*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Tengah di blog ini Klik Disini
Pada masa ini Kabupaten Murung Raya (provinsi Kalimantan Tengah) termasuk salah satu kabupaten di pedalaman jantung pulau Kalimantan. Kekhususan kabupaten Murung Raya karena sumber air terjauh dari tiga sungai besar di pulau Borneo (Kapuas, Barito dan Mahakam). Di wilayah jantung ini sejak jaman kuno telah berdiam penduduk asli Borneo yang terbilang masih relatif murni (bahkan ini hari).
Lantas apa pentingnya sejarah kabupaten Murung Raya? Itu tadi, wilayah ini di jaman kuno tempat dimana berada penduduk asli, seperti halnya penduduk asli Borneo di kabupaten Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) dan di kabupaten Mahakam Ulu (Kalimantan Timur). Lalu bagaimana sejarah kabupaten Murung Raya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Dayak Ot Danum, Siang Murung dan Orang Ot
Dengan memperhatikan peta satelit, kabupaten Murung Raya tidak hanya bisa diakses melalui sungai Barito dari Banjarmasing (ibu kota provinsi Kalimantan Selatan) tetapi juga bisa diakses melalui jalan darat dari Samarinda di muara sungai Mahakam (ibu kota provinsi Kalimantan Timur). Akan tetapi kabupaten Murung Raya yang masuk wilayah provinsi Kalimantan Tengah tidak bisa diakses dari Palangkaraya (ibu kota provinsi). Apakah karena itu penduduk menyebut nama kabupaten mereka sebagai Murung Raya, murung melihat Palangka Raya? Tentu saja tidak. Nama Murung sudah ada sejak jaan kuno, jauh sebelum Palangkaraya didirikan tahun 1957. Sekarang orang di kabupaten Murung Raya tidak perlu murung lagi: Lihatlah ibu kota Republik Indonesia (Jakarta Baru).
Pada awal Republik Indonesia jalur darat dirintis untuk menghubungkan empat kota ibu kota provinsi di pulau Kalimantan: Samarinda, Banjarmasin, Palangkaraya dan Pontianak. Namun jalan Trans-Kalimantan ini dibangun seakan menjadi simpul kota-kota yang dekat pantai. Jauh di masa lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda sudah terbentuk jalur darat dari Samarinda hingga ke Muara Teweh. Jalur darat ini terbentuk tidak sengaja. Awalnya adalah jalur militer dari Koetai-Samarinda hingga ke Moeara Teweh untuk menjepit pengikut Pangeran Antasari yang bergerak (bergeser dari Bandjarmasin) ke pedalaman Borneo dalam Perang Banjar (1859-1864). Dari Muara Teweh pada masa kini jalur darat diperluas hingga ke Puruk Cahu (ibu kota kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah). Jalan darat inilah kelak yang menjadi terangkat sebagai jalur trans-Kalimantan yang baru menuju ibu kota Republik Indonesia (Jakarta Baru).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Dari Doesoenlanden Hingga Murung Raya
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar