*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Pada masa ini disebut PWI berdiri pada 9 Februari 1946 dan tanggal itu menjadi hari pers nasional. Bagaimana bisa? Sebab PWI adalah satu hal dan pers nasional adalah hal lain lagi. Pers nasional Indonesia sudah lahir pada era Pemerintah Hindia Belanda yang diberi nama Persatoean Djoernalistik Indonesia (PERDI). Apakah tidak lebih tepat jika hari ulang tahun pers nasional merujuk pada eksistensi PERDI? Bagaimana dengan Bapak Pers Tirto Adhi Soerjo dan mengapa tidak inline dengan hari pers? Yang jelas fakta sejarah berbeda dengan propaganda sejarah.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia, berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta (tanggal tersebut ditetapkan tahun 1985 sebagai Hari Pers Nasional). PWI beranggotakan wartawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini PWI dipimpin oleh Atal Sembiring Depari. Berdirinya PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia melalui media dan tulisan. Setelah berdirinya PWI, didirikan Serikat Penerbit Suratkabar atau SPS 8 Juni 1946 (menjadi Serikat Perusahaan Pers sejak 2011). Karena jarak waktu pendiriannya yang berdekatan dan memiliki latar belakang sejarah yang serupa, PWI dan SPS diibaratkan sebagai "kembar siam" dalam dunia jurnalistik. Sebelum didirikan, PWI membentuk sebuah panitia persiapan dibentuk tanggal 9-10 Februari 1946 di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, Pertemuan itu dihadiri oleh beragam wartawan. Pertemuan tersebut menghasilkan dua keputusan, diantaranya adalah: Disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo. Disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan: Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta), BM Diah (Harian Merdeka, Jakarta). Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta). Ronggodanukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto), Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya). Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang). Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang), Suprijo Djojosupadmo (Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta). Komisi beranggotakan 10 orang tersebut “Panitia Usaha”, tiga minggu kemudian, mengadakan pertemuan kembali di Surakarta bertepatan dengan sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (28 Februari hingga Maret 1946). Dari pertemuan itulah disepakati didirikannya Serikat Perusahaan Suratkabar dalam rangka mengkoordinasikan persatuan pengusaha surat kabar yang pendirinya merupakan pendiri PWI (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Persatoean Djoernalistik Indonesia (PERDI) dan Persatoean Wartawan Indonesia (PWI)? Seperti disebut di atas, hari pers nasional merujuk pada kelahiran (hari lahir) PWI, tetapi fakta pers nasional (yang diwakili PERDI) sudah ada jauh sebelum itu. Hari PWI adalah satu hal, hari pers tentu lain lagi dan tentu saja bapak pers lain pula. Lalu bagaimana sejarah Persatoean Djoernalistik Indonesia (PERDI) dan Persatoean Wartawan Indonesia (PWI)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.