*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Ancol pada masa ini haruslah dibilang sebagai taman
impian warga Jakarta ketika akses ke laut begitu sulit didapat. Namun cerita-cerita
tentang Ancol yang membuat pengunjung terasa terhenyak ketika berada di Ancol
bukan soal wahananya. Yang banyak dibicarakan justru yang aneh-aneh seperti kisah
‘Si Manis Jembatan Ancol’. Namun ada satu hal, tetapi agak jarang dipertanyakan
yakni soal mengapa ada benteng kuno di Ancol. Pertanyaan mengapa dan bagaimana
benteng itu belum ada yang bisa menjawabnya.
|
Benteng (fort) Antjol, 1656 |
Tempat
wisata Ancol dibangun sejak era kemerdekaan Indonesia. Konon, sejak kepulangan
Presiden dari Amerika Serikat, 1856 gagasan pembangunan Ancol dimulai.
Pembangunan Ancol dimaksudkan untuk meniru Disneyland Amerika Serikat, Setelah
land clearing, pembangunannya sempat tersendat. Pembangunan tempat rekreasi
Ancol baru dilanjutkan dan selesai pada era Presiden Soeharto. Kini, tempat
rekreasi Ancol yang disebut Taman Impian Jaya Ancol yang dikelola oleh PT
Pembangunan Jaya masih eksis. Namun tidak lagi menjadi impian seperti dulu. Itu
semua karena pertanyaan tentang mengapa ada benteng di Ancol belum terjawab.
Lantas seperti apa sejawah awal Ancol? Itu dia
yang juga ynag harus diimpikan. Satu sejarah awal terpenting di Ancol adalah
keberadaan benteng (fort) Antjol. Berdasarkan catatan sejarah tertulis, benteng
ini sudah eksis pada tahun 1656. Suatu benteng yang dibangun untuk basis
pertahanan dalam melindungi kota (stad) Batavia. Sejak adanya benteng ini, area
Antjol mulai dikembangkan. Salah satu pengembang terkenal di (land) Antjol
adalah Jeremias van Riemsdijk (yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal VOC).
Untuk menambah pengetahuan kita, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
|
Benteng-benteng di Batavia (1619-1699) |
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*. Foo udara 1943
Benteng (Fort) Antjol
Pasca serangan Mataram ke Batavia tahun 1628,
Pemerintah VOC/Belanda mulai memperkuat perahanan dengan membangun sejumlah
benteng: Selain Kasteel Batavia dan benteng Pulau Onrust yang sudah ada,
benteng baru yang dibangun adalah benteng (fort) Jacatra, fort Rieswijk, fort
Noordwijk, fort Vijfhoek, fort Angke dan fort Antjol. Secara teknis dengan tujuh
benteng berada di luar Kasteel Batavia, kota (stad) Betavia dapat dianggap
sudah aman.
|
Peta 1668 |
Benteng
(fort) Jacatra berada di sisi timur sungai Tjiliwong (pada masa kini berada di
sekitar Mangga Dua), fort Rieswijk berada di sisi timur sungai Krokot (kini
tepat di gedung BTN, Harmoni), fort Noordwijk berada di sisi barat sungai (tepat
di area masjid Istiqlal), fort Vifjhoek berada di sisi timur sungai Krokot
(kini di kelurahan Jembatan Lima_, fort Angke berada di sisi timur sungai Angke
(dekat stasion Angke) dan fort Antjol berada di pantai sebelah timur Batavia. Posisi
Fort Vifjhoek dan Fort Angke berada pada garis lurus ke arah barat yang secara
bersama-sama dengan Fort Pulau Onrust untuk melindungi dari ancaman Banten.
Peta 1668
Area antara kota (stad) dengan benteng-benteng tersebut kemudian
dikembangkan kanal-kanal. Fungsi kanal-kanal tersebut selain untuk pengendali
banjir di kota, juga berdungsi sebagai moda transportasi air, tentu saja dapat
dianggap semacam barier pertahanan. Kanal-kanal ini juga berfungsi untuk
drainase (pengeringan rawa-rawa) dan pembentukan irigasi untuk pengembangan
lahan-lahan pertanian terutama perkebunan tebu, perkebunan kelapa dan produksi
padi/beras (pencetakan sawah).
|
Peta 1788 |
Dalam perkembanganya dari Kasteel Batavia dibuat kanal sejajar pantai ke
Fort Antjol. Kanal ini kemudian dihubungkan dengan sungai Antjol [Kanal ini
kini di atasnya dibangun jalan tol, tepat berada di depan pintu masuk Taman
Impian Jaya Ancol]. Sungai Antjol ini pada dasarnya adalah percabangan sungai
Soenter menuju pantai/laut. Sementara itu di arah hulu antara Fort Noordwijk
dan fort Riswujk dibangun kanal dengan menyodet sungai Tjiliwong di fort
Noordwijk dengan mengalirkannya ke arah barat menuju sungai Krokot di fort
Riswijk. Kanal ini kini dikenal sebagai kanal yang berada di antara jalan
Juanda dan jalan Veteran. Lokasi fort Noordwijk ini pada masa ini area masjid
Istiqla, sedangkan fort Riswijk kini menjadi area gedung kantor pusat BTN (di
Harmoni).
Pada tahun 1665 kebijakan pemerintah VOC/Belanda
berubah dari kegiatan perdagangan yang longgar di pantai-pantai (pelabuhan di
berbagai pulau) menjadi kebijakan yang mana penduduk pribumi dijadikan sebagai
subjek (inilah awal kebijakan kolonisasi VOC/Belanda). Di satu pihak,
Pemerintah VOC mulai menjalin kerjasama dengan para pemimpin pribumi, dan di
pihak lain menginisiasi investor untuk mengelola lahan-lahan di seputar
Batavia. Persil-persil lahan di antara kanal-kanal itulah yang ditawarkan kepada
swasta (koopman) untuk diusahakan pertanian. Sejak itu mulai diperkenal status
lahan sebagai tanah partikelir (land). Salah satu land terkenal adalah land
Briel.
|
Mansion/villa Parra di Weltevreden
(1770-1771) |
Persil
lahan di tenggara benteng (fort) Noordwijk diketahui kali pertama dimiliki oleh
Briel. Lahan ini kemudian dibeli oleh oleh Anthonij Paviljon yang lalu kemudian
dibeli oleh Cornelis Chastelein. Dalam perkembangannya Chastelein membeli lahan
di Seringsing pada tahun 1695 (kini Sereng Sawah) dan beberapa tahun berikutnya
1704 di Depok. Lahan Chastelein di dekat benteng Noordwijk dibeli oleh Justinus
Vinck yang selain mengembangkan lahan juga mendirikan pasar yang disebut Pasar
Vincke (kini Pasar Senen). Lahan ini kemudian dibeli oleh Jacob Mossel dengan
membangun mansion yang indah. Lalu kemudian mansoin Mossel ini dibeli oleh van
der Parra. Akhirnya lahan ini kemudian diakuisisi oleh pemerintah di era Daendels
untuk dijadikan ibu kota yang baru (Weltevreden). Villa.mansion dimana peranh bertempat tinggal van der Parra pada masa ini lokasinya di RSPAD.
Land terkenal lainnya adalah land yang dimiliki oleh van Horn. Land ini
berada di sisi barat kanal Goenoeng Sahari (area ini kini masuk area Gunung
Sahari barat). Dr sebelah barat daya benteng Riswijk lahan subur dikuasai oleh
Dalzigt (yang kini dikenal sebagai Tanah Abang). Sementara itu lahan di sekitar
benteng (fort) Antjol dikuasai oleh Jeremias van Riemsdijk. Sebelum Riemsdijk
menempati land Antjol terdapat tiga pemilik yakni Justinus Vinck, Johannes Pels
dan Symon van der Briel (lihat Peta 1727). Briel juga diketahui adalah pemilik
awal land Weltevreden.
|
Kanal Antjol dan Estate van Riemsdijk di Antjol, 1772 |
Dalam
perkembangannya nanti, Jeremias van Riemsdijk memperluas lahannya ke Maroenda
dan daerah aliran sungai (DAS) Bekasi. Jeremias van Riemsdijk juga kemudian
diketahui membeli land Tjiampea. Sepeninggal Riemsdijk lahan-lahan tersebut
diteruskan oleh istri dan anak-anaknya. Anak-anak dan cucu-cucu Riemsdujk
termasuk yang sukses di bidang pertanian. Land terkenal lainnya dari keluarga
Riemsdijk adalah Tandjong Oost (kini Pasar Rebo), Tjibinong, Tapos, Tjilodong,
Kraggan dan Tjiboeboer Pada era Pemerintahan Hindia Belanda, keluarga (dinasti)
Riemsdijk termasuk salah satu yang tersukses. Satu keluarga yang dapat
dikatakan mengikuti jejak keluarga Riemsdijk ini adalah keluarga van Motman
yang pernah menguasai land Dramaga, Kedong Badak, Nanggoeng dan lainya.
Jeremias van Riemsdijk awalnya membangun mansion kecil di dekat benteng
Antjol. Namun dalam perkembangannya Riemsdijk membuka lahan pertanian yang luas
dengan menyulap sebagian rawa menjadi lahan yang produktif. Kanal antara
Kasteel Batavia dan Fort Antjol dijadikan Riemsdijk sebagai jalur lalu lintas
yang bagus untuk mengangkut komoditi. Posisi mansion ini berada di sisi selatan
kanal. Sementara di dua sisi kanal Riemsdijk juga membangun jalan yang bagus
agar kereta kudanya mampu berjalan mulus. Jeremias van Riemsdijk seperti
pemilik land lainnya juga menggunakan tenaga kerja dengan mendatangkan budak
belian dari berbagai tempat. Mansion Antjol divermak dengan membangun villa
yang lebih besar.
|
Muara/Sungai Antjol, 1772 |
Pada
tahun 1775 Jeremias van Riemsdijk dipilih dan diangkat sebagai Gubernur
Jenderal VOC untuk menggantikan Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra
yang meninggal di Weltevreden pada tanggal 28 Desember 1775. Namun seperti
disinggung di atas, Jeremias van Riemsdijk tidak berumur panjang dan meninggal
pada tahun 1777. Seperti halnya Mossel dan Parra, Riemsdijk juga meninggal saat
masih menjabat Gubernur Jenderal VOC.
Berdasarkan peta land yang dikeluarkan Pemerintah VOC pada tahun 1788, tanah-tanah partikelir ini sudah
mencapai sungai Karawang/Tjitaroem di timur dan sungai Tangerang/Tjisadane di
barat. Ke arah hulu land-land ini sudah mencapai Tjiampea di hulu sungai
Tjisadane; Tjisaroea di hulu sungai Tjiliwong; Tjibaroesa di hulu sungai
Tjibeet (anak sungai Tjitaroem); dan Tjitrap di hulu sungai Bekasi/Tjilengsi
serta Tjikaow di hulu sungai Tjitaroem. Pemilik land Tjiampea diketahui adalah
keluarga Riemsdijk.
|
Villa/mansion van Riemsdijk, 1780 |
Sebaran
land-land ini dari kota (stad) Batavia mengikuti jalur-jalur berikut: (1)
Struiswijk (Salemba), Meester Cornelis, Tandjong (Pasar Rebo), Tjimanggies,
Tjibinong hingga Buitenzorg; (2) Meester Cornelis, Tjipinang, Pondok Kalapa,
Pondok Gede, Makassar, Kranggan dan Tjilengsi dan Kalapa Noenggal; (3) Tjipinang,
Poelo Gadoeng, Pondok Poetjoeng/Tamboen, Bekasi, Tjikarang dan Kedoeng Gede dan
Tandjoeng Poera; (4) Angke, Soedimara, Tjipoetat; (5) Angke, Tjengkareng,
Tangerang, ke arah hilir, ke arah hilir mencapai Karawatji, Serpong, Koeripan,
Tjiampea dan Tjiomas serta Leuwiliang; (6) Menteng, Kampong Melajoe, Seringsing,
Pondok Tjina, Depok, Pondok Terong/Titajam, Bojong Gede dan Tjileboet serta Kedong
Badak; (7) Tanah Abang, Pal Merah, Kebajoran, Pondok Laboe, Tjinere dan
Sawangan ; (8) Antjol, Tjilintjing,
Maroenda, Karatan hingga Moeara Bekasi dan Moeara Tjitaroem; (9) Tjilintjing,
Toegoe, Soekapoera, Tjakoeng. Sebelum land-land baru yang lebih jauh dari Stad
Batavia dikemmbangkan sudah terlebih dahulu dibangun benteng-benteng baru
seperti di Buitenzorg, Meester Cornelis, Tangerang, Serpong, Tjiampea,
Tandjoeng (Pasar Rebo), Bekasi dan Tandjong Poera (Krawang).
Jeremias van Riemsdijk (lahir 1712) menikah
dengan Martina van den Briel (lahir 1720). Besar dugaan Martina adalah putri
dari Symon van der Briel, salah satu pemilik land di Antjol. Atas dasar ini
diduga menjadi sebab Jeremias van Riemsdijk membangun mansion di Antjol dan
kemudian mengakuisisi seluruh land yang berada di Antjol dalam rangka membangun
estate yang luas.
Setelah
ketegangan mereda di daerah hulu sungai Tjisadane, pengembangan wilayah kembali
diteruskan. Pada tahun 1778 pemerintah VOC/Belanda membentuk sejumlah land baru
di hulu sungai Tangerang. Beberapa land yang dibentuk adalah land Dramaga dan
land Tjiampea. Lalu kemudian land Tjiomas, land Tjiboengboelan dan land
Panjawoengan (kelak disebut daerah Leuwiliang).
Seperti disebutkan sebelum ini, Jeremias van
Riemsdijk meninggal saat menjabat Gubernur Jenderal pada tahun 1777. Salah satu
anaknya bernama Willem Vincent Helvetius van Riemsdijk (lahir 1753) diketahui
telah memiliki land Tjiampea pada tahun 1780. Besar dugaan Willem Vincent
Helvetius van Riemsdijk adalah pembeli pertama land Tjiampea. Keluarga
Riemsdiejk juga diketahui membeli sejumlah land di daerah aliran sungai (DAS)
Bekasi.
Pemerintahan
VOC/Belanda mulai rapuh. Pada tahun 1795 Batavia diduduki oleh militer Prancis.
Situasi menjadi tidak menentu. Pada akhirnya VOC/Belanda pada tahun 1799
VOC/Belanda dinyatakan bangkrut. Lalu VOC/Belanda diakuisisi oleh kerajaan
Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda.
Akses Baru ke Weltevreden: Kanal Goenoeng Sahari dan Kanal Antjol
Pemerintah Hindia Belanda yang secara legal
formal dimulai tahun 1800, baru pada era Gubernur Jenderal Daendels terjadi
kebijakan/progam (pembangunan) yang radikal. Dua program unggulannya adalah
pembangunan jalan pos Trans-Java dari Batavia ke ujung barat di Anjer dan dari
Batavia ke ujung timur di Panaroekan. Program kedua adalah pemindahan ibu kota
dari Kota (stad) Batavia ke Welvreden.
|
Bataviasche koloniale courant, 14-09-1810 |
Daendels
melaksanakan program pembangunan jalan dengan bekerjasama dengan pemimpin lokal
(pribumi) seperti para bupati, pangeran dan sebagainya. Para pemimpin lokal
disertakan dalam sistem pemerintah yang baru. Untuk program kedua, untuk
membangun kota-kota, Daendels terpaksa harus mengakuisisi (membeli) lahan dari
pihak swasta termasuk land (tanah partikelir) Weltevreden dan land Bloeboer
(Buitenzorg). Di atas lahan inilah Daendels membangun gedung kantor/layanan
pemerintah. Pada saat yang bersamaan juga Daendels harus menjual lahan dengan
status tanah partikelir (land) seperti di sisi barat sungai Tangerang/Tjisadane
dan sisi timur sungai Krawang/Tjitaroem. Jumlah persisl/luas land bukanya
berkurang tetapi justru bertambah. Ringkasnya Daendels tidak konsisten. Sebab
seharusnya semua lahan harus dimiliki oleh pemerintah tetapi sebaliknya justru
tetap membiarkan pidak swasta menguasai lahan dalam bentuk (status) land (semacam
negara dalam negara).
Pembangunan jalan ala Daendels ini juga termasuk
jalan menuju Antjol (lihat Bataviasche koloniale courant, 14-09-1810).
Disebutkan pemerintah menawarkan untuk memperbaiki, meningkatkan dan memperluas
jalan; dari bekas rumah kayu Wilgenburg atau Dwars di jalan menuju Antjol, dan
pelebaran dan peningkatan jembatan di atas kanal yang ada di bekas fortje (benteng)
Antjol. Bagi peminat silahkan mengajukan lamaran rencana, profil dan
spesifikasi. Dari keterangan ini benteng (fort) Antjol sudah lama tidak
digunakan dan ditinggalkan. Namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan
militer Inggris (1811-1816).
|
Peta 1824 (insert: Peta 1840) |
Besar
dugaan bahwa lahan dan properti (keluarga) Riemsdijk di Antjol telah dijual.
Boleh jadi hasil penjualan ini pada masa lalu menjadi alasan untuk membeli land
Tjiampea yang lebih mahal, lebih subur dan lebih sejuk. Pada tahun 1818
diberitakan keluarga Riemsdijk menjual sejumlah properti dan lahan, enam
diantaranya berada di Bekasi (lihat Bataviasche courant, 24-10-1818). Land-land
tersebut adalah (1) land Poelo Mamandang, Bogor, Rawa Bogor dan Babelan yang
berbatasan dengan kampong Toeri, di sebelah timur berbatasan sungai Bekasi; di
sebelah barat berbatasan dengan land Oedjoeng Menteng, di sebelah selatan
berbatasan dengan land Kabalen dan di sebelah utara berbatasan dengan
lahan-lahan sewa perseorangan,
|
Peta 1866 |
(2)
land Moeara Bekasi atau Pondok Doea, di sebelah utara berbatasan dengan sungai
Bekasi, di sebelah barat dan selatan berbatasan sungai Bekasi dan pantai;
sebelah timur berbatasan dengan sungai Sambilangan; (3) land Sambilangan, di
sebelah utara dan barat laut berbatasan dengan sungai Bekasi dan sungai
Sambilangan, di sebelah selatan berbatasan dengan land Bandongan, sebelah timur
berbatasan dengan kepemilikan J Bonte Cs; dan sebelah selatan berbatasan dengan
land Cratan milik kaptein Konne; (4) land Tandjong, di sebelah timur, barat dan
utara berbatasan sungai Bekasi; di sebelah selatan berbatasan dengan
kepemilikan J Bonte Cs; (5) land Soengie Boeaja, di sebelah utara berbatasan
dengan pantai, di sebelah barat daya dan barat laut berbatasan dengan sungai
Bekasi; di sebelah timur berbatasan dengan land milik kapt Konne dan land milik
J Wolff Cs; (6) Soengie Laboe, di sebelah barat sungai Bekasi, di sebelah
utara, barat dan selatan berbatasan sungai Bekasi, di sebelah selatan dan timur
milik kapt Konne. Penjualan lahan di Bekasi ini boleh jadi riwayat keluarga
Riemsdijk di pantai utara (Antjol dan hilir sungai Bekasi) berakhir sudah dan kemudian
telah memusat di hulu sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane. Pada tahun 1820
diberitakan Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk membeli land yang baru dijual
pemerintah (lihat Bataviasche courant, 11-03-1820). Scipio Isebrandus Helvetius
van Riemsdijk adalah anak dari Willem Vincent Helvetius van Riemsdijk atau cucu
Jeremias ban Riemsdijk.
Ketika area di sekitar Weltevreden mualai ramai,
pada awal tahun 1820an (berdasarkan Peta 1824) Area Antjol tampak begitu
lengang. Tidak lagi seramai pada era Jeremias van Riemsdijk. Pada peta terlihat
di kejauhan di arah timur, area Tandjong Priok tidak teridentifikasi apa pun
kecuali jalan setapak (tampaknya jalan menuju Tandjoeng Priok masih melalui air
(laut). Pembangunan moda transportasi jalan diduga masih terbatas hingga
(bekas() Fort Antjol. Gambaran ini kurang lebih masih sama dengan Peta 1840.
Pada Peta 1866 situasi dan kondisi di Antjol sudah tampak lebih jelas lagi
yakni terdapat tiga perkampongan dan area perkebunan di utara kanal (ke arah
laut).
Pada
tahun 1867 pemerintah membangun kanal dari sungai Tjitaroem ke hilir sungai
Bekasi. Pembangunan kanal ini untuk moda transporasi dari Tandjoeng Poera ke (pelabuhan)
Batavia (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-04-1867). Rencana pembangunan kanal
ini simultan dengan pembangunan kanal Antjol dari pantai ke kanal Goenoeng
Sahari. Dengan begitu pedagang-pedagang dari Karawang dan Bekasi tidak lagi
menersukan barang dagangannya ke (pelabuhan) Kali Besar tetapi mengepulnya di
gudang-gudang komoditi di Pasar Baroe. Pada proses pembangunan kanal ini
terjadi kerusuhan di Tamboen (1869). Proses kanalisasi moda transportasi ini
menjadi prioritas.
Pembangunan kanal Antjol/Goenoeng Sahari menjadi
pemicu baru untuk perkembangan lebih lanjut di area Antjol. Moda transportasi
sudah semakin lancar, tidak lagi menuju Batavia tetapi lebih mengarah ke tempat
yang lebih dekat di Weltevrenden (ibu kota yang baru).
|
Peta 1890 |
Dibangunnya
kanal Antjol/Goenoeng Sahari melalui laut memunculkan rencana baru untuk
memperbaiki kembali kanal Antjol yang lama dengan memperpanjangnya hingga
Tjilintjing (melalui) Tandjoeng Priok. Sehubungan dengan pembangunan jalur
kereta api tahun 1869 Batavia-Meester Cornelis, juga dimulainya pengembangan
pelabuhan ke Tandjoeng Priok dengan menambah moda transportasi kereta api. Area
Antjol yang sempat redup beberapa dekade kembali menggeliat lagi. Pelabuhan
Tandjoeng Priok pada tahun 1883 sudah beroperasi.
Sejak adanya kanal terusan Antjol ke Tandjoeng
Priok/Tjilintjing, praktis sungai Antjol kelahilangan sumber air dari arah
hulu. Semua sungai bermuara ke kanal Antjol/Tandjoeng Priok. Situasi dan
kondisi di area Antjol di sekitar benteng Antjol lambat laun terjadi perubahan
lingkungan. Tekanan air yang datang dari hulu (sungai) yang melemah menyebabkan
tekanan air pasang (rob) mengubah ekologi di area Antjol. Lahan-lahan pertanian
semakin berkurang, yang bertambah adalah tambak-tambak perikanan laut. Tingkat
salinitas semakin meningkat. Area Antjol kembali sepi sendiri meski dilintasi
oleh lalu lintas yang sibuk dari Batavia (jalan raya dan jalur kereta api).
Dimana Posisi GPS Fort Antjol?
Pada masa ini situs benteng (fort) Antjol masih
dapat dilihat, kurang terawat dan kurang dikenal secara umum. Arena Taman
Impian Jaya Ancol yang modern seakan tidak ingin berbagi keramaian di tempat
dimana masih ditemukan (sisa) Fort Antjol. Benteng kuno ini tampaknya kesepian
di bawah pepohonan yang sepi sendiri. Padahal benteng inilah yang mengawali
sejarah di area tersebut hingga terbentuknya Taman Impian Jaya Ancol. Sehubungan
dengan hal tersebut apakah sisa benteng yang sekarang adalah benteng yang eksis
pada tahun 1665? Jawabannya, iya.
|
Fort Antjol (Peta 1890) |
Pada masa lampau (era VOC/Belanda), Fort Antjol berada sisi selatan
sungai Antjol (lihat Peta 1656) dan sisi barat sungai Doeri. Sungai Doeri
bermuara ke sungai Antjol. Secara teknis posisi GPS benteng ini dibangun dengan
mempertibangkan dua sungai. Lalu kemudian dibangun kanal dari kota (stad)
Batavia ke Fort Antjol yang berujung di sungai Doeri. Antara titik pertemuan
kanal dan sungai Doeri dengan titik muara sungai Doeri di sungai Antjol
diperlebar. Dalam hal ini posisi benteng berada di timur sungai Doeri yang
diperlebar. Untuk melindungi benteng dari sisi timur, sungai Doeri dipindahkan
dengan mengikuti sisi timur benteng dan kemudian dihubungkan dengan sungai
Antjol. Dengan demikian benteng Antjol menjadi terlindung dari tiga sisi air
(kanal, sungai Doeri dan sungai Antjol).
|
Analisis posisi GPS Fort Antjol (doeloe) pada peta satelit (Now) |
Pada masa Pemerintah Hindia Belanda, pelabuhan sungai Kali Besar tidak
begitu memadai lagi (proses pendangkalan dan tonase kapal yang semakin
meningkat) lalu dibangun pelabuhan baru di Tandjoeng Priok. Dalam pembangunan
pelabuhan laut di Tandjoeng Priok, kanal
Antjol deperlebar dan diperpanjang menuju pelabuhan Tandjoeng Priok. Akibatnya kanal
tidak bermuara lagi ke sungai Antjol (kerena sudah lurus ke Tandjong Priok).
Sementara sungai Doeri juga tidak bermuara lagi ke sungai Antjol tetapi hanya
sampai di kanal Antjol. Oleh karena itu posisi benteng menjadi berada di sisi
utara kanal Antjol. Lambat laun sungai Antjol mati suri karena sumber airnya
dari hulu telah bermuara ke kanal Antjol. Muara sungai Antjol juga mengalami
pergeseran ke arah timur (lebih dekat ke benteng). Dalam perkembangan
berikutnya jalur kereta api dibangun ke arah Tandjong Priok di sisi selatan
kanal. Gambaran ini sesuai dengan Peta 1890. Oleh karena itu, pada masa ini,
benteng Fort Antjol haruslah diposisikan berada di sisi utara kanal/jalur
kereta api.
Pada masa ini tentu saja sungai Antjol tidak
ditemukan lagi. Sungai ini karena menjadi kali mati maka lambat laun akan
hilang dengan sendirinya. Namun kanal tersebut pada masa ini masih eksis (kali
yang diatasnya dibangun jalan tol). Sungai Doeri juga masih eksis yang bermuara
ke kanal. Sisa sungai Antjol yang masih ada adalah muara sungai yang masuk ke
laut (kini Danau Ancol). Gambaran ini juga masih sesuai dengan peta satelit
|
Area Fort Antjol pada masa kini |
Lantas
dimana posisi GPS benteng Antjol tersebut sekarang? Saya sendiri belum pernah melihatnya secara
langsung. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari internet lokasi benteng
tersebut adalag sebagai berikut: Berada di Jalan Pasir Putih II, Ancol, Jakarta
Utara, tak jauh dari pintu masuk perumahan elite Ancol Timur (kawasan wisata
Taman Impian Jaya Ancol). Dari keterangan ini tampaknya sesuai dengan hasil analisis
(yang diberi tanda bintang pada peta satelit).
Dengan demikian, dimana posisi GPS benteng Antjol
tempo doeloe dari perspektif sejarah besar dugaannya berada di tempat dimana kini
ditemukan bekas (situs) benteng di sebelah timur pintu masuk Taman Impian Jaya
Ancol (tidak jauh dari pintu gerbang perumahan). Situs benteng Antjol besar kemungkinan adalah situs paling utuh dari
sejumlah benteng VOC/Belanda di seputar Jakarta. Usia benteng ini sekarang
paling tidak sudah 363 tahun.
|
Fort Antjol (1656) |
Untuk
sekadar informasi di dalam blog ini juga ada artikel lain tentang
benteng-benteng VOC/Belanda yang lain: Benteng Tangerang dan benteng Sampoera
(Serpong) dan benteng Tjiampea serta benteng Pulau Onrust dalam serial artikel sejarah
Tangerang; benteng VOC/Belanda di Sukabumi dalam serial artikel Sukabumi;
benteng VOC/Belanda di Bogor dalam artikel serial sejarah Bogor; benteng
Noordwijkm benteng Riswijk dan benteng Meester Cornelis pada serial artikel
Jakarta. Pada kesempatan lain akan dilacak dan dibuat artikel sendiri tentang
benteng Bekasi, benteng Tandjoeng (Pasar Rebo), benteng Jacatra (Mangga Dua),
benteng Angke dan benteng Tandjoeng Poera (Krawang).
Demikianlah sejarah panjang Ancol secara singkat, Anda ingin rekreasi ke Taman Impian Jaya Ancol? Jangan lupa mampir sebentar ke situs kuno, benteng Antjol.
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar