Belanda, Indonesia dan Jepang tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Hubungan Bisnis Belanda, Indonesia dan Jepang Tempo Doeloe; Cinta Pertama Jadi Benci Tapi Rindu

Sejak kapan hubungan Indonesia dan Jepang terbentuk tidak diketahui pasti, tetapi lebih mudah mengetahui sejak kapan hubungan Belanda dan Jepang terbentuk. Dalam sejarah perdagangan di Jepang, berdasarkan sumber kronik kekaisaran Jepang pedagang-pedagang manca negara dicatat termasuk dari Banten (lihat Algemeen Handelsblad, 18-02-1829). Disebutkan pada tahun 1611 sebuah surat diterima di Jepang dari Banten, meminta kayu Calumbak. Semua hubungan perdagangan yang disebutkan di dalam kronik dibuat dan didirikan melalui kedutaan besar antara Jepang dan berbagai negara seperti Annarn (Tonquin) dari tahun 1600; Kamboja dari tahun 1601; Lucon (Manila) dari tahun 1601 dan Siam dari 1606. Selain negara-negara yang telah disebutkan dalam kronik, kapal-kapal jung Cina, juga tiba di Jepang tahun 1609; duta besar Corea tiba tahun 1617. Negara-negara tersebut datang ke Jepang dalam hubungannya dengan emas, perak dan tembaga.


Dalam catatan navigasi pelayaran perdagangan Portugis di Jepang bermula tahun 1543 dimana tiga pedagang Portugis mendarat di pulau Tanegashima, ujung selatan Jepang. Hubungan Portugis dengan Jepang melalui Canton/Macao dan Malaka menyebabkan utusan Jepang berangkat ke Portugal. Hal serupa ini juga yang dilakukan Belanda yang mengundang utusan dari Atjeh dan dari Siam berkunjung ke Belanda pada awal kehadiran Belanda di Hindia Timur.

Hubungan perdagangan antara Jepang dan Eropa semakin intens seiring dengan kehadiran Belanda, dimana pos perdagangan utama Belanda terbentuk di Amboina sejak 1605. Satu yang terpenting dalam awal hubungan Belanda dan Jepang adalah Gubernur Jenderal VOC Jacques Specx (1629-1632) beristrikan seorang wanita Jepang yang anak perempuan mereka bernama Saartje Specx.


Pada tahun 1609, dua kapal orang Nederlander dan orang Amsterdammer tiba di Firando, izin diberikan kepada Quakernaak dan Van Santvoort, untuk mengundang Belanda berdagang dengan Jepang. Lalu kemudian muncul pedagang Abraham van den Broek dan Jaques Puik serta wakil pedagang Jaques Specx dengan kepentingan perdagangan (lihat De avondbode: algemeen nieuwsblad voor staatkunde, handel, nijverheid, landbouw, kunsten, wetenschappen, enz / door Ch.G. Withuys, 05-07-1838). Disebutkan van Santvoprt atas nama pemerintah Jepang: ia menemani ketiga pedagang dalam perjalanan ke ibu kota, di mana mereka diterima oleh Kaisar dengan cara yang sangat ramah, dan persahabatan serta hubungan antara Jepang dan Belanda. Jaques Specx tinggal sementara di Jepang, sebagai kepala perdagangan Belanda. Orang Belanda berutang fondasi perdagangan mereka di Jepang kepada Specx dan orang-orang Belanda lainnya, yang dikirim ke Jepang oleh VOC (Hindia Timur) untuk menjalin perdagangan. Jaques Specx kemudian menjadi Gubernur Jenderal VOC di Batavia (menggantikan Jan Pieterszoon Coen).

Gubernur Jenderal VOC Jacques Specx digantikan Hendrik Brouwer. Saat kembali ke Belanda, Jacques Specx memimpin konvoi kapal-kapal dagang Belanda (Zutphen, Amelia, Rotterdam, Hoorn dan Amboina) dari Batavia ke Texel. Dalam daftar puluhan komoditi/barang yang diangkut terdapat antara lain lada, rotan, puli, damar, porselin dan produk dari Cina, indigo, gaharu dan katun/Jepang (lihat Courante uyt Italien, Duytslandt, &c. 16-07-1633).


Saat Jaques Specx kembali ke Belanda, putrinya Saartje Specx tidak ikut. Saartje Specx sendiri pernah tinggal di Belanda yang ditemani oleh seorang pembantu Jepang. Saartje Specx menikah dengan dengan seorang pendeta. Pasangan ini kemudian berangkat ke pulau Formosa. Saartje Specx meninggal di Formosa pada tahun 1636, saat usianya belum 20 tahun (lihat Het Parool, 18-12-1973).

Dalam perkembangannya, inntensitas hubungan perdagangan antara Belanda dan Jepang (melalui Indonesia) semakin berkurang. Hal ini karena adanya kebijakan Kerajaan Jepang dalam perdagangan bebas di Jepang. Selain Belanda, Portugis dan Spanyool, orang Eropa yang juga melakukan perdagangan ke Jepang adalah Prancis (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 23-02-1669). Disebutkan kapal Francis di Marseille dari Hindia Timur tiba tanggal 30 Januari 1669 dimana di dalam manifes kapal terdapat barang berasal dari Jepang.


Oprechte Haerlemsche courant, 09-07-1671: ‘Amsterdam, 8 Juli. Masih belum ada kargo dari Hindia Timur, lima kapal pulang, yang diharapkan setiap jam, hanya ada catatan, ketika berangkat, dari Komandan bawah, yang disebut Monfr. Memperluas, dari mana orang lupa, bahwa ini dimuat dalam bahaya: perdagangan dengan Jepang juga akan turun, dan ada lebih banyak kebebasan dalam perdagangan di sana yang diizinkan’.

Tampaknya pendatang baru Eropa di Jepang adalah orang-orang Inggris (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 05-11-1671). Disebutkan di London, 24 Oktober, agaknya di kerajaan ini mereka cenderung lebih jauh menekuni perdagangan di Hindia Timur dan Hindia Barat: dua buah kapal sudah siap berangkat ke Jepang dengan membawa banyak barang berharga dan hadiah. Pada tahun 1674 terinformasikan di Belanda bahwa perdagangan di Jepang sangat baik (lihat Amsterdamse courant, 28-07-1674). Pada tahun 1677 di Belanda sebanyak 9 kapal telah dimuat yang akan diberangkatkan pada tanggal 15 November dimana satu dikirim ke Cina dan satu ke Jepang (Oprechte Haerlemsche courant, 29-04-1677).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Cinta Pertama Jadi Benci Tapi Rindu: Indonesia Menjadi Penghubung Antara Belanda dan Jepang

Pada tahun 1795 Prancis sangat powerful di Eropa, termasuk telah menguasai wilayah kerajaan Belanda. Napoleon Bonaparte menempatkan adiknya di Belanda. Sejak inilah VOC/Belanda yang menyisakan wilayah koloni utama di timur (di Hindia Timur) hanya tersisa di Indonesia, mulai melemah dan akhirnya pada tahun 1799 VOC/Belanda dinyatakan bangkrut. Kerajaan Belanda di bawah kekuatan Prancis kemudian mengakuisisi Indonesia dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1800. 


Rotterdamse courant, 06-09-1804: ‘Menurut surat-surat yang sama, baru-baru ini telah terjadi sesuatu di Jepang yang dapat sangat merugikan kepentingan Belanda di Kerajaan itu, yaitu: Sebuah kapal dari Batavia telah tiba di sana, tetapi nakhoda kapal itu tidak mau tunduk kepada hukum negara itu, yang menurut hukum itu semua kapal yang tiba di sana. meriam, kemudi dan layar dilepas selama berada di sana; dia sendiri telah menembaki sebuah kapal bersenjata yang dikirim dari darat untuk memaksanya melakukan hal itu, sehingga beberapa orang Jepang terbunuh; di mana para perwira Belanda yang berada di darat segera ditawan dan pasti akan dibunuh jika Kapten tidak segera memutuskan untuk menyerah dan membiarkan dirinya dan kapalnya berada di bawah belas kasihan orang Cina. Konsekuensi lebih lanjut dari hal ini belum diketahui’.

Apakah kasus orang Belanda yang membuat rusuh di Jepang akan menyebabkan hubungan lama antara Jepang dan Belanda akan merenggang? 


Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar