*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini
Gempa dan tsunami adalah suatu peristiwa alam yang kerap menimbulkan bencana. Suatu peristiwa alam yang dapat berulang. Kejadian gempa dan tsunami dapat terjadi dimana-mana. Tidak hanya dulu, tetapi juga pada masa kini. Gempa dan tsunami dapat terjadi kapan saja. Oleh karena itu, kita tetap harus waspada. Sebab, kewaspadaan adalah cara untuk menghindar atau meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami.
Gempa dan tsunami adalah suatu peristiwa alam yang kerap menimbulkan bencana. Suatu peristiwa alam yang dapat berulang. Kejadian gempa dan tsunami dapat terjadi dimana-mana. Tidak hanya dulu, tetapi juga pada masa kini. Gempa dan tsunami dapat terjadi kapan saja. Oleh karena itu, kita tetap harus waspada. Sebab, kewaspadaan adalah cara untuk menghindar atau meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh gempa dan tsunami.
Oprechte Haerlemsche courant, 10-06-1755 |
Kota Ambon juga di
masa lampau telah tercatat sebagai suatu tempat yang kerap terjadi gempa dan
bahkan di Kota Ambon pernah diinformasikan pernah terjadi tsunami. Namun bagaimana
sejarah gempa di Ambon masih perlu kita pahami lebih mendalam. Sebagaimana
gempa dan tsunami dapat berulang, memahami perilaku gempa dapat menjadi salah
satu untuk menghindari atau meminimalkan akibat yang ditimbulkannya. Untuk itu
kita perlu menelusuri kembali kejadian-kejadian gempa dan tsunami yang pernah
terjadi di Ambon pada masa lampau. .
Berita Gempa Pertama dari Ambon (1754)
Surat kabar di
Haarlem, Oprechte Haerlemsche courant, 10-06-1755 memberitakan telah terjadi
gempa besar di Ambon. Berita ini disampaikan oleh seseorang yang baru pulang
berlayar dari Hindia Timur. Kejadian gempa di Ambon terjadi pada tanggal 18
Agustus 1754 pada sore hari pukul 4. Disebutkan telah terjadi darat disapu oleh
air. Pasar dan semua tiang dari batu, benteng, gereja, rumah kepala Cina dan
bagian dari rumah sakit telah hancur. Juga disebutkan semua rumah batu rusak
dan tidak dapat dihuni. Gubernur Kluyzenaar telah dibuat kembali tempat
tinggalnya. Selama 18 Agustus hinga tanggal 22 September telah terjadi 85 gempa.
Sejumlah orang tewas dan luka. Gambaran singkat ini mengindikasikan telah
terjadi gempa yang disertai tsunami.
Tsunami juga pernah terjadi yang dicatat oleh seorang
botanis yang bertempat tinggal di Ambon Georg Eberhard Rumphius. Kejadian gempa
dan tsunami terjadi pada tanggal 17 Februari 1674 sebagaimana dilaporkan oleh Francois
Valentjn berdasarkan catatan Rumphius. Dalam kejadian tsunami banyak korban
meninggal, termasuk istri dan anak Rumphius. Francois Valentjn sendiri menerbitkan
serial yang menjadi bukunya berjudul Oud en nieuw Oost-Indien antara tahun 1724
dan 1726. Francois Valentjn meninggal di Belanda tahun 1727. Sumber ini
dianggap sumber pertama dan paling tuan tentang catatan gempa dan tsunami di
Hindia Timur (baca: Indonesia). Sumber kedua adalah peristiwa gempa dan tsunami
tahun 1754. Dua kejadian ini terjadi di Ambon.
Oprechte Haerlemsche courant, 14-06-1755 |
Gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 1754 ini telah mengakibatkan
kerusakan berat benteng (fort) Victoria. Benteng ini tidak dapat digunakan
lagi. Benteng ini dianggap tidak mampu lagi menahan goncangan gempa dan tsunami
(Leeuwarder courant, 04-09-1756). Benteng Victoria yang dibuat kokoh dan telah
mengalami rusak berat mengindikasikan betapa besarnya gempa dan tsunami tsunami
yang terjadi. Sebagaimana diketahui nanti, benteng ini kemudian dibangun
kembali dengan struktur yang lebih kuat dengan nama baru Nieuw Victoria (masih eksis
hingga sekarang).
Oprechte Haerlemsche courant, 29-04-1766 |
Peristiwa gempa berikutnya terjadi pada tanggal 12
September 1763. Disebutkan telah terjadi gempa besar (zeer zwaare aardbeving).
Kejadiannya tidak di Ambon, tetapi di Banda Neira. Tidak disebutkan seberapa
besar dampaknya di Ambon, juga tidak dijelaskan apakah telah terjadi tsunami.
Berita ini dilaporkan oleh surat kabar Oprechte Haerlemsche courant, 29-04-1766
yang melansir berita surat kabar Heerlemsche courant edisi 26 April 1764.
Sebelum peristiwa gempa
besar di Banda, di Batavia dilaporkan terjadi gempa besar. Oprechte Haerlemsche
courant, 22-06-1758: ‘Menurut surat dari Batavia, pada tanggal 24 Agustus 1757,
gempa bumi dahsyat dirasakan pada jam 2 siang. Goncangan gempa di bawah tanah terjadi
tiga menit, Warga melarikan diri dari rumah yang, bagaimanapun, lebih
menyebabkan ketakutan daripada kerusakan yang timbul’. Berita gempa berikutnya
di Batavia dilaporkan Haarlemse Courant, 29-07-1775.
Disebutkan terjadi gmpa di Batavia pada tanggal 10 November 1774 pada pukul
setengah lima sore. Tidak dijelaskan lebih lanjut.
Untuk dipahami pembaca, antara kejadian dengan munculnya
pemberitaan di surat kabar cukup lama, sekitar setengah tahun. Saat itu
pelayaran antara Batavia-Amsterdam masih melewati Afrika Selatan dengan
menggunakan kapal-kapal yang kecepatannya masih terbatas. Berita-berita gempa
di Ambon hanya ditemukan di surat kabar yang terbit de Belanda. Pada tahun 1744
sempat muncul surat kabar di Batavia, Bataviaasche Nouvelles namun tidak
berumur lama lalu berhenti. Bataviaasche Nouvelles baru muncul lagi tahun 1766
(lihat Middelburgsche courant, 01-11-1766). Pada saat surat kabar Batavia ini
vakum, berita-berita gempa di Ambon ditemukan di Belanda, sebagaimana diberitakan
oleh Oprechte Haerlemsche courant yang terbit di Haarlem. Bataviaasche
Nouvelles masih eksis hingga tahun 1800 (sebelum VOC digantikan oleh Pemerintah
Hindia Belanda). Pada awal pemerintahan ini juga tidak ada sumber berita,
karena surat kabar pertama di Batavia baru muncul pada tahun 1810 yakni Bataviasche
Koloniale Courant.
Dari dua peristiwa gempa
dan tsunami di Ambon, pada hematnya, kejadian suatu gempa atau tsunami adalah
satu hal, pemberitaan kejadiannya adalah hal lain. Dengan memperhatikan situasi
dan kondisi saat itu (doeloe), sudah barang tentu banyak kejadian gempa dan
tsunami di Hindia Timur yang tidak terlaporkan. Apakah karena tidak ada yang
melaporkan dan juga tidak ada surat kabar yang memberitakan. Akan tetapi juga
bisa karena laporan dan berita yang ada tidak ditemukan lagi pada masa berikutnya.
Seperti laporan yang dibuat Rumphius pada tahun 1674 masih bisa ditemukan oleh Francois
Valentjn dan kemudian mengutipnya di dalam bukunya yang terbit tahun 1724.
Kejadian Gempa dan Tsunami di Tempat Lain
Kejadian gempa dan tsunami setelah di Ambon 18 Agustus
1754 telah terjadi gempa dan tsunami di Padang. Kejadian tsunami di Padang
diberitakan oleh Ommelander courant, 20-04-1798.
Disebutkan di Westelyke Kusten van Sumatra (Pantai Barat Sumatra), gempa bumi
terjadi pada tanggal 20 Februari [1797[, yang menyebabkan kerusakan besar dan
menyebabkan lebih dari tiga ratus orang meninggal, dimana banyak orang yang
hidup di darat yang terbuka diantara mereka ditelan [ke laut]. Di Padang, semua
area pemukiman telah hancur.
Ommelander courant, 20-04-1798 |
Kejadian tsunami di Padang ini telah dicatat oleh Residen
Du Puij. Catatan ini kemudian dikutip oleh ahli geologi FW Jung Huhn dan
mengutipnya dalam laporan yang kemudian dibukukan. Hal yang dilakukan oleh Du
Puij-Jung Huhn ini seperti dulu telah dilakukan oleh Rumphius- Francois
Valentjn. Pada tahun 1797 di Soematra pada
tanggal 10 Februari, di malam hari pada pukul 10, Terjadi gempa kekerasan di
pulau. Goncangan besar pertama, yang berlangsung selama satu menit,bagian dari
tanah dibanjiri oleh (air) laut; kapal terdorong ke darat. Penjara dan rumah
hancur; air laut ini kembali lagi ke atas setelah sungai Padang benar-benar
kering, dan air laut diulang tiga kali. Kampong Ajer Manis, terletak di utara
Padang begitu kewalahan oleh air yang tinggi, pada hari berikutnya ditemukan
mayat tersangkut di cabang-cabang pohon menggantung (lihat Franz Wilhelm
Junghuhn, 1853)
Berikut disajikan daftar gempa besar dan tsunami yang
pernah terjadi di Indonesia. Daftar ini hanya terbatas untuk gempa yang
dianggap menjadi penting. Ukuran gempa tidak seperti sekarang (SR), tetapi
ukuran doeloe adalah karakteristik gempa itu sendiri, seperti seberapa besar dampaknya,
berapa banyak korban jiwa dan seberapa besar kerusakan yang ditimbulkannnya.
Daftar gempa besar di Indonesia sejak era VOC, lihat lampiran.
Daftar Panjang Gempa Besar
(dan Tsunami) di Indonesia
|
|||
Tanggal
|
Tempat
|
Deskripsi Singkat
|
Sumber (pertama)
|
13-02-1684
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
04-01-1699
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
18-08-1754
|
Ambon
|
Lihat artikel
|
Lihat artikel
|
12-09-1763
|
Banda
|
Lihat artikel
|
Lihat artikel
|
25-01-1769
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
10-05-1772
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
04-01-1775
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
22-01-1780
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
20-92-1797
|
Padang
|
Lihat artikel
|
Lihat artikel
|
19-03-1806
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
10-04-1815
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
11-04-1815
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
12-04-1815
|
Batavia
|
Tidak ada
keterangan
|
Almanak 1816
|
01-04-1815
|
Sumbawa
|
Letusan pertama
Gunung Tambora terjadi pagi pada tanggal 1 April. Suara itu terdengar di
Macassar semacam tembakan canon. Menjelang malam semakin sering terdengar dan
suaranya semakin berat. Seorang petugas di Pulau Selajar melihat menjelang
pukul 10 malam, gelap sekali sehingga aku hampir tidak bisa membedakan kapal
dari pantai, meskipun tidak satu mil jauhnya. Pada malam hari terdengar lagi
ledakan yang lebih keras. Menjelang pagi frekuensinya makin tinggi begitu berat sehingga mengguncang
kapal. Satu ekspedisi pada pagi hari dikirim untuk memeriksa ke selatan.
Langit sangat gelap, angin bertiup dan dari Timur. Udara dipenuhi dengan abu
atau debu vulkanik yang sudah mulai berjatuhan di geladak. Setiap bagian
cakrawala lainnya diselimuti kegelapan. Tengah hari horisonnya lenyap dan
kegelapan total telah menyelimuti dan deck kami segera ditutupi dengan benda
yang jatuh. Abunya terus jatuh tanpa jeda sepanjang malam. Pada pukul 6 pagi
berikutnya, ketika matahari seharusnya saya lihat, itu masih berlanjut
sebagai gelap seperti biasa, tetapi pada pukul setengah tujuh, saya merasa
puas ketika saya merasakan bahwa kegelapan jelas berkurang, saya mulai bisa
dengan samar-samar melihat benda-benda di geladak. Sejak mulai saat itu saya
mulai melihat menjadi lebih terang, sangat cepat dan pada pukul setengah
sembilan pantai dapat dibedakan, abunya, jatuh dalam jumlah yang cukup besar
namun tidak seberat sebelumnya. Beberapa ton jatuh ke atas kapal, meskipun
bubuk atau debu yang tidak dapat ditembus sempurna ketika jatuh, itu ketika
dikompres dari berat yang cukup, ukuran 1 pint diisi dengan berat 12 onns.
Debu memiliki bau terbakar yang samar, tetapi tidak seperti belerang. Udara
masih diisi dengan abu yang jatuh ringan sepanjang hari dan yang berikutnya.
Ketika kami di darat, sawah tertutup debu, ikan d kolam mati mengambang,
banyak burung mati di tanah. Aku butuh beberapa hari untuk membersihkan kapal
dari abu. Air yang tergenang membentuk lumpur yang kuat. Pada tanggal 19 kami
memasuki teluk Bima, sangat sulit memasukinya karena banyak rintangan sampah.
Ketenbalan abu yang diukur di sekitar kota Bima saya temukan tiga inci dan
tiga perempat. Dari laporan yang saya berikan kepada Residen Bima, diduga bahwa
yang meletus gunung Toinboro, yang terletak sekitar 40 mil ke arah barat Bima.
|
Java government gazette, 20-05-1815
|
24-11-1833
|
Padang
|
Dapat dilihat di
Sejarah Kota Padang dalam blog ini
|
Dagblad van 's Gravenhage, 07-04-1834
|
10-10-1834
|
Buitenzorg
|
Batavia, 10
Oktober 1834. Setelah cuaca yang sangat hangat dan menyengat selama beberapa
hari, di pagi hari ini, sekitar jam enam, di kantor pusat ini, gempa bumi
yang luar biasa parah terasa, yang goncangan diiringi oleh suara yang kuat.
Penduduk, yang juga 'mengalami gempa bumi yang begitu cemas, teror, mereka meninggalkan
rumah-rumah mereka yang bergetar. Beberapa bangunan penting seperti Stadhuis
di Weltevreden dan gudang di negara itu, telah menjadi tidak ada. Gempa bumi
tahun 1834 terbilang gempa bumi terbesar yang pernah terjadi di Batavia.
Gempa bumi ini tercatat juga telah menghancurkan Istana Buitenzorg. Istana ini
merupakan salah satu bangunan yang dibuat kokoh dan tahan lama karena tempat
kediaman Gubernur Jenderal.
|
Javasche courant,
11-10-1834
|
28-09-1847
|
Batavia
|
Keterangan sangat
singkat
|
Algemeen
Handelsblad, 23-12-1847
|
27-08-1883
|
Selat Sunda
|
Batavia, 27 Agustus 1883. Fenomena yang sama seperti
selama beberapa bulan telah berulang di sini, semacam gemuruh bawah tanah.
Itu dimulai kemarin sore, hingga sepanjang malam, dan bahkan hari ini masih
ada banyak ledakan di kejauhan. Tak perlu dikatakan lagi bahwa ada banyak
kerusuhan di Batavia dan bahwa ratusan, yang takut di rumah dan keluarga,
telah menghabiskan malam terakhir dalam tidur tanpa tidur. Suara gemuruh di
kejauhan, yang, seolah-olah, muncul semakin banyak dan dalam keheningan malam
itu mereka sangat menakutkan, terutama karena mereka tidak tahu penyebabnya.
Secara umum, letusan berulang-ulang gunung berapi Cracatau sebagaimana
dilaporkan sebuah kapal yang tiba di sini kemarin dari Selat Sunda, ditutupi
dengan lapisan abu dan guncangan serta daya dorong diamati pada arah yang
sama dari Bantam. Fenomena ini mencapai tingkat yang paling intens di tengah
malam; ledakan muncul pada jam 1. yang meledakkan semua lampu gas di kota dan
di sebagian besar lingkungan membuat pintu dan jendela menakutkan dan
berdering mengkhawatirkan. Ini berlanjut sampai dini hari; pada pukul lima terdengar
ledakan keras. Ketika hari sudah siang, abu yang jatuh dapat terlihat dimana-mana,
meliputi jalan, rumah, kebun dan tanaman, dan tersebar di seluruh Batavia dan
tempat-tempat sekitarnya. Goncangan atau gerakan melambai dari tanah, namun,
kami tidak mendengar apa-apa. Namun di bawah gedung-gedung yang baru
didirikan di sini terlihat retak orang-orang berlarian, kasus pagi ini
sekitar jam 7 di gedung stasiun di Noordwijk, yang pada satu waktu retak
bahwa semua orang melarikan diri. Tampak di udara, kemarin dan hari ini,
burung-burung laut beterbangan mereka melewati Batavia dengan segerombolan
penuh, bahkan di jam-jam sesudahnya. Erupsi itu pastinya cukup ganas.
Fenomena alam menjadi lebih menyedihkan besok, ketika pada jam sebelas datang
kegelapan total, dan cahaya lilin harus dinyalakan di kantor-kantor di kota.
Pengganti pencerahan ini terpaksa, karena pabrik gas tidak melakukan operasi apa
pun di pipanya pada siang hari. Segera abu mulai turun dan sementara kami
menulis ini masih terus berlanjut. Udara berat dan tebal dan terutama dari
satu sisi ke sisi lain mungkin tidak bisa ditembus. Terlepas dari pesan-pesan
yang telah kami terima, dilaporkan juga bahwa di Bantam berbagai jembatan
telah tersapu oleh kekuatan yang membuat laut dikocok oleh gejolak dalam
tanah, menembus sungai. Konsekuensi dari ini harus diamati di sini besok, di
tengah-tengah kegelapan, ketika sungai besar membengkak beberapa meter dalam
beberapa menit, dan aliran air naik. Bagian bawah antara lain Boom kecil dan
Passar, bisa saja dibanjiri dalam sekejap mata, dan umumnya terjadi kepanikan,
termasuk ribuan orang Banten, takut dan berakhir dengan banjir, bergegas
pulang. Seluruh kota yang lebih rendah, dengan beberapa pengecualian,
ditinggalkan; populasi Eropa meninggalkan kantor mereka dalam kegelapan yang
terus-menerus, dan ketika air naik dengan kekuatan seperti itu, penduduk pribumi
juga mencari keselamatannya. Namun, tidak ada yang menarik perhatian kita
dari kecelakaan pribadi. Namun, dengan minat, kami terus melihat dan memberi laporan
lebih lanjut tentang fenomena alam yang aneh ini.
|
Bataviaasch handelsblad, 27-08-1883
|
06-01-1898
|
Ambon
|
Pemerintah
mengirim telegram, tanggal enam Januari telah terjadi gempa di Ambon (De
Telegraaf, 12-01-1898), Disebutkan Amboina hancur total. Lima puluh orang
tewas, termasuk sepuluh tentara, melukai dua ratus orang, Bataviaasch
nieuwsblad, 12-01-1898: Ambon hancur. Dengan pesan sedih itu berarti ibu kota
pulau dengan nama yang sama dan tempat tinggal Amboina. Tempat itu, seperti
yang Anda tahu, adalah tempat tinggal Residen dan komandan militer Maluku. Ada
sebuah benteng yang disebut New Victoria; di sebelah barat dan barat daya
benteng itu orang Eropa tinggal, di sebelah selatan mereka adalah kamp Cina, lebih
jauh lagi penduduk asli. Di Ambon menurut hitungan terbaru tentang 800 Eropa,
700 Cina, 350 Arab dan 6.300 penduduk asli, yang dibagi menjadi 4.530 urban
dan 1.770 negori dll. Ambon adalah tempat yang baru dibangun dengan banyak
rumah-rumah batu yang dibangun di jalan-jalan yang rapi, sebuah gereja
Protestan, pasar, klub, panti asuhan, rumah sakit, sekolah dan penjara. Rumah
tempat tinggal di Batoe Gadjah berada di tengah-tengah taman yang indah
dengan air yang mengalir. Seseorang hampir tidak dapat membayangkan bahwa
semua ini tidak ada lagi; bahwa gempa bumi telah menciptakan kembali
permukiman ini dalam kehancuran, sementara orang-orang masih tidak menyadari
apa yang telah terjadi di pedalaman pulau dua pulau (Hitoe dan Leitimor).
Kelak diketahui bahwa gempa ini telah menghancurkan bekas rumah Multatuli di
Kota Ambon.
|
De Telegraaf, 12-01-1898
dan Bataviaasch nieuwsblad, 12-01-1898
|
28-06-1926
|
Padang
|
Dapat dilihat di
Sejarah Kota Padang dalam blog ini
|
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
28-06-1926
|
02-02-1938
|
Banda
|
Pada hari Rabu
pagi pukul empat, gempa bumi terasa di Ambon, yang berlangsung sekitar satu
menit, tetapi tidak menyebabkan kerusakan. Namun, di Banda dermaga pemerintah
pecah, dermaga KPM juga rusak. Di Fak-Fak gempa juga terasa dan di sana juga
'diikuti oleh gelombang pasang. Satu-satunya kerusakan di sini adalah kerusakan
lampu mercusuar. Bahkan, gempa bumi dan gelombang pasang terlihat di Toeal.
Gempa itu berlangsung selama tiga menit, dan gelombang pasang berikutnya naik
begitu tinggi sehingga air lautnya mencapai sekitar satu meter.
|
De Indische
courant, 08-02-1938
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar