*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Siapa sesungguhnya menginisiasi pendidikan modern di Bali? Jelas bukan Asisten Residen yang berkedudukan di Boeleleng. Orang tersebut adalah Dr. Herman Neubronner van der Tuuk, ahli bahasa-bahasa Nusantara yang bergelar doktor (Ph.D). Darimana Dr. Herman Neubronner van der Tuuk mempelajari pentingnya pendidikan bagi pribumi? Bukan dari Malaka, tetapi dari Tapanoeli. Dr. Herman Neubronner van der Tuuk adalah penyusun kamus dan tata bahasa Batak. Siapa gurunya di Tapanoeli? Guru Dr. Herman Neubronner van der Tuuk berada di Afdeeling Mandailing en Angkola, namanya AP Godon (Asisten Residen Mandailing en Angkola).
Siapa sesungguhnya menginisiasi pendidikan modern di Bali? Jelas bukan Asisten Residen yang berkedudukan di Boeleleng. Orang tersebut adalah Dr. Herman Neubronner van der Tuuk, ahli bahasa-bahasa Nusantara yang bergelar doktor (Ph.D). Darimana Dr. Herman Neubronner van der Tuuk mempelajari pentingnya pendidikan bagi pribumi? Bukan dari Malaka, tetapi dari Tapanoeli. Dr. Herman Neubronner van der Tuuk adalah penyusun kamus dan tata bahasa Batak. Siapa gurunya di Tapanoeli? Guru Dr. Herman Neubronner van der Tuuk berada di Afdeeling Mandailing en Angkola, namanya AP Godon (Asisten Residen Mandailing en Angkola).
HN van der Tuuk dari Tapanoeli hingga Bali |
Dr. Herman Neubronner van der Tuuk memulai karir
di Hindia Belanda di Tanah Batak (Residentie Tapanoeli) dan tiba setelah
setahun AP Godon menempati posisi Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en
Angkola yang berkedudukan di Panjaboengan. Seperti duet Eropa pertama (Jung
Huhn dan TJ Willer), duet AP Godon dan van der Tuuk juga serasi (saling
mengisi). Sukses dari Tapanoeli membuat Dr. Herman Neubronner van der Tuuk
mendapat proyek bahasa dari pemerintah di Residentie Lampoeng yang kemudian membawanya
secara alamiah ke Bali (Boeleleng). Untuk mengenal lebih jauh dan menambah
pengetahuan siapa sejatinya Herman Neubronner van der Tuuk serta meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung
(pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Herman Neubronner van der Tuuk dan Bali
Herman Neubronner van der Tuuk pada tahun 1870 diketahui
telari berada di Bali (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 22-08-1870).
Disebutkan van der Tuuk saat
ini tinggal di Boelèlèng di pulau Bali sedang berlangsung mempelajari bahasa
Bali.
Herman
Neubronner van der Tuuk datang ke Bali belum sehat betul setelah sembuh di
Buitenzorg dari sakitnya sepulang dari Lampong (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 06-12-1870). Disebutkan meski
belum sepenuhnya berenergi, van der Tuuk berangkat ke Soerabaja, dari sana
melanjutkan perjalanan ke Bali. Menurut kabar terakhirnya, dia masih tidak
yakin dimana harus menetap di Bali. Dari beberapa rekomendasi yang diterimanya
mengarahkan ke Boelèlèng karena beberapa misionaris dan pejabat Eropa tinggal
disana; tetapi iklim disana tidak sehat baginya, dan bahasa [Bali] yang
diucapkan digambarkan tidak sepenuhnya murni [di Boeleleng]. Ada yang merekomendasikan
ke Gitgit. Dari semua rekomendasi itu dia pikir dia akan menemukan bahasa yang
paling murni di Badong, tetapi disana dia akan hidup sepenuhnya terpencil dan
tanpa terhubung dengan dunia di sekitarnya seperti perahu-perahu dagang Cina yang
dapat digunakan sesekali untuk pengiriman. Sebelum memutuskan pilihannya dan
mengangkut barang-barangnya, ia berniat untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan
disana. Hasil penyelidikan ini kabar
yang dikirimkannya menunjukkan bahwa Mr. van de Tuuk akhirnya memutuskan untuk
memantapkan dirinya di Boelèlèng. Dalam kabar berikutnya van der Tuuk
mengatakan: ‘Studi saya berjalan cukup baik, meskipun kesulitan tinggal di
penginapan dan bepergian sepanjang waktu, karena saya mengumpulkan materi dimana-mana.
Salah satu cita-cita saya adalah menyelesaikan bahasa Bali, sehingga orang-orang
dapat mempelajari bahasa Bali dengan lebih mudah. Saya telah mengalami bahwa
tidak perlu waktu lama untuk menguasai suatu bahasa jika seseorang sudah
terbiasa dengan salah satu bahasa-bahasa pribumi. Sekarang saya sudah mengerti
bahasa Bali tinggi untuk sebagian besar, karena ada persamaan dengan bahasa
Jawa dalam bentuk yang lebih lengkap. Bahasa Bali rendah sepenuhnya berbeda
dari bahasa Jawa termasuk bahasa Sunda. Pengetahuan
b bahasa Melayu Batavia saya banyak membantu saya disini, karena Melayu Batavia
pada dasarnya adalah bahasa Bali rendah. Anda tahu bahwa Oost Indische Kompagnie
banyak menggunakan budak, tentara dan pembantu rumah tangga dari Bali. Orang
Bali adalah yang menjadi populasi pertama di [stad] Batavia yang baru didirikan’.
Tidak diketahui kapan tepatnya Herman Neubronner
van der Tuuk mulai tinggal di Boeleleng. Herman Neubronner van der Tuuk diduga
kuat sekitar awal tahun 1870. Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 06-12-1870 menyebut tugas van der Tuuk dengan
Pemerintah Hindia Belanda di Lampong berakhir tanggal 1 Juli 1869 dan sepulang
dari Lampong karena kerja panjang dan melelahkan di distrik Lampong telah membawanya
pada penyakit serius, tetapi setelah menghabiskan beberapa bulan memulihkan
kesehatan di Buitenzorg, van der Tuuk mulai memikirkan pemukimannya di Bali
sebagai wujud pembicaraannya yang terbaru dengan organisasi yang dulu
menugaskannya ke Tapanoeli.
Alkitab telah diterjemahkan ke bahasa Melayu dan
bahasa Jawa. Dalam hubungan inilah organisasi gereja Afdeeling Amsterdam menugaskan
Matthes dan Herman Neubronner van der Tuuk ke Hindia Belanda. Matthes dikiirm
ke Makasser untuk mempelajari bahasa Buginesche dan Makassaarsche dan kemudian
menerjemahkan Alkitab, sementara Neubronner v. d. Tuuk, wakilnya, dikirim ke
Tanah Batak, Sumatra dan kini telah tiba di Soerabaja (lihat Algemeen
Handelsblad, 19-12-1849). Inilah awal kerja profesional Herman Neubronner van
der Tuuk (bidang bahasa) di Hindia Belanda.
Di Tapanoeli Residentie Tapanoeli yang dibentuk
tahun 1845 dengan ibu kota di Sibolga (Residen pertama Alexander van der Hart),
setahun sebelum tugas Jung Huhn berakhir. Pada tahun 1846 tugas kolega Jung
Huhn, Asisten Residen Afdeeling Mandailing en Ankola TJ Willer berakhir. Dalam laporan
Willer yang ditulis di Panjaboengan salah satu sarannya adalah perlunya sekolah
di Afdeeling Mandailing en Ankola. Tampaknya saran itu tidak dijalankan oleh
pengganti. Tampaknya para pemimpin lokal tidak senang. Dalam dua tahun ada tiga
Asisten Residen yang tidak betah (dan mengundurkan diri).. Hal itu tidak lazim,
akhirnya Controleur di Singkil, AP Godon dipromosikan menjadi Asisten Residen
Mandailing en Angkola pada tahun 1848. Dalam struktur pemerintahan di Tapanoeli
adalah Residen, Asisten Residen dan Controleur. Residen Alexander van der Hart
membawahi tiga Controleur di Natal, Baros dan Singkel, sedangkan Asisten
Residen Mandailing en Angkola membawahi dua controleur di Kotanopan
(Mandailing) dan di Padang Sidempoean (Angkola). Herman Neubronner van der Tuuk
memulai kerja di Baros, tetapi lebih banyak waktunya di pedalaman Tanah Batak.
Orang Eropa-Belanda di pedalaman Tanah Batak hanya terdapat di Padang Sidempoean,
Panjaboengan dan Kotanopan. Herman Neubronner van der Tuuk banyak berdiskusi
dengan Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon (sama-sama humanis dan
peduli pribumi). Controleur Angkola Hammer di Padang Sidemppoean yang memberi
surat rekomendasi ketika hendak ke Silindoeng dan Toba. Hammer adalah orang
Eropa pertama yang pernah melihat danau Toba. Surat rekomendasi itu ditujukan
kepada pemimpin-pemimpin lokal yang sudah dikenal Hammer di Silindoeng dan
Toba.
Di Boeleleng (Bali) Herman Neubronner van der
Tuuk selain intens mempelajari bahasa Bali, juga aktif menulis di berbagai
media. Nama Herman Neubronner van der Tuuk tetap menjadi pembicaraan di dunia
penerbitan gereja dan juga di dunia akademik yang mana tinjauan van der Tuuk
dalam bidang sastra Hindia cukup kritis. Tidak ada nama lain yang menandingi
kepiawaian van der Tuuk dalam menyusun kamus dan tata bahasa Hindia. Herman
Neubronner van der Tuuk bekerja sungguh-sungguh dan penuh dedikasi dalam
bidangnya. Tulisan tentang Lampong oleh van der Tuuk telah diterbitkan oleh Bataviaasch
Genootschap van kunsten en wetenschappen (lihat Bataviaasch handelsblad, 27-05-1871).
Tantangan terdekat van der Tuuk tampaknya ingin segera menyelesaikan kamus dan
tata bahasa Bali.
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 30-03-1872 |
Herman Neubronner van der Tuuk jelas tidak
kesepian di Bali. Siang hari bergaul dengan banyak penduduk Bali dan menganalis
apa yang ditemukan, malam hari di tempat tinggalnya membaca jurnal dan surat
kabar yang dikirim ke alamatnya dan menulis opini dan berbagai bentuk teks
dalam dunia akademik. Kesehariann van der Tuuk secara alamiah di Bali sudah
menjadi cara hidupnya sejak kali pertama van der Tuuk dikirim ke Tanah Batak. Herman
Neubronner van der Tuuk tahu apa yang dibutuhkannya dan juga mengetahui apa
yang dipikirkan penduduk dalam kehidupan sehari-hari. Dua pertemuan kebutuhan
ini menjadikan Herman Neubronner van der Tuuk hidup dan selalu bersemangat
dengan pekerjaannya. Seorang linguistik telah berperilaku bagai seorang
antropologis.
Introduksi Pendidikan di Boeleleng
Ilmuwan sejati tetaplah ilmuwan dimana pun ia
berada. Meski baru sedikit orang Eropa-Belanda di Bali (Boeleleng dan
Djembrana), Herman Neubronner van der Tuuk tidaklah terlalu kesepian. Siang
hari bekerja dan bergaul dengan penduduk dan malam hari bekerja untuk urusan
dunia yang lain (akademik). Jarak Boeleleng yang dekat dengan Soerabaja, kapan
saja Herman Neubronner van der Tuuk dapat ke Soerabaja. Namun ada dua peristiwa
penting di Soerabaja yang harus membuat Herman Neubronner van der Tuuk ke Soerabaja
dalam kaitan keluarga, yakni sehubungan dengan promosi adiknya GJ van der Tuuk
(kenaikan jabatan). Ada surat kabar yang menyebut van der Tuuk yang
dipromosikan Asisten Residen tersebut adalah van der Tuuk yang di Bali.
Ternyata ada juga peneliti Belanda yang mengutip ini (tidak check en rechek).
Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-01-1871 memberitakan sehubungan dengan
Asisten Residen Modjokerto meletakkan posisinya. Mr Van der Tuuk disebut sebagai
pengganti. Karir GJ van der Tuuk terus meroket. Setahun kemudian, GJ van der
Tuuk dicalonkan untuk menjadi Residen Kediri (lihat Bataviaasch handelsblad, 25-05-1872).
Namun GJ kalah bersaing dengan kandidat lain. GJ van der Tuuk baru mendapat
posisi Residen pada tahun 1973 (lihat Bataviaasch handelsblad, 12-03-1873).
Disebutkan GJ van der Tuuk diangkat menjadi Residen Bagelen yang kini sedang
menjabat sebagai Asisten Residen di Modjokerto. Dalam perpisahan dengan GJ van
der Tuuk ini di Modjokerto sangat meriah dengan memberi makan penduduk yang
biayanya senilai f1.200.
Kedatangan Herman Neubronner van der Tuuk ke
Soerabaja pada tahun 1873 tidak hanya sekadar untuk mengikuti pesta perpisahan
adiknya GJ van der Tuuk dengan penduduk Modjokerto sehubungan dengan
pengangkatan menjadi Residen Bagelen, juga Herman Neubronner van der Tuuk akan
berangkat ke Batavia sehubungan dengan pengangkatannya sebagai pejabat di
departemen pendidikan (lihat Bataviaasch handelsblad, 23-04-1873). Disebutkan
Dr. HN van der Tuuk diangkat sebagai pejabat untuk studi
bahasa-bahasa di Hindia dengan ketentuan bahwa ia (Herman Neubronner van der
Tuuk) secara langsung berada di bawah direktur van onderwijs, eeredienst en
nijverheid.
Jabatan
Herman Neubronner van der Tuuk tidaklah seperti jabatan adiknya GJ van der Tuuk
yang harus memimpin suatu korps pegawai. Jabatan Herman Neubronner van der Tuuk
lebih pada jabatan fungsional (setingkat tenaga ahli) yang membidangi bidang
tertentu (khusus). Oleh karena itu, Herman Neubronner van der Tuuk tidak harus
berkantor di Batavia tetapi Herman Neubronner van der Tuuk tetap berada di (afdeeling)
Boeleleng (Residentie Banjoewangi). Oleh karena ibu kota Afdeeling Boeleleng
telah dipindahkan ke Singaradja, maka Herman Neubronner van der Tuuk harus
pindah ke Singaradja.
Sehubungan dengan pengangkatan Herman Neubronner
van der Tuuk sebagai pejabat pemerintah (pusat) dan berkantor di Singaradja,
maka Herman Neubronner van der Tuuk tidak hanya tetap bergaul dengan penduduk (studi
bahasa) tetapi juga harus berbagi dengan waktu dengan pejabat-pejabat
pemerintah (lokal) di Singaradja. Pada saat inilah Herman Neubronner van der
Tuuk mulai memikirkan pendidikan untuk anak usia sekolah di Bali khususnya di
(afdeeling) Boeleleng.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar