*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini
Setelah
mempelajari Sejarah Aceh, kini giliran Sejarah Banten dipelajari. Pada masa
lampau terutama pada era Portugis nama Atjeh dan nama Banten begitu penting
seperti halnya Malaka. Pada era ini di ufuk timur nama-nama Ternate, Tidore,
Amboina dan Banda sangat bersinar sebagai sentra utama rempah-rempah. Nama
Banten mulai meredup pada paruh kedua abad pertama era VOC, Meski demikian,
sejarah Banten tetap berlangsung, bahkan hingga ini hari. Keseluruhan era yang
akan dipelajari Sejarah Banten.
Serial artikel Sejarah Banten adalah bagian
tidak terpisahkan Sejarah Menjadi Indonesia. Nama besar Banten tercatat dalam
tinta emas dalam narasi sejarah dunia. Oleh karena itu, seperti Sejarah Atjeh,
dalam hal ini Sejarah Banten akan ditinjau dari berbagai aspek dari semua era:
era Hindoe, era Islam, era Eropa, dan era Idonesia sendiri. Dalam blog ini selain
serial artikel Sejarah Aceh, juga telah disajikan serial artikel Sejarah
Jakarta, Sejarah Depok Sejarah Tangerang Sejarah Bekasi Sejarah Bogor, Sejarah
Sukabumi dan Sejarah Bandung. Dalam blog ini juga sudah disajikan sejarah
Semarang (Jawa Tengah), Sejarah Yogyakarta dan Sejarah Surabaya (Jawa Timur),
Sejarah Bali, Sejarah Lombok, Sejarah Ambon (Maluku bagian selatan), Sejarah
Makassar (Sulawesi bagian selatan) dan Sejarah Manado (Sulawesi bagian selatan).
Tentu saja sejarah di wilayah-wilayah pulau Kalimantan dan pulau Sumatra plus
Semenanjung Malaya. Sebelum mengakhiri serial sejarah wilayah sebelum
mengerucut pada Serial Artikel Sejarah Menjadi Indonesia, setelah serial
artikel Sejarah Banten ini akan ditinjau Sejarah Timor, Sejarah Ternate dan
Sejarah Papua plus Sejarah Australia.
Lantas
mengapa serial artikel Sejarah Banten dibuat? Tentu saja bukan semata-mata karena nama besar
Banten tetapi karena dimaksudkan untuk menyusun Sejarah Menjadi Indonesia. Lalu
mengapa harus ditulis kembali padahal sejarah Banten sudah ditulis? Hanya semata-mata untuk memperkaya pemahaman.
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data. Itu
berarti sejauh ditemukan data baru, penulisan narasi sejarah tidak pernah
berhenti. Seperti
kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan,
maka dalam serial Sejarah Banten ini kita mulai dengan artikel pertama tentang
asal-usul Banten. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan
gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya
sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi,
sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti
surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*.
Nama Banten: Era Portugis
Banyak
sumber pada era Portugis, dua yang terkenal adalah tulisan-tulisan Tome Pires
dan Mendes Pinto. Tome Pires (1468-1540) masih merekam ketika Radja
Pakwan-Padjadjaran meminta bantuan Portugis di Malaka atas ancaman Chirebon dan
Bantam (Islam) dimana akhirnya (kerajaan) Pakwan-Padjadjaran (Hindoe) jatuh.
Tamatnya (kerajaan) Pakwan-Padjadjaran ini, Chirebon dan Bantam berkembang
pesat. Pelabuhan Zunda, yang diduga sebagai pelabuhan utama Pakwan-Padjadjaran
juga mulai tumbuh. Mendes Pinto (1509-1583) menulis eksistensi awal (kerajaan)
Zunda.
Mendes Pinto tiba di Malaka tahun 1539. Mendes
Pinto mendapat tugas pertama dari Kaptein Portugis di Malaka untuk berkunjung
ke Kerajaan Aroe, Batak Kingdom di seberang selat di daerah aliran sungai
Baroemoen (kini Padang Lawas, Tapanuli Selatan). Kerajaan Aroe tengah
berselisih dengan Kerajaan Atjeh. Dalam kunjungannya yang kedua ke Malaka, Mendes
Pinto memiliki kesempatan berlayar ke Jawa. Disebutkannya, Raja Demaa (Demak), kaisar
dari semua Pulau Iaoa (Jawa), Angenia, Bala, Madura, dan pulau lainnya. Radja
Demak menempatkan seorang duta besar di (kerajaan) Zunda. Juga disebutkan bahwa
Radja Demak sedang melakukan persiapan di kota Iapara (Jepara) untuk menyerang
(kerajaan) Passaruan (Pasuruan). Disebutkan Zunda adalah kota dari Banta (Bantam), untuk
mendukung Radja Demak kedutaan diserahkan kepada Raja Zunda, lalu duta besar
ini membawa tujuh ribu prajurit, selain mariners (pelaut) dan pendayung (budak)
yang diantaranya terdapat empat puluh Portugis. Seperti yang kita lihat nanti,
pada awal era VOC, di wilayah Pasuruan ini terdapat komunitas Portugis. Setelah
itu, Mendes Pinti kembali ke Zunda dan seterusnya kembali ke kapalnya di palabuhan
Bantam (karena hendak berlayar ke Cina). Setelah dari Cina (1547) Mendes Pinto
kembali ke Jawa dan singgah di pulau Condor (wilayah) Camboya (Kamboja) dan pulau
Lingua (Lingga, Riau). Dalam pelayaran mereka diserang angin badai dan
terdampar di pantai dimana terdapat beberapa kampong yang wilayah ini banyak
gajah dan harimau. Penduduk setempat menjual mereka sebagai budak kepada Radja
Calapa. Lalu Radja Calapa yang membeli membebaskannya dan mengirimkannya ke
Radaja Zunda. Radja Calapa dalam hal ini adalah Radja di Pulau Kalapa. Mendes
pinto dan orang yang tersisa bertemu (kembali) orang Portugis.
Mendes
Pinto sedikit banyak telah menginformasikan keberadaan Zunda dan Calapa serta
(pelabuhan) Bantam. Dalam keterangan Mendes Pinto ini, paling tidak hingga
tahun 1547 Zunda adalah kota dari Bantam tetapi berada di bawah (kerajaan)
Demak.
Soal nama Banten tidak perlu dilacak lebih
lanjut. Yang jelas bahwa nama Banten sudah ditulis (tercetak) yang dapat
diverifikasi pada tahun 1547. Pada masa ini ada sejarawan yang membuat versi
baru asal nama Banten. Disebutnya bahwa ‘Banten berasal dari kata ‘‘bantahan’’,
dikarenakan masyarakat tidak mau tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan oleh
Belanda’. Jelas ini keliru, karena nama Banten sendiri sudah eksis sejak era
Portugis (jauh sebelu kehadiran orang Belanda). Intinya adalah bahwa jika tidak
bisa ditemukan jawaban, janganlah dicari-cari (diada-adakan). Argumentasi
seharusnya yang relevan saja.
Kota
pelabuhan Banten diduga kuat berada di sisi barat muara sungai (seperti halnya
kota Sunda Kelapa di sisi barat muara sungai Tjiliwong). Sungai tersebut adalah
sungai Cibanten yang sekarang. Hal ini didasarkan pada sketsa yang dibuat oleh Cornelis
Claesz (1596). Di arah hulu sungai ini disodet ke arah barat dan ke arah timur
untuk membangun kanal yang berfungsi untuk drainase (mengurangi banjir di
tengah kota) yang juga dua kanal sayap ini dijadikan sebagai barier kraton.
Kota pelabuhan Banten ini pada masa kini masuk
wilayah desa Banten, kecamatan Kasemen, Kota Serang (14 Km dari pusat Kota Serang).
Sungai Cibanten ini ke arah hulu melewati Kota Serang yang sekarang. Adanya
tsunami pada tahun 1883 (meletusnya gunung Krakatau) diduga kuat situasi dan
kondisi topografi kota Banten sedikit berubah. Arus sungai utama Cibanten di
hilir bergeser mengikuti kanal timur, sedangkan di arah hulu mengikuti kanal
barat.
Siapa
yang pertama tinggal di kampong Banten ini (sebelum menjadi kerajaan), tentu
saja bukan orang Sunda. Yang tinggal adalah para pendatang (dari arah lautan) yang
membuat pemukiman sebagai ‘hub’ perdagangan untuk bertransaski (perdagangan) dengan
penduduk asli (orang Sunda) di pedalaman. Perkampongan orang Sunda, paling
dekat dengan pemukiman di muara sungai, diduga kuat paling dekat berada di Kota
Serang yang sekarang. Penduduk asli (Sunda) pada saat itu bukanlah pelaut,
tetapi petani atau pengumpul hasil-hasil hutan.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Era Belanda (VOC): Kesultanan
Banten
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar