*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Sempur dan Lebak Kantin ibarat dua sisi koin. Tidak terpisahkan satu sama lain. Kedua area ini berada di satu lembah yang dipisahkan oleh sungai Ciliwung. Oleh karena itu ‘mereka’ tetap terikat hingga ini hari sebagai satu kelurahan: Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Keterikatan mereka sebagai satu wilayah bukanlah baru-baru ini, tetapi, bahkan sejak jaman kuno, sejak namanya secara geografis diidentifikasi dengan nama Pondok Sempoer (1701) .
Sempur dan Lebak Kantin ibarat dua sisi koin. Tidak terpisahkan satu sama lain. Kedua area ini berada di satu lembah yang dipisahkan oleh sungai Ciliwung. Oleh karena itu ‘mereka’ tetap terikat hingga ini hari sebagai satu kelurahan: Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Keterikatan mereka sebagai satu wilayah bukanlah baru-baru ini, tetapi, bahkan sejak jaman kuno, sejak namanya secara geografis diidentifikasi dengan nama Pondok Sempoer (1701) .
Sempur Tempo Doeloe (Peta 1701 dan Lukisan 1772) |
Sempur dan
Lebak Kantin bukanlah kampong biasa, meski belakangan ini terkesan biasa-biasa
saja. Kampong Sempur dengan nama awal kampong Pondok Sempoer adalah termasuk
salah satu kampong tertua di Kota Bogor (luar biasa). Sementara kampong Lebak
Kantin adalah bagian dari kampong Sempur di sisi barat sungai yang berbatasan
dengan kantin (ruang makan para prajurit) di garnisun militer (jalan Sudirman
yang sekarang). Kantin ini kemudian relokasi ke area Zeni. Namun area di bawah
kantin kadung disebut Lebak Kantin (luar biasa hingga ini hari namanya tetap
eksis). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Kelurahan Sempur, Kota Bogor (Now) |
Nama Kampong Pondok Sempoer (1701)
Area (lanskap)
antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane (eks ibu kota Pakwan-Padjadjaran)
sudah lama tidak dihuni (setelah aneksasi Banten tahun 1521). Pada era VOC, ada
kepercayaan penduduk di hilir sungai Tjiliwong bahwa area itu dijaga oleh
sejumlah harimau besar. Ketika dilakukan ekspedisi pada tahun 1687, tidak ada
nama tempat yang diidentifikasi di area tersebut. Nama-nama tempat hanya berada
di sisi utara-timur sungai Tjiliwong.
Pada tahun 1699 gunung Salak meletus
dan terjadi gempa besar. Menurut laporan Inggris sungai Tjisadane mengalami
goncangan dan terjadi tsunami. Muara sungai Tjisadane di Tangerang penuh dengan
lumpur dan batang-batang kayu besar yang terbawa arus dari hulu. Peninjau yang
dikirim ke hulu sungai Tjisadane menggambarkan permukaan tanah di sekitar area
gunug Salak tertutup debu vulkanik. Demikian juga di Batavia menurut orang
Belanda terjadi goncangan besar dan terjadi tsunami di muara sungai Tjiliwong.
Muara sungai Tjiliwong penuh lumpur dan sampah-sampah berat yang terbawa arus.
Itulah gambaran awal begitu dahsyatnya letusan dan gempa gunung Salak. Setelah
dua tahun berlalu, gambaran ini juga dilaporkan tim ekspedisi VOC yang
menyelidiki hulu sungai Tjiliwong pada tahun 1701. Di lereng gunung Pangarango
banyak ditemukan retakan besar, pohon-pohon besar yang tumbang baik karena
getaran besar maupun rubuh karena diterjang batu-batu besar yang meluncur dari
ketinggian.
Laporan
ekspedisi tahun 1701 yang ditulis oleh Michiel Ram dan Cornelis Coops nama-nama
kampong yang diidentifikasi pada tahun 1687 telah bertambah nama baru tetapi
juga nama lama ada yang tidak ada lagi. Apa yang mereka laporkan disalin juga
ke dalam peta. Dalam peta tersebut di area antara sungai Tjiliwong dan sungai
Tjisadane di arah hilir baru ada dua kampong baru yakni Kedong Dalam
(Tiwaringin) dan Kedong Waringin. Sesuai namanya, perkampongan itu hanya
terdiri dari satu dua buah pondok (orang yang baru membuka lahan). Nama-nama
kampong yang berada di sisi utara-timur sungai Tjiliwong diantaranya Pondok
Sempoer. Nama tempat ini belum ada pada Peta 1687. Dalam hal ini dapat
dikatakan kampong Pondok Sempoer adalah kampong (pondok) baru.
Nama-nama tempat yang diidentifikasi di
sisi utara-timur sungai Tjiliwong selain Pondok Sempoer adalah Babakan dan
Baranang Siang. Ke arah hilir terdapat kampong Bantardjari dan Kampong Baroe,
ke arah hulu terdapat kampong Bantarkemang dan Paroeng Banteng. Dari semua nama
tempat tersebut yang letaknya paling dekat dengan Kota Bogor (area antara dua
sungai) adalah Pondok Sempoer plus kampong Kedong Dalam dan Kedong Waringin.
Tiga perkampongan ini dapat dikatakan sebagai perkampongan yang baru (cikal
bakal kampong yang sebenarnya).
Dimana posisi
GPS (kampong) Pandok Sempoer tidak diketahui secara pasti. Mengapa disebut
Sempoer juga tidak diketahui secara jelas. Dari semua nama-nama tempat yang
diidentifikasi pada Peta 1701 secara harpiah memiliki arti. Seharusnya nama
Sempoer memiliki arti yang sesuai dengan posisi geografisnya.
Belakang Villa: Sungai, Jembatan dan Air Mancur (Lukisan 1772) |
Namun demikian,
jika coba dicari penjelasannya, keterangan yang lebih mendekati adalah bahwa
posisi GPS (kampong) Pondok Sempoer berada di dalam kebun raya yang sekarang.
Oleh karena disebut Sempoer, boleh jadi itu dimaksudkan pandok tersebut berada
di dekat air yang menyembur (sembur). Posisi GPS ini berada di kolam teratai di
sisi utara-timur sungai Tjiliwong di dalam kebun raya yang sekarang.
Berdasarkan lukisan dari Joch Rach tahun 1772 di belakang villa terdapat air
mancur yang lokasinya dipisahkan oleh sungai dan jembatan antara air mancur dan
villa. Namun dalam perkembanganya ketika Istana Buitenzorg dibangun di era
Gubernur Jenderal Daendels (1808-1911) perkampongan ini direlokasi ke kampong
(kelurahan) Sempur yang sekarang. Pada tahun 1860an sebagain wilayah kampong
Sempoer dan kampong Babakan diakusisi untuk perluasan area kebun raya
(diperluas ke sisi utara-timur sungai Tjiliwong hingga ke jalan raya yang
sekarang). Jika diperhatikan lukisan lainnya yang dibuat tahun 1772 (lihat di
atas), pemandangan lembah Sempoer berada searah ke utara dengan belakang villa.
Di kejauahan di seberang sungai Tjiliwong diidentifikasi air mancur tersebut
dalam lukisan. Pada latar belakang dilukisakan area ketinggian (perbukitan)
yang diduga kampong Babakan.
Lantas mengapa
ada air menyembur (sempur) di lembah di dekat sungai Tjiliwong? Lalu mengapa tidak ada lagi pada masa ini? Ahli
geologi dengan mudah menjelaskannya. Fenomena tersebut adalah air artesis.
Munculnya air artesis di lembah (di dalam kebun raya) diduga karena aliran air
bawah tanah dari (kampong) Babakan (sungai Tjidangiang) yang menuju ke tempat
yangh lebih rendah di lembah mendapat tekanan dari air tanah yang berasal dari
sungai Tjiliwong. Mengapa menghilang air artesis tersebut? Kembali lagi ke asal-usulnya:
aliran air tanah mengecill dan juga tekanan yang timbul juga mengecil (hanya
tinggal air tanah di kolam teratai tersebut.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Nama
Kampong Lebak Kantin: Wiite Paal (Tugu Air Mancur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar