*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini
Sejarah diaspora Indonesia di Timor Leste sebenarnya sudah cukup jelas karena hanya berbagi daratan dengan (provinsi) Nusa Tenggara Timur. Eks koloni Portugis diintegrasikan sebagai suatu provinsi ke Indonesia tahun 1975 dan kemudian pada tahun 2002 yang disebut provinsi Timor Timur melepaskan diri dengan membentuk negara Timor Leste. Entah bagaimana bentuk dan pola warna bendera Papua Nugini dan Timor Leste memiliki kemiripan. Bendera kedua negara tersebut tidak ada yang mirip di Asia Tenggara maupun di Pasifik.
Papua Nugini (Papua New Guinea), negara terletak di bagian timur pulau Papua, ibu kota di Port Moresby. Negara memiliki 850 bahasa asli. Sebagian besar penduduk di dalam perkampungan tradisional dan menjalankan sistem pertanian sederhana. Sekitar 300 tahun lalu, ubi jalar masuk Pulau Papua, yang telah diperkenalkan ke Maluku dari Amerika Selatan oleh Portugis. Orang Eropa pertama mengetahui pulau ini penjelajah Spanyol dan Portugis pada abad ke-16 (1526 dan 1527 oleh Jorge de Menezes). Nama negara mendapat nama dari nama pulau dan nama "New Guinea" dari Nueva Guinea oleh penjelajah Spanyol, Yñigo Ortiz de Retez, 1545 mencatat ada kemiripan orang-orang Papua dengan orang di sepanjang pesisir Guinea, Afrika. Wilayah ini dikuasai Jerman tahun 1884 sebagai Nugini Jerman. Setelah Perang Dunia I, Australia diberi mandat untuk memerintah bekas Nugini Jerman oleh Liga Bangsa-Bangsa. Papua Nugini memperoleh kemerdekaannya tanpa peperangan dari Australia pada 16 September 1975 (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah orang Indonesia di Timor Leste dan Papua Nugini? Seperti disebut di atas kedua negara tersebut berbagi daratan dengan Indonesia di pulau Papua dan pulau Timor. Sejarah kedua negera tersebut tidak hanya tehubung dengan Indonesia, juga sejak masa lalu sejak era Portugis dimana muncul nagara-negara lainnya seperti Jerman, Australia, Jepang, Amerika Serikat dan Cina. Lalu bagaimana sejarah orang Indonesia di Timor Leste dan Papua Nugini? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Orang Indonesia di Timor Leste dan Papua Nugini; Portugis, Jerman, Australia, Jepang, Amerika Serikat dan Cina
Hubungan (wilayah) Indonesia dan (wilayah) Timor Leste dimulai sudah sejak lama. Ini bermula skuadron Belanda pada tahun 1613 menyerang benteng Porugis di Solor dan di Koepang. Ketidak berdayaan orang-orang Portugis kemudian menyingkir ke bagian timur pulau Timor. Dalam perkembangannya orang-orang Portugis membentuk pelabuhan baru di suatu tempat pantau timur laut pulau Timor yang dikenal kota Dilli yang sekarang.
Ekspedisi pertama Belanda ke Hindia Timur berangkat dari pelabuhan (pulau) Texel tahun 1595 dan tiba di pulau Enggano bulanj Juni 1596. Dengan dibantu navigator pribumi, skuadron Belanda ini singgah di Lampong sebelum mencapai Banten. Namun di Banten mereka kurang diterima lalu menyingkir ke Soenda Kalapa tetapi juga kurang diterima, demikian juga di Sedaju tidak diterima dan terakhir juga tidak diterima di Arosbaja (Madura). Akibat satu kapal rusak karena serangan, skuadron Belanda terus yang sempat ingin ke Maluku terpaksa membatalkan dan memutar Haluan singgah di Lombok dan kemudian diterima di pantai timur Bali pada bulan Februari 1597. Setelah meninggalkan dua pedagangan di Bali, ekspedisi yang dipimpin Cornelis de Houtman kembali ke Belanda melalui Afrika Selatan (dan Sint Helena). Ekspedisi Belanda terus dikirim. Pada tahun 1598 ekspedisi Cornelis de Houtman berangkat ke Hindia Timur tetapi dia terbunuh di Atjeh dan adiknya Frederik de Houtman ditahan. Pada tahun 1605 skuadron Belanda yang dipimpin admiral van Hagen menyerang dan menduduki benteng Portugis di Amboina. Lalu Frederik de Houtman dalam skuadron ini diangkat menjadi Gubernur Maluku. Dengan dua pos perdagangan Belanda di Bali dan Amboina, pelaut-pelaut Belanda kemudian menyerang Portugis di Solor dan Koepang.
Saat Alfonso d’Albuquerque menaklukkan
Malaka pada tahun 1511, tiga kapal Portugis masing-masing Anthoni D'Abreu,
Francisco Serrao dan Simao Alfonso Bisigudo pada bulan November melakukan
survei ke Maluku. Salah satu pemimpin kapal adalah Fransisco Rodriguez. Rute
yang diikuti oleh pelaut-pelaut Portugis ini adalah rute yang sejak lama
dirintis oleh orang-orang Moor beragama Islam asal Afrika Utara dari Muar
(Semenanjung) ke Ternate. Peta navigasi pelayaran yang dibuat oleh F Rodriguez
dari kapal D’Abreau adalah peta pertama Portugis pertama. Lalu kemudian
ekspedisi ke Maluku dilakukan pelaut Portugis pada tahun 1513 yang dipimpin
oleh Joam Lopez Alvim. Dua ekspedisi ini masih sebatas survei (pemetaan). Dalam
berbagai tulisan masa kini disebut Oecusse adalah tempat pertama orang Portugis
mendarat di pulau Timor. Namun tidak diketahui siapa pelaut Portugis yang
pertama mendarat di pulau Timor. Yang jelas bukan Fransisco Rodriguez dan Joam
Lopez Alvim. Yang jelas Pedro Reinel yang melakukan ekspedisi pada tahun 1517
sudah mengidentifikasi nama pulau Timor, pulau Solor dan Batoetara. Pedro
Reinel membuat sejumlah peta (akumulasi dari peta Fransisco Rodriguez. 1511). Lantas
mengapa Pedro Reinel mengidentifikasi tiga nama geografis (pulau Timor, pulau
Solor dan Batoetara)? Besar dugaan pulau Timor dan pulau Solor dianggap dua
pulau paling penting sebagai penghasil kayu cendana dimana terdapat
pedagang-pedagang asal Macassar. Nama Batoetara diidentifikasi diduga kuat
adalah nama pelabuhan. Pada masa ini nama Batoetara adalah nama gunung di Pulau
Komba. Nama kampong pelabuhan Batoetara merujuk pada nama gunung (atau
sebaliknya). Batoetara ini adalah nama tempat yang paling dekat dengan Macassar
(Pulau Macassar, menjadi Pulau Celebes). Dari pelabuhan inilah
pedagang-pedagang Macassar mengumpulkan kayu cendana di pulau Solor dan pulau
Timor. Orang Portugis pertama sendiri tidak berada di pulau Timor, akan tetapi
di pulau Solor. Pada tahun 1557 misionaris Portugis membuka stasion di pulau
Solor di kampong Lohayong yang sekarang. Kehadiran misionaris ini di pulau
Solor karena orang-orang dari Macassar sudah sejak lama di pulau ini untuk
produksi (mengumpulkan) kayu cendana. Saat misionaris Portugis datang, di pulau
ini sudah banyak pendatang (yang berasal dari Macassar). Pedagang-pedagang
Portugis jauh sebelum kehadiran misionaris (pertama) Portugis juga sudah
membeli kayu cendana di pulau Solor (Lohayong) dan di pulau Timor (Pante
Macassar). Karena rute perdagangan Portugis inilah kemudian misionaris Portugis
menyusul. Seperti halnya orang-orang
Melayu (Macassar) membentuk koloni di pulau Solor dan pulau Timor, orang-orang
Moor sudah sejak lama bermukim (koloni) di Pulau Soembawa di Bima. Sejak 1593
orang-orang Jepara (Demak) berdagang dan membentuk koloni di pulau Lombok
(perluasan dari pulau Bali). Orang-orang beragama Islam di Solor dan sekitar
diduga kuat karena pengaruh perdagangan orang-orang Moor (seperti halnya di
Ternate). Sementara orang-orang beragama Islam di Lombok diduga kuat karena
pengaruh perdagangan orang-orang Jepara. Surat seorang Misionaris B Dias (1559)
mengindikasikan bahwa orang Makassar di Celebes belum beragama Islam (tetap di
Ternate dan Tidore sudah sejak lama).
Lantas sejak kapan munculan nama (kota) Dilli? Pada Peta 1695 di pulau Timor belum ada nama Dili diidentifikasi, tetapi nama Coepang diidenttifikasi sebagai suatu tempat yang penting di teluk di Timor bagian barat. Di pulau Timor bagian timur (Portugis) ada dua titik yang ditandai sebagai pelabuhan di pantai utara. Nama Dilli baru teridentifikasi pada Peta 1756. Di area yang ditandai Dilli di sekitar muara sungai tidak ada indikasi pemukiman. Area pemukiman ada di sebelah barat Dilli (Liquica) dan di sebelah timur Dilli dan sebelah selatan pulau Timor. Di wilayah pemukiman ini ada sejumlah benteng yang dibangun.
Di wilayah yurisdiksi
Belanda/VOC di pulau Timor hanya diidentifikasi satu benteng bernama Concordia
di dekat Koepang. Ini mengindikasikan Timor Portugis lebih padat populasi
dibandingkan dengan Timor Belanda. Boleh jadi di kawasan, wilayah yurisdiksi
Portugis hanya terbatas di Timor bagian timur. Fakta bahwa luasan wilayah kedua
pihak di pulau sama besarnya. Boleh jadi banyaknya benteng di Timor bagian
timur karena sewaktu-waktu bisa dari Belanda muncul ancaman. Bagaimana nama
Dilli muncul di pulau Timor? Tampaknya sulit dipastikan. Sebab di pantai timur
Sumatra sudah lebih awal diidentifikasi nama Delhi (Deli atau Dely). Dalam
perkembangannya juga nama Dilli di Timor adakalanya ditulis Dilly, Dhilly.
Tentu saja di India juga ada nama Delhi (yurisdiksi Inggris). Namun jangan lupa
pada masa itu sudah disebut Delli atau Dilli juga digunakan orang Eropa sebagai
marga (family name). Keberadaan Dilli di Timor juga dapat dihubungkan dengan
nama Delly di pantai timur Sumatra (wilayah kota Medan sekarang). Sebagaimana
diketahui sejak era Portugis, pantai timur Sumatra merupakan wilayah perdagangan
Portugis yang berpusat di pantai barat Semenanjung, yang diduga menjadi sebab
mengapa pada era VOC muncul perkampongan orang-orang Melayu di pantai pulau
Timor. Pada masa ini di pantai selatan NTT di pulau Timor yang berdekatan
dengan Timor Leste ada nama kabupaten Malaka. Oleh karena itu sulit memastikan
bagaimana nama Dilly muncul di pulau Timor. Fakta bahwa nama Dilli yang
diidentifikasi pada Peta 1656 masih eksis hingga sekarang sebagai nama kota
Dili (ibu kota negara Timor Leste).
Dilli di pulau Timor (wilayah Portugis) tampaknya adalah suatu kota baru. Kota-kota yang lebih tua sudah eksis jauh sebelumnya, termasuk kota Pante Macassar. Dalam peta yang lebih tua (Peta 1695) area yang diidentifikasi sebagai suatu pelabuhan bukan di area dimana kemudian muncul nama Dilli (Peta 1756). Lantas dimana pusat Portugis setelah terusir dari Timor bagian barat sulit diketahui secara pasti (sebab Dilli adalah tempat yang baru teridentifikasi). Namun untuk pusat Belanda tampaknya tetap di Koepang (eks kota Portugis) yang kemudian Belanda membangun benteng yang lebih kuat yang diberi nama Fort Concordia.
Antara Eropa dan Hindia
Timur sungguh berjauhan. Properti Portugis yang tersisa dari era keemanasan
pelaut/pedagang Portugis di Hindia Timur hanya tersisa di Timor dan di Macao.
Nilainya juga mungkin tidak berarti bagi Kerajaan Portugis di Eropa karena
mahal di ongkos. Namun secara sosiologis (secara administrasi koloni_ Timor dan
Macao tidak dilupakan. Orang-orang Portugis di Timor tampaknya sangat
tergantung pada perdagangan orang Belanda di Hindia, lebih-lebih pada era
Pemerintah Hindia Belanda. Bagi orang Portugis di Eropa, posisi kepemilikan
Timor ibarat hidup segan, mati tak mau
Pemerintah Hindia Belanda sudah begitu kuat di Hindia (baca: Indonesia), demikian juga Inggris sudah sangat kuat mulai dari India hingga Tiongkok di utara dan Australia di selatan. Salah satu pos perdagangan dan kekuatan militer Inggris di pantai timur Tiongkok berada di Hongkong. Kepemilikan Portugis seakan berada di bawah bayang-bayang Inggris di Macao dan Belanda di Timor. Bagi orang Inggris, wilayah Hongkong sendiri tidaklah ideal. Sebaliknya, orang-orang Inggris lebih menginginkan Macao (lihat Algemeen Handelsblad, 26-11-1847). Disebutkan orang Inggris di Hong Kong membandingkan masa tinggal mereka wilayah Makao, dan lebih memilih kepemilikan Portugis itu. Akankah mereka, dengan kekuatan hukum yang terkuat, menguasai tempat itu, dimana sekarang sekitar tiga abad bendera Portugis berkibar, atau membelinya dengan uang? Lalu bagaimana nasib Dilly di Timor, milik Portugis yang tak berarti itu, di tengah-tengah jajahan Belanda? Tampaknya kepemilikan Portugis yang tersisa di Hindia Timur di Timor tampaknya tidak menarik bagi (Pemerintah Hindia) Belanda, sebaliknya Macao di pantai timur Tiongkok sangat menarik bagi Inggris. Wilayah Hindia bagi Belanda (wilayah Pemerintah Hindia Belanda) begitu luas dan kaya, mungkin tidak terburu-buru untuk tertarik pada pulau Timor bagian timur (yang dapat disatukan dengan Timor bagian barat), tetapi bisa juga dapat segera diakuisi karena alasan tertentu.
De Tijd:
godsdienstig-staatkundig dagblad, 20-08-1852: ‘Salah satu artikel yang terbaca
di Singapore Frec Press: Dalam tahun terakhir kami melaporkan kedatangan di
Dilli (Timor) pejabat tinggi Portugis, Senor Lopus da Lima, yang berwenang
untuk membawa Timor dalam semua keputusan, pemukiman Portugis yang bersangkutan
di Timor dan Solor. Tampaknya dari laporan yang baru-baru ini kami terima dari
Koepang (pemukiman Belanda di Timor) bahwa pejabat tersebut melangkah lebih
jauh dengan mengizinkannya untuk menjual Solor dan ujung timur Florcs kepada
otoritas Belanda sebagai milik Portugis dari Larantuka dan Solor ditarik garus
untuk memberi jalan bagi pasukan Belanda dari Jawa. Kami sudah menduga hal
seperti ini tidak akan terjadi, karena kami, beberapa bulan yang lalu, orang
Portugis pejabat Dilli telah melakukan negosiasi dengan pemerintah (Hindias
Belanda) di Batavia, dan dengan Dilli. telah kembali dengan kesepakatan yang
sangat masuk akal untuk perbendaharaan disana, tetapi seberapa jauh kekuasaan
penuh gubernur Portugis mungkin telah terbentang, dia disebut dengan cara yang
menunjukkan dengan jelas bahwa penghubungnya belum disetujui oleh pemerintahnya
bahwa pemindahan itu telah dijelaskan oleh pemerintah Belanda sebagai perluasan
pemukiman Portugis di Timor, dan konon sebuah kapal uap Belanda yang berlabuh
pada 11 April di Koepang hendak mengamuk di Dilli, pada akhir masa itu, jika
perlu. dengan beberapa bala bantuan untuk merebutnya. Selama bertahun-tahun,
sejak kunjungan "komisi Mineralogi" pada tahun 1829, pemerintah
Belanda telah melakukan upaya besar untuk mengeluarkan Portugis dari
kepemilikan pulau ini, objek semangat ini, harus dilihat, tetapi yang pasti
karena pepatah penduduk asli mengatakan bahwa tambang tidak dapat ditambang
sampai seluruh pantai berada di bawah kendali satu kekuatan agar pedalaman
dapat diusahakan’.
Antara Belanda dan Portugis berbeda pandangan soal keberadaan Timor bagian timur. Tampaknya ada kemauan Belanda untuk mengakuisisi wilayah Portugis di pulau Timor bagian timur, tetapi sebaliknya diantara Portugis sendiri tampaknya ada perbedaan soal apakah Timor bagian timur dijual atau tetap dipertahankan. Ini mengindikasikan, sekali lagi, bahwa bagi Portugis keberadaan Timor bagian timur ibarat hidup segan mati tak mau.
Meski Timor Portugis tidak
dijual, hubungan pemerintah (Gubernur Portugis) di Timor dengan Pemerintah
Hindia Belanda di Batavia/Buitenzorg baik-baik saja. Timor timur juga tidak
rewel yang dapat menggangu wilayah Hindia Belanda, demikian sebaliknya
Pemerintah Hindia Belanda/Residen Timor en Onderh, di Koepang tidak ada niat
menekan wilayah koloni Portugis yang kecil dan terpencil tersebut. Lalu lintas
perdagangan melalui kapal dari Timor Portugis bahkan mencapai Batavia (lihat
Bataviasche courant, 24-07-1819). Tidak hanya soal lalu lintas perdagangan,
pemerintah Gubernur Portugis di Dilli mencari kontraktor melalui tender untuk
pembangunan tower mercusuar di pelabuhan di Dilli (lihat De Oostpost:
letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad,
24-04-1860). Lalu lintas pelayaran regional di Hindia Belanda juga tidak
menepikan Timor Portugis (misalanya lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-12-1876). Rutenya adalah Bali
Boeleleng, Bali, Ampanan, Sumbawa, Bima, Koepang, Dillij, Rotti, Savoe, Soemba.
Untuk pelayaran nasional yang dioperasikan maskapai nasional Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan untuk melayani jalur ke Dilli (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-12-1883). Pelabuhan Dilli di Timor dapat dikatakan pelabuhan terbesar di Timor Portugis, tetapi relative kecil dibandingkan dengan pelabuhan Macassar dan Soerabaja. Sementara untuk lalu lintas nasional juga melalui Dilli yakni Batavia via Semarang ke Soerabaja, Macassar, Bima, Larantuka, Kopang, Dilli, Banda, Amboina, Boeroe, Ternate, Gorontalo, Manado, Ameroean, Tantoli, Paloe, Macassar dan Soerabaja (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-06-1887).
Pelabuhan Dilli sendiri bukan
pelabuhan militer, Sebab kapal perang Portugis di Timor bergerak mobile. Posisi
GPS pelabuhan tidak aman dari aspek navigasi, sangat terbuka (berbeda dengan
pelabuhan Koepang yang terlindung di dalam teluk). Oleh karena itu kapal-kapal
yang buang sauh di sekitar Dilli adakalanya diterjang badai besar. Hal seperti
itu yang terjadi dengan kapal Jerman yang singgah didorong angin badai hingga
menabrak pantai karang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-08-1889).
Fakta bahwa Timor bagian timur meski tetap milik Portugis tetapi tetap menjadi masalah tersendiri bagi Portugis. Lalu apakah di Timor timur aman nyaman saja penduduknya. Selama ini di Timor Portugis tidak pernah dilaporkan adanya perlawanan penduduk terhadap otoritas Portugis hingga muncul pemberontakan di Fatoemea pada tahun 1895 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-10-1895).
Disebutkan terjadi masalah
di Timor Dellij. Oleh Residen Timor dan Onderh. atas laporan bahwa terjadi
kerusuhan di wilayah Portugis pulau Timor, residen bergegas ke Atapoepoe tanggal
18 September lalu, surat berikut diterima pada suatu hari dan disampaikan
kepada berikut rincian dalam hal ini. Untuk memaksa distrik Voharain milik
wiliah (Portugis) tersebut, yang menolak membayar 1.000 gulden setahun yang
dikenakan oleh Pemerintah Portugis, untuk membayar dengan kekerasan senjata,
diputuskan bahwa sekretaris Pemerintahan Portugis dari Batu Gadé, sebuah pos
Portugis di NE dari Atapoepoe. Voharainion maju dengan pasukan 240 Maradors
(semacam Mardijkere) dari Dilly dan Batoe-Gade dan 250 pasukan tambahan dari
distrik Balibo. Kowa, Koto Bahboe dan Senirang. Dengan pasukan ini sekretaris
melewati wilayah kami (Timor Hindia Belanda) di Fialarang ke Fatoemea, dimana
sebuah pos militer Portugis didirikan. Setelah itu Sekretaris maju ke Voharain,
tetapi alih-alih pergi untuk mendapatkan uang tebusan, orang Koware yang
dikirim dengan bala bantuan kembali menyerang Komandan Fatoemea dan membunuhnya
dengan 18 tentaranya. Seluruh distrik Kowa bangkit melawan. Atas pesan ini
Sekretaris ingin mundur ke Fatoemea, tetapi disergap di sungai yang kering,
membunuh pasukannya; dia berhasil melarikan diri dengan 40 orang, tetapi ketika
dia ditembak oleh Kowa disergap dan dibunuh oleh penduduk. Orang Koware yang
sudah terlalu percaya diri, kemudian berbaris menuju Batu Gade, menghancurkan
benteng, menjarah dan membakar kampung dan membunuh pemimpin lokal. Beberapa
waktu kemudian 10 pejuang melapor ke pos kami (Hindia Belanda) di Atapoepoe,
diikuti segera setelah itu oleh 2 orang Portugis dan 2 tentara Hindustan,
semuanya dikembalikan ke Dillij oleh Residen di Atapoepoe setelah tiba kapal
perang Portugis "Dillij" disana dengan surat dari Gubernur kepada
pemegang pos yang meminta ekstradisi para pejuang dan penduduk yang melarikan
diri dan senjata apa pun yang mereka bawa. Residen kemudian memberikan
kesempatan kepada Perwira Komando untuk berbicara sendiri dengan penduduk yang
melarikan diri, tetapi yang terakhir menolak karena takut tidak kembali ke
tempat tinggalnya. Sementara itu, 3 senapan dan 50 butir peluru yang hilang,
yang telah diserahkan kepada pemegang pos kami, diserahkan kepada komandan
kapal ‘Dillij’.
Tampaknya pemberontakan di Fatoemea telah menyentak pemerintahan Portugis di Dilli. Apakah pemerintah tidak siap dengan apa yang telah terjadi? Sejauh ini di Timor Portugis tampaknya hanya ada dua buah kapal perang. Apakah dua kapal perang tersebut adalah kapal-kapal tua yang tidak kapabel lagi di Portugal? Tidak begitu jelas. Yang pasti dua kapal perang Portugis tersebut yang bernama ‘Bengo’ dan ‘Dillij’ telah tiba di Soerabaja unrtuk melakukan perbaikan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 20-11-1895). Sebagaimana diketahui di Soerabaja terdapat galangan kapal dan dikenal sebagai salah satu pusat perbaikan kapal di Hindia Belanda.
Pemberontakan di Fatoemea
tahun 1895 apakah menjadi penanda awal terjadinya perlawanan terhadap otoritas
Portugis di Timor timur yang berpusat di Dilli? Di wilayah Hindia Belanda
perlawanan serupa itu sudah terjadi selama berabad-abad. Hingga tahun 1895 Pemerintah
Hindia Belanda yang memiliki masalah dengan penduduk hanya tersisa di ujung
utara pulau Sumatra, yakni di wilayah Tanah Batak bagian barat laut (perlawanan
yang dipimpin Sisingamangaradja) dan di di wilayah Atjeh barat daya (perlawanan
yang dipimpin oleh Teukue Umar). Lantas siapa pemimpin perlawanan terhadap
otoritas Portugius di Timor timur? Boleh jadi para pemimpin itu adalah
pahlawan-pahlawan Timor Leste terdahulu jauh sebelum dikenal nama-nama seperti
Xanana Gusmao dkk.
Salah satu pulau di dekat kota Dilli, pulau Atauro selama ini dijadikan sebagai kamp konsentrasi tahanan politik Portugis yang dibawa dari Portugal sebagaimana diceritakan oleh Letnan Carona (lihat Overijsselsch dagblad, 30-07-1932). Disebutkannya mereka yang menjadi tahanan politik dibawa dengan kapal Pedro Gomez. Pemberangkatan kami terjadi dalam kondisi terburuk. Ketika kami tiba di pulau Timor, kami diarahkan ke stad Atauro, dimana kamp konsentrasi para tahanan politik telah didirikan. Kota itu terletak di kawasan dimana kehidupan secara fisik mustahil bagi orang Eropa, yang tidak terbiasa dengan iklim tropis. Tidak diragukan lagi karena alasan inilah tempat itu dipilih untuk orang-orang yang dideportasi seperti kami disana. Gubuk-gubuk malang berfungsi sebagai rumah kami. Kami tidak memiliki alat pertahanan melawan wabah nyamuk dan panasnya sedemikian rupa sehingga pada jam delapan pagi termometer menunjukkan 33 derajat di tempat teduh. Pulau Timor disebut beranda kematian (het voorportaal van den dood),
Pengalaman Letnan Pedro
Gomez ini tidak disebutkan kapan mereka alami, berapa lama ditahan. Namun dalam
gambaran Letnan Pedro Gomez ini cukup menjelaskan situasi dan kondisi di pulau
Atauro. Suatu pulau yang malang bagi tahanan Eropa banyak nyamuk dan suhu udara
yang panas. Satu yang penting dari keterangan ini Letnan Pedro Gomez menyebut
nama kampong Atauro yang menjadi nama pulau tersebut.
Satu wilayah penting di pantai selatan Timor Leste adalah Viqueque. Apa pentingnya? Yang jelas wilayah (distrik) Viqueque sudah terkenal sejak lama paling tidak di kawasan pantai selatan tersebut terdapat gunung lumpur Bibilutu dan lokasi pengeboran tua Aliambata sebelumnya dimiliki oleh orang Australia (lihat Soerabaijasch handelsblad, 01-06-1937). Pada masa kini wilayah Viqueque dihubungkan dengan Timor Gap (dimana kini terdapat pertambangan minyak lepas pantai yang diusahakan Australia).
Distrik Viqueque (Vikeke)
adalah distrik terbesar di Timor Leste. Ibu kota distrik Viqueque di pantai
selatan Timor Leste. Wilayah Viqueque terdiri dari subdistrik Lacluta, Ossu,
Uatolari (Leça atau Watulari), Uato Carabau (jWatukarbau) dan Viqueque
(Cabira-Oan). Viqueque ialah tanah asal bahasa Melayu-Polinesia bahasa Tetun.
Di Timor Leste merupakan salah satu bahasa resmi dengan bahasa Portugis.
Penduduk asli bagian timur distrik ini bertutur bahasa Papua Makasae.
Seperti disebut di atas, yang diduga menjadi tempat pertama Portugis di masa lampau, wilayah (district) disebut Oecusse (Okusi) beribukota di Pante Macassar (namanya merujuk Sulawesi). Pada masa ini wilayah ini disebut wilayah kantorng (enclave) Timor Leste. Namun sesungguhnya sejak masa lampau hanyalah wilayah yang terpisah dari (provinsi) Nusa Tenggara Timur (Hindia Belanda). Pada masa ini secara teknis district Oecusse tidak berada di dalam wilayah provinsi Nusa Tenggara Timor (Indonesia). Hal ini berbeda dengan Vatikan, yang berada di dalam (enclave) negara Italia.
Konfigurasi wilayah seperti
Oecusse tidak hanya antara Indonesia dan Timor Leste, tetapi banyak. Yang
paling dekat adalah antara Indonesia (Kalimantan: Barat, Tengah dan Utara) dan
Malaysia (Serawak dan Sabah). Yang mirip konfigurasi Indonesia-Timor Leste,
posisi Oecusse ini adalah antara district Temburong (Brunei) dengan wilayah
Serawak (Malaysia) atau wilayah Gaza (Palestina) dan Israel. Oleh karena
konfigurasi ini masih dihubungkan (terhubung) laut tidak terlalu masalah
(terutama soal pabean). Yang menjadi pertanyaan, mengapa harus terpisah jauh
dan mengapa tidak bisa direkatkan. Tentu saja ada sejarahnya. Seperti halnya
orang Belanda pertama mendarat di (pulau) Enggano, kerap Oecusse disebut
sebagai tempat mendarat orang Portugis di Pulau Timor. Kesan itu tidak
sepenting orang Belanda di pulau Enggano (Bengkulu), pendaratan pelaut Portugis
di Oecusse merupakan rangkaian pelayaran Portugis setelah menguasai kota
Malaka.
Residentie Timor en Onderhoorigheden (kini wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur) pada tahun 1940 normal-normal saja. Perdagangan antara pulau, lalu lintas pos berjalan seperti biasa. Demikian juga administrasi dan mutasi pegawai pemerintah dan militer berjalan rutin. Kehidupan masyarakat berjalan seperti biasanya. Tidak ada kesan pertikaian politik atau bencana yang dialami oleh penduduk. Kegiatan misionaris juga berjalan normal. Namun di luar dunia sana hiruk pikuk politik dan memanasnya suhu perang Pasifik tidak terlalu terasa di Koepang maupun kota-kota lain di berbagai pulau di Residentie Timor.
Sementara penduduk di
Residentie Timor (Belanda) dan penduduk Timor Timur (Portugis), secara khusus
aparatur pemerintah di Residentie Timor tenang-tenang saja. Namun berbeda
dengan di Koepang, di Batavia muncul desas-desus dan kecurigaan tentang minat
(negara) asing di Dili (Timor Timur). Ini dapat dibaca pada surat kabar De
Indische courant, 17-01-1941: ‘Dalam koran Java Bode kita membaca: Pulau Timor
menerima banyak minat dari pihak maskapai penerbangan pada jalur yang lama
menghubungkan Singapura, Batavia dan Soerabaia dengan Sydney dan kini, Dilly,
ibu kota Timor Portugis juga mulai menarik perhatian. Beberapa bulan yang lalu
sebuah jalur udara dibuka antara Kupang dan Dilly. Sementara itu Jepang
diizinkan untuk membuat sambungan kabel (telegraf dan telepon) reguler antara
Kepulauan Palau dan Timor Portugis. Meskipun layanan kabel itu belum dibuka
secara resmi, beberapa penerbangan uji coba telah dilakukan dan orang Jepang
menunjukkan minat mereka di bidang ini juga dengan menaruh minat finansial yang
kuat di Timor Portugis. Koran Java Bode sekarang mengetahui bahwa Timor
Portugis juga cukup diminati di kalangan Australia. Secara signifikansi
dipertimbangkan untuk membuat jalur penerbangan antara Sydney dan Dilly secara
terpisah. Kemungkinan layanan semacam itu setidaknya sedang disurvei saat ini.
Mengenai masalah penerbangan, saat ini sedang dalam perjalanan ke Australia di
Dilly muncul pertanyaan secara lokal. Karena Dilly tidak memiliki pelabuhan
pesawat amfibi- ada rencana untuk pendiriannya-jalur antara Sydney dan Timor
Portugis harus dioperasikan dengan pesawat darat. Layanan semacam itu tidak
terlalu menarik sebagai objek komersial, kami yakin kami tahu bahwa layanan
reguler koneksi udara antara Sydney dan Dilly kemungkinan besar akan segera
dibangun’.
Berbeda dengan di Koepang (Residentie Timor), tiba-tiba di Dili (Timor Timur) menjadi menarik bagi dua negara (Australia dan Jepang). Seperti disebutkan Dili tidak terlalu menarik secara komersil bagi dua negara itu dan hanya ada pengembangan jalur perdagangan normal antara Koepang dan Dili. Ada apa? Tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba Jepang ingin menarik kabel dari Palau dan membuka jalur penerbangan ke Koepang, dan sebaliknya Australia tiba-tiba ingin menggeser jalur rute normal Singapoera-Sydney via Soerabaja dengan memperluas via Dilli dan bahkan akan membangun jalur penerbangan khusus antara Dilli dan Sydney.
Begitu luasnya Indonesia
(baca: Hindia Belanda), Pemerintah Hindia Belanda yang sedikit goyah (karena
invasi Jerman ke Belanda di Eropa) dan suhu politik dalam negeri dari para
pemimpin pribumi yang semakin kencang membuat Pemerintah Hindia Belanda tidak
seteliti sebelumnya. Jepang dengan maksud tertentu (yang mungkin tidak
diketahui pemerintah) sebelumnya sudah membuka hubungan kabel ke Manado dan
semakin banyaknya kapal-kapal dagang Jepang yang mengambil hombase di Kema.
Sebaliknya dalam situasi dan kondisi yang dihadapi Pemerintah Hindia Belanda,
pemerintah Inggris di Singapoera juga seakan melakukan persiapan diam-diam
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang Pasifik yang sudah terlihat
di horizon. Pemerintah Hindia Belanda dalam hal ini sesungguhnya dalam masalah
besar: putus hubungan dengan ibu pertiwi (negeri Belanda) dan Inggris (di
Semenanjung) melihat ancaman Jepang dari satu sisi dan juga melihat jalur
keluar di Australia di sisi lain. Pemerintah Hindia Belanda yang dari dalam
oleh para revolusioner Indonesa terus diganggu, dalam posisi yang dapat
dikatakan sudah setengah menjerit. Sedangkan di Timor Timur sendiri kerajan
Portugal di Eropa sudah lupa-lupa ingat, di Timor Timur hanya Gubernur Portugis
yang bersifat swadaya (tidak ada bantuan apapun lagi dari Portuga) mengambil
keputusan. Niat Jepang dan Australia di Dilli hanya berada di bawah keputusan
Gubernur Timor Timur (yang sangat lemah). Uji coba ketiga penerbangan Jepang
antara Palau dan Timor dapat akan dilakukan pada tanggal 23 dengan 17 penumpang
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-01-1941).
Minat Jepang dan Australia terhubung dengan Dili (Timor Timur) akhirnya setelah pecah perang Asia Pasifik di kawasan Asia Tenggara, dimana Jepang memborbadir Indochina dan Semenanjung Malaya sejak minggu pertama Desember 1941, Singapoera yang menjadi benteng Inggris masih mampu bertahan. Australia segera menduduki Dilli (Timor Leste).
Pendudukan Australia atas
Timor Timur dilakukan pada tanggal 17 Desember secara diam-diam (sambil
mengirim delegasi runding kepada Gubernur untuk alasan penjegahan invasi Jepang
ke Indonesia, karena menurut intelijen Timor Timur dicantumkan dalam rencana strategis
Tokyo). Gubernur Timor Timur memprotes, karena dia mengatakan belum menerima
instruksi apapun dari Lisbon, tetapi tidak ada perlawanan terhadap pendaratan
Belanda-Australia di Dilli.
Lalu sepenuhnya pulau Timor diduduki oleh Belanda dan Australia (lihat Onze toekomst, 14-01-1942). Lalu apakah Jepang telah didahului oleh Australia di Timor? Tampaknya demikian. Namun Australia segera terdesak. Pada tanggal 11 Januari sebelumnya Jepang telah menyerang kilang minyak Tarakan dan pasukan Belanda di Kakas (Minahasa). Saat ini Australia telah menduduki Timor Timur. Ini seakan Australia ingin menyambut kehadiran Jepang dan juga tentu untuk berjaga-jaga agar Jepang tidak terlalu jauh ke selatan di Australia. Militer Jepang sudah menyerang Sorong dan Ternate. Sebelum militer Jepang mengarahkan serangan ke Jawa, militer Jepang ingin menyingkirkan Australia dari Dili (Timor Timur) dan tentu saja Belanda di Timor Barat (Koepang). Inggris yang telah terusir dari Singapoera dan Semenanjung, di pulau Timor membentuk koalisi perang (sekutu) antara Belanda di Timor Barat, Australia plus Inggris di Timor Timur.
Lalu pada tanggal 20
Februari 1942 terjadi pertempuran di Selat Lombok dan militer Jepang mendarat
di Timor. Pada tanggal 21 Februari Soerabaya dan Koepang dibom oleh Jepang.
Namun meski Jepang telah berhasil menduduki pulau Timor, tetapi taktik gerilya
Australia yang disuplai dari Darwin terus dilancarkan ke Timor. Setelah
jatuhnya Singapoera dan Palembang, praktis bagian utara Indonesia (baca: Hindia
Belanda) telah dikuasai oleh Jepang. Demikian juga militer Jepang sudah
menduduki Bandjarmasin. Militer Jepang mulai menatap tajam Jawa (pusat dan
konsentrasi kekuatan Belanda). Dari Palembang ke Batavia dan dari Bandjarmasin
ke Soerabaja.
Australia semakin was-was, apalagi Inggris di Singapoera sudah kalah. Australia masih berharap Jawa dapat dipertahankan. Hal itulah mengapa Australia ikut membantu Belanda seperti di Timor. Jika Jawa jatuh dan tidak bisa mengharapkan Inggris, Australia tampaknya masih bisa melirik Amerika Serikat (yang basis terdekatnya di Filipina). Pemerintah Hindia Belanda sudah mempersiapkan invasi Jepang ke Jawa (lihat Onze toekomst, 25-02-1942). Namun persiapan itu tampaknya akan sia-sia. Sebelumnya pada serangan militer Jepang di Soerabaja dan Koepang, militer Jepang juga melakukan manuver di atas udara Batavia. Singkat cerita, akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada tanggal 8 Maret 1942.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Portugis, Jerman, Australia, Jepang, Amerika Serikat dan Cina: Timor Leste dan Papua Nugini dalam Sejarah Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar