Kamis, 09 Oktober 2025

Sejarah Belanda di Indonesia (4): Prof Dr PJ Zoetmulder SJ, Orang Belanda di Indonesia; Orang Indonesia Jadi Warga Negara Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Balanda di Indonesia di blog ini Klik Disini

Petrus Josephus Zoetmulder (1906-1995), atau yang akrab dipanggil Romo Zoetmulder, adalah seorang pakar sastra Jawa Kuno, budayawan, dan imam Katolik asal Belanda yang mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari dan melestarikan budaya Jawa. Karyanya yang paling terkenal adalah kajian sastra Jawa Kuno berjudul Kalangwan dan Kamus Jawa Kuna–Indonesia. Romo Zoetmulder meninggal pada 8 Juli 1995 di Yogyakarta dan dimakamkan di pemakaman gereja Muntilan, Magelang.


Prof.  Dr. Petrus Josephus Zoetmulder, S.J. (29 Januari 1906 – 8 Juli 1995) adalah seorang pakar Sastra Jawa dan budayawan Indonesia. Ia terkenal dengan disertasinya mengenai penelitian tentang sebuah aspek agama Kejawen yang dalam edisi Indonesianya berjudul Manunggaling Kawula Gusti. Selain itu nama Zoetmulder tidak dapat dilepaskan dari telaah sastra Jawa Kuno Kalangwan dan kamus Jawa Kunanya yang terbit dalam dua edisi, yaitu edisi Bahasa Inggris (1982) dan edisi Bahasa Indonesia (1995). Pendidikan: ELS, Nijmegen, Negeri Belanda (1918); Gymnasium Kanisius Kolese dan Gymnasium Rolduc, Negeri Belanda, (1925); Novisiat Serikat Yesus, Negeri Belanda (1925); Kolese Ignatius, Yogya (1928); Studi Jawa di Universitas Leiden, Negeri Belanda (1930); Universitas Leiden, Negeri Belanda (doktor, 1935); Studi teologi, Maastricht, Negeri Belanda (1939): Karier: Ditahbiskan menjadi Imam Katolik di Negeri Belanda (1938); Mengajar di Seminari Menengah, Yogya (1925); Administrator Apostolis, Jakarta (1925); Guru AMS, Yogya (1940); Diinternir Militer Jepang (1943-1945); Diinternir tentara Republik di Pundong (1946); Dosen Fakultas Sastra UGM (sejak 1951) kemudian guru besar. Presiden Joko Widodo atas nama negara memberikan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada dedikasi Zoetmulder, 2015 (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Prof PJ Zoetmoelder, orang Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas, Presiden Joko Widodo atas nama negara memberikan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada dedikasi Zoetmulder, 2015. Siapa saja orang Indonesia menjadi warga negara Belanda? Lalu bagaimana sejarah Prof PJ Zoetmoelder, orang Belanda di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah ahli sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Prof PJ Zoetmoelder, Orang Belanda di Indonesia; Orang Indonesia Jadi Warga Negara Belanda

Pada tahun 1925 sejumlah novisiat (calon anggota ordo religius yang sedang menjalani masa percobaan, sebelum mengucapkan kaul atau sumpah setia dan mengabdi secara penuh) dari Belanda dikirim ke Hindia. Diantara nama-nama novisiat adalah Zoetmoelder.


De Indische courant, 24-08-1925: ‘Para Pastor Jesuit ke Hindia Belanda. Den Haag, 22 Agustus (Aneta Radio). Sembilan Pastor Jesuit akan segera berangkat ke Hindia Belanda. Profesor Muller dan Pastor Cocx dari Roma akan melanjutkan pendidikan ke sekolah tinggi filsafat di Jogjakarta. Para skolastik, Pastor Van Offeren dan Ruygrok, akan mendidik kaum muda Jawa. Pastor Snijders dan Teppema, serta para novis (novicen) Dirks, Schoonhof, dan Zoetmoelder akan melanjutkan pendidikan ke novisiat (noviciaat) di Jogjakarta.

Zoetmoelder berangkat ke Hindia dengan menumpang kapal ss Slamet yang berangkat dari Rotterdam tanggal 19 September 1925 dengan tujuan akhir Ned. Indie (lihat De Telegraaf, 20-09-1925). Dalam manifes kapal terdapat nama P Zoetmoelder, G Schoonhof, F Dirks, C Ruygrok dan H v. d. Offeren. Kapal ss Slamet akan tiba di Belawan pada tanggal 18 Oktober (lihat Deli courant, 15-10-1925) dan pada tanggal 23 Oktober di Tandjoeng Priok (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-10-1925). Sementara itu sudah lebih dahulu Pastor Cocxdan Prof Muller berangkat ke Hindia dengan menumpang kapal ss Patria tanggal 22 Agustus dari Rotterdam dengan tujuan Ned Indie (lihat De avondpost, 24-08-1925).


Berita ini sudah diketahui di Hindia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-10-1925). Disebutkan mereka yang berangkat ke Hindia dua di antaranya ditujukan untuk sekolah tinggi filsafat yang baru didirikan di Jogjakarta: Pastor H Muilen, yang selama bertahun-tahun menjadi profesor di sekolah tinggi filsafat para pastor Jesuit di Oudenbosch, dan Pastor Th. Cocx, yang baru saja kembali dari Roma, tempat beliau mempersiapkan diri untuk jabatan profesor filsafat melalui studi khusus. Dua imam ditujukan untuk karya misionaris yang sesungguhnya, Pastor H van Offeren dan C. Ruijgrok; dua skolastik, Praters H Snijders dan C Teppema, ditujukan untuk mendidik kaum muda Jawa; dan tiga novis untuk novisiat Jawa di Jogjakarta: Frater F. Dirks, G. Schoonhoff, dan P. Zoetmulder. Foto: P Zoetmulder (1925)

Setelah di Hindia, P Zoetmulder kurang/tidak terinformasikan. Namun yang jelas sekolah Ignatius College (Noviciaat en Philosophie) di Djogjakarta P Strater sebagai wakil Rektor yang didukung dua professor yakni Th Cocx dan H Muller. Sementara itu para pastor ditempatkan di berbagai tempat dimana Profesor Muller dan Pastor Cocx serta Van Offeren di Djogjakarta (lihat De Indische courant, 21-12-1925).


Pius-almanak; jaarboek van katholiek Nederland, jrg 52, 1926: ‘Djokjakarta. Meliputi wilayah residensi Djokjakarta dan bekas residensi Bagelen (kecuali bekas cabang pembantu Ledok, distrik Kedoe, serta cabang Tjilatap (distrik Banjoemas). Ij Sehlatmaiin, Pastor. H van Driessche, Misionaris Apostolik. J Engbers, Pastor Pembantu. J van Baal, Pastor Pembantu. H Bijsterveld, Pastor Pembantu. Sekolah saudari di bawah arahan Suster-suster Fransiskan (Heijthuisen) untuk asrama dan mahasiswa. Sekolah Katolik Putra yang dikelola oleh Pastor. Sekolah Pribumi Belanda untuk orang Jawa, di bawah arahan para Bruder Terhormat Bunda Maria dari Dikandung Tanpa Noda/ Broeders van O. L. Vr. Onb. Ontv (Maastricht). Serikat Sosial Katolik, cabang (Kath. Soc. Bond, afd. Djokja) Yogyakarta: JCA de Kok, Ketua A Malthee, Sekretaris A Fischer, Geest. Adv. Kolese Ignatius (Noviciate dan Filsafat) (Geest. Adv. Ignatius College (Noviciaat en Philosophie). P Strater, Wakil Rektor. Th Coox, Profesor. H Muller, Profesor.

Seperti disebut di atas, tiga novis (novicen) Dirks, Schoonhof dan Zoetmoelder saat masih di Belanda akan melanjutkan pendidikan ke novisiat (noviciaat) di Jogjakarta. Mereka akan melanjutkan pendidikannya di sekolah yang baru didirikan Jogjakarta (Ignatius College) dimana dua guru besar yang mengajar adalah Profesor Th Cocx dan Profesor H Muller.


Marga Zoetmoelder di Hindia sudah banyak. Ada yang berprofesi sebagai notaris dan juga guru. Marga Zoetmoelder paling tidak telah terinformasikan di Belanda tahun 1798. Pada tahun 1825 T Zoetmulder dan AC Angering di Schiedam tanggal 7 Juni 1825 (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 09-06-1825). Nama-nama Zoetmulder kerap muncul di Schiedam. Bahkan ada juga sebagai pastor (Th J Zoetmulder). Misionaris Zoetmulder juga ada di Afrika dan Brazilia. Ini mengindikasikan marga Zoetmulder berasal dari Schiedam. Marga Zoetmulder (HC) juga di Hindia sudah ada yang terafiliasi dengan parati Katolik Indonesia=IKP (lihat De Indische courant, 26-05-1931). Dimana P Zoetmulder lahir?

Setelah cukup lama, nama P Zoetmulder terinformasikan di Belanda. P Zoetmulder telah melanjutkan studi di Leiden. Lantas kapan P Zoetmulder berangkat ke Belanda? Yang jelas pada akhir tahun 1932 terinformasikan PJ Zoetmulder lulus ujian kandidat di Leiden (lihat Haagsche courant, 17-12-1932). Disebutkan di Leiden (Rijksuniversiteit) yang lulus ujian kandidat dalam bidang Indonesische taal en letteren, PJ Zoetmulder. Ini mengindikasikan bahwa PJ Zoetmulder telah kembali ke Belanda paling tidak tahun 1931 (setahun sebelum mengikuti ujian kandidat di perguruan tinggi). Dalam berita ini juga disebutkan di Nederlandsche Handelshoogeschool di Rotterdam lulus ujian kandidat Tan Swan Bing. Di kampus Nederlandsche Handelshoogeschool di Rotterdam pada tahun 1930 Mohamad Hatta lulus ujian akhir dengan mendapat gelar sarjana ekonomi (Drs).


Di Belanda terinformasikan nama Pastor PJ Zoetmulder (lihat Provinciale Noordbrabantsche en 's Hertogenbossche courant, 01-06-1932). Disebutkan pada yubileum perak pada tanggal 29 Juni di Boxtel dimana hadir Pastor PJ Zoetmulder dan Dr BMJ Zuurei, yang pertama lahir di Schiedam, yang kedua di Oosterhout. Lalu apa hubungan P Zoetmulder yang kuliah di Leiden dengan Pastor PJ Zoetmulder kelahiran Schiedam?

Mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda banyak yang memilih studi bahasa dan sastra. Yang pertama adalah Hoesein Djajadiningrat yang lulus ujian akhir pada tahun 1910 dan kemudian meraih gelar doctor (PhD) tahu 1913. Namum mahasiswa Indonesia hampir tidak pernah terinformasikan memilih sastra dan bahasa Indonesia (juga bahasa Melayu). Lantas mengapa PJ Zoetmulder memilih studi sastra dan bahasa Indonesia?


Studi sastra dan bahasa Melayu pada tahun 1896 AA Fokker berhasil meraih gelar doctor (PhD) dengan topik Fonetik bahasa Melayu. Nama lain yang meraih gelar doctor (PhD) adalah CHooykaas dengan judul desertasi Maleische Literatuur.

Pada tahun 1933 PJ Zoetmulder berhasil lulus ujian sarjana di Leiden (lihat Haagsche courant, 07-12-1933). Disebutkan di Universitas Leiden ujian doktoral dalam sastra Indonesia, PJ Zoetmulder, dengan predikat cum laude. Ini mengindikasikan bahwa PJ Zoetmulder tidak hanya menguasai sastra dan bahasa Indonesia juga meraih gelar sarjana dengan pujian (cum laude). Lalu apakah PJ Zoetmulder akan segera kembali ke Hindia?


Pada tahun 1933 sejumlah mahasiswa Indonesia berhasil lulus sarjana. Satu diantaranya yang lulus ujian tahun 1933 ini adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia yang berhasil meraih gelar doktor (PhD) dalam bidang sastra dan filsafat (letteren en wijsbegeerte) di Leiden (Rijksuniversiteit) dengan judul desertasi ‘Het primitive denken in de modern wetenschap’ (lihat Nieuwsblad van het Noorden, 09-12-1933). Disebutkan Soetan Goenoeng Moelia lahir di Padang Sidempoean. Pada tahun sebelumnya (1932) satu-satunya mahasiswa Indonesia di Belanda, Ida Loemongga Nasoetion berhasil meraih gelar doktor (PhD) dalam bidang kedokteran di Amsterdam. Ida Loemongga Nasoetion adalah putri dari Dr Haroen Al Rasjid kelahiran Padang Sidempoean.

Tampaknya PJ Zoetmulder tidak langsung kembali ke Hindia, tetapi melanjutkan studinya ke tingkat doktor (PhD). Pada tahun 1935 PJ Zoetmulder berhasil meraih gelar doktor (PhD) dalam letteren en wijsbegeerte (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-10-1935). Disebutkan di Leiden lulus ujian doktor (PhD) dalam bidang letteren en wijsbegeerte dengan judul desertasi "Pantheïsme en monisme in de Javaansche Soeloek-litteratuur", PJ Zoetmulder. Disertasi PJ Zoetmulder yang dipresentasikan pada tanggal 30 Oktober 1935 terbilang tebal (430 halaman). Dalam disertasi ini disebut PJ Zoetmulder lahir di Utrecht.


Kisi-kisi desertasi PJ Zoetmulder berjudul "Pantheïsme en monisme in de Javaansche Soeloek-litteratuur" adalah sebagai berikut: I. Kajian lebih lanjut dan akses terhadap literatur mistik Islam dari Hindia Belanda bertujuan untuk lebih lengkap. Pengetahuan tentang sastra soeluk Jawa sangat dibutuhkan. II. Dalam pertanyaan tentang hubungan dosa dengan iman Islam ortodoks lebih dekat dengan ajaran Katolik dibandingkan dengan orang Charigi. III. Filsafat Thomistik, terutama melalui ajarannya tentang creatio, dasar yang baik tidak hanya untuk belajar, tetapi juga untuk pengembangan lebih lanjut filsafat Vedanta. Oleh karena itu, dapatkan studi P. Johanns lebih dikenal luas. IV. Karena terjemahan yang salah, Brandes (T.B.G. 41 hal. 22) sampai pada salah mengapresiasi persamaan Arjunawiwaha XVIII 3. Tiruan kasar dari prototipe pra-India tidak ada pertanyaan. V. Rangga Lawé I 6 merupakan varia lectio nayarthadewa yang diutamakan. Mungkin bisa diartikan sebagai gubahan Jawa. VI. Arti bunga lilac Jawa baru dapat disimpulkan sebelumnya dari bahasa Sansekerta lila kemudian dari bahasa Arab. VII. Sipta Jawa Baru tidak berkaitan dengan Tjipta. VIII. Dipilihnya nama Serat Tjentini sebagai judul yang terkenal pekerjaan ini tidak “sangat aneh”. IX. Kisah kanjil, caiman dan bantèng dan itu kanjil dan siput (diterbitkan oleh Palmer van den Broek hal. 86 hal. dan hal. 42 ss.) pada awalnya tidak termasuk dalam siklus Kantjil. X. Sejumlah i-form Jawa Baru, terutama yang berganda atau batang yang digandakan, mempunyai makna sebab akibat, tanpa itu ini muncul melalui bentuk aké. XI. Dalam bahasa Jawa modern ada kecenderungan ke arah itu interpretasi substantif dari bentuk yang dinasalisasikan dan bentuk oem. XII. Mengingat keadaan pengetahuan orang Jawa Kuna saat ini sangat disarankan untuk tidak menerbitkan terjemahan kecuali dibenarkan oleh catatan.

Orang Indonesia yang berhasil meraih gelar doktor (PhD) hingga tahun 1935 sudah sangat banyak. Dari data yang berhasil dikumpulkan, paling tidak hingga tahun 1935, sekurang-kurangnya terdapat 63 orang Indonesia yang telah bergelar doktor (PhD).


Hingga tahun 1936 tampaknya PJ Zoetmulder masih berada di Belanda. Ini terlihat dari suatu artikelnya tentang aksi misi pada masa ini yang dimuat dalam Limburger koerier: provinciaal dagblad, 30-07-1936. Dalam paragraf terakhir dapat dibaca “Sekarang kita harus – pertama dan terutama – memberikan dukungan doa kita, yang menyerukan rahmat yang sangat diperlukan dalam pekerjaan Tuhan di sana: tindakan misioner dapat dijangkau oleh setiap orang dan oleh karena itu juga merupakan kewajiban setiap orang. Di sini, di Limburg, kami menganggapnya sebagai sebuah anugerah yang luar biasa jika agama Katolik kami masih tetap hidup. jadi marilah kita waspada. bahwa agama Katolik sejati tanpa semangat misioner tidak mungkin terjadi. Katolik! hal ini tidak pernah begitu diperlukan. Oleh karena itu: aksi misi sekarang! Dr P Zoetmulder SJ.

Apakah Dr P Zoetmulder akan tetap berada di Belanda? Tidak ada informasi dimana berada. Namun harus dibedakan nama Dr P Zoetmulder dengan nama Pastor Zoetmulder di Hindia (De koerier, 29-01-1935). Disebutkan Pastor J Zoetmulder CM telah ditunjuk sebagai penasihat rohani Gereja Katolik di Soerabaya. Sementara Dr P Zoetmulder biasanya ditulis dengan nama lengkap PJ Zoetmulder SJ (dengan inisial dibelakang nama SJ).


Pada tahun 1939 nama P Zoetmulder terinformasikan dengan suatu artikelnya yang dimuat dalam De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 01-02-1939. Judul artikel itu adalah “Wetenschap over Indië Cultuurhistorische onderzoekingen: Een hoogconjunctuur” (Ilmu pengetahuan tentang sejarah budaya Hindia: Sebuah ledakan). Dalam artikel ini tidak terlalu jelas apakah Dr P Zoetmulder ada indikasi sudah berada di Indonesia. Namun diduga masih di Belanda.

Pada bulan Mei 1940 terjadi pendudukan Jerman di Belanda. Suatu peristiwa yang sangat mengerikan bagi orang Belanda. Banyak orang Belanda yang mengungsi keluar Belanda melalui Belgia dan Prancis. Sebagian dari mereka yang kebetulan mendapatkan kapal menuju Indonesia (dimana terdapat komunitas orang Belanda) sebagai tujuan akhir pengungsian.


De Sumatra post, 01-07-1940: ‘Tiba di Priok: Sebanyak 28 pengungsi Belanda dari Belgia dan Prancis. Baru saja melewati Terusan Suez dengan kapal Jepang dari Marseille! Baru-baru ini, setelah perjalanan 31 hari, 28 pengungsi Belanda dari Belgia dan Prancis, pria, wanita, dan anak-anak, tiba di Tanjung Priok—kemungkinan besar merupakan kelompok terakhir dari negara-negara tersebut yang masih bisa melarikan diri ke Hindia Belanda. Menurut kapten kapal Jepang yang mereka tumpangi dari Marseille ke Singapura, inilah kapal terakhir yang diizinkan melewati Terusan Suez oleh Inggris. Di antara mereka terdapat beberapa pengungsi yang sedang cuti dari Hindia Belanda dan mantan tamu Hindia Belanda, seperti Bapak Fabrlcius, seorang pejabat di Kantor Reiswezen, beserta keluarganya, Bapak Zoetmulder, mantan notaris di Batavia, mantan administratur di Perkebunan Deli, beberapa pendeta Katolik Roma yang sedang cuti di Eropa Selatan, dan lainnya. Namun, ada juga orang Belanda di antara mereka yang tidak pernah membayangkan akan berakhir di negara ini dan yang memanfaatkan kesempatan ini begitu saja karena mereka kebetulan mendengarnya dan menyadari bahwa ini adalah kesempatan terakhir mereka, lapor "Javabode". Beberapa dari mereka diterima di sini atas nama komite pengungsi, yang—jika diperlukan—menyediakan tempat berlindung. Secara umum, para pengungsi tidak sepenuhnya kekurangan sumber daya; beberapa memiliki modal di luar negeri, yang, bagaimanapun, terblokir. Salah satu dari mereka, seorang dokter gigi, tiba di sini dengan beberapa ribu gulden dalam bentuk uang kertas Belanda, hanya untuk mengetahui bahwa uang tersebut mungkin (untuk saat ini) tidak berharga. Namun, beberapa lainnya menghabiskan uang terakhir mereka untuk pelayaran ke Hindia Belanda. Pemulangan berjalan sangat lancar. Baik petugas bea cukai maupun imigrasi sangat membantu. Sekretaris komite imigrasi di Batavia, Bapak Bodewitz, secara pribadi hadir di Tanjong Priok untuk memberikan bantuan pribadi jika diperlukan. Pelayaran ke Hindia Belanda merupakan cobaan berat bagi sebagian besar dari mereka, karena kapal barang Jepang itu sebenarnya hanya diperlengkapi untuk 12 penumpang saloon, tetapi akhirnya mengangkut 250! Beberapa pengungsi yang naik di Marseille baru menerima jaminan beberapa jam sebelum keberangkatan bahwa masih ada ruang untuk mereka. Ternyata kapal itu sebenarnya sudah hampir penuh terisi pengungsi. Namun, kantor penumpang di Marseille menduga bahwa banyak dari mereka tidak akan muncul atau akan datang terlambat, dan beberapa jam sebelum keberangkatan, mereka menyerahkan kursi kosong kepada yang lain. Kapal itu sebenarnya hanya memiliki dua kelas untuk penumpang lounge, tetapi juga menerima penumpang di kelas tiga (sebanding dengan kelas empat di kapal pos Belanda kita, tetapi desainnya jauh lebih primitif), yang ditampung di tempat tidur untuk 8 atau 10 orang sekaligus. Kita dapat dengan mudah membayangkan suhu dan atmosfer di sana ketika kapal memasuki zona panas. Sungguh melegakan ketika mereka dapat pindah ke salah satu kapal KPM yang layak di Singapura, juga dalam hal makanan. Sikap ramah tamah yang luar biasa di atas kapal KPM tak akan mudah dilupakan oleh para pengungsi. Salah satu pengungsi kebetulan bergabung konsul di Port Said. Karena makanan kelas tiga di atas kapal Jepang terdiri dari menu yang membuat beberapa makanan tambahan dengan selai ekstra, dll., diperlukan bagi Belanda. Selain itu, mereka melarikan diri hanya dengan pakaian musim dingin, sehingga beberapa pakaian yang lebih ringan dan berkualitas baik juga harus dibeli. Di Singapura, pihak Inggris juga sangat ramah tamah. Ketika istri salah satu pengungsi Belanda meminta maaf karena harus berbicara dengan seorang jurnalis Inggris dengan celana olahraga pendek karena mereka belum memiliki pakaian tipis, para wanita Inggris menunjukkan enam gaun kepadanya di malam hari. Kami juga mendengar detail yang mengejutkan dari seorang pengungsi dari Belgia tentang perjalanan, yang memakan waktu lima hari, dari Belgia ke Prancis selatan. Dalam perjalanan, mereka beberapa kali harus mencari perlindungan dari serangan udara oleh pesawat Jerman. Pada suatu titik, di tengah kemacetan lalu lintas yang panjang, para pengungsi ini dapat melanjutkan perjalanan dengan kecepatan yang cukup tinggi hanya karena mereka terjebak di tengah kereta amunisi. Namun, jika kereta yang terdiri dari ratusan truk ini terkena bom dari pesawat Jerman, bencana yang mengerikan pasti akan terjadi. Kami juga mendengar contoh-contoh luar biasa dari kerja pasukan terjun payung Jerman di Belgia. Sementara semua warga sipil dan banyak tentara serta polisi berada di tempat perlindungan mereka selama pemboman udara, pasukan terjun payung turun ke atap rumah-rumah. Dalam kebanyakan kasus, mereka kemudian dapat mencapai jalan tanpa diketahui’.

Tiga minggu kemudian terinformasikan bahwa diantara kapal-kapal pengungsi (akibat terjadinya penyerangan Jerman) terkena terjangan torpedo. Dalam konteks inilah kemudian terinformasikan bahwa Dr P Zoetmulder SJ, salah satu dari tiga pastor Belanda yang akan ke Indonesia pada Agustus/September. Disebutkan, akibat perang, mereka mencoba keluar Belanda secepat mungkin untuk bisa ke Indonesia. Namun kapal yang mereka tumpangi di tengah lautan terkena torpedo (sehingga kapal karam). Dua pastor temannya Dr P Zoetmulder SJ termasuk yang tenggelam. Kepastian itu diperoleh pada tanggal 30 Juni 1940.


De Sumatra post, 23-07-1940: ‘Para Yesuit Belanda tewas dalam bencana "Bernice". Ketika perang meletus pada 10 Mei, tiga Yesuit Belanda, Pastor H de Groot, A de Kort, dan P Zoetmulder ditakdirkan untuk berlayar ke Jawa pada bulan Agustus-September tahun ini, di Belgia. Didorong oleh kerasnya perang, mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk mencapai tujuan mereka: misi Jawa. Dari Belgia ke Prancis, semakin jauh ke selatan menuju Bordeaux, tempat mereka berlayar menuju Inggris setelah jatuhnya Prancis. Namun, sayang, dua dari mereka tidak mencapai pelabuhan yang aman. Pada tanggal 30 Juni, sebuah telegram dari Inggris diterima: "P de Groot dan P de Kort tenggelam". Majalah Church Weekly for Greater Batavia menyatakan bahwa dapat diasumsikan dengan yakin bahwa Pastor De Groot dan De Kort adalah orang-orang yang merayakan kematian mereka (mereka tewas dalam tenggelamnya kapal Belanda "Bernice"). Kapal ini adalah kapal pengungsi dari Bordeaux, yang ditorpedo pada malam hari. Pastor De Groot lahir di Bandoeng pada tanggal 14 April 1908, dan setelah persiapan yang panjang, baik di sini maupun di Eropa, akan memulai kehidupan misionaris yang menjanjikan. Pastor De Kort, penduduk asli Brabant Utara, lahir pada tanggal 16 April 1904, datang ke Hindia Belanda pada tahun 1926, di mana, setelah menyelesaikan studi filsafatnya, ia mengajar selama beberapa tahun di seminari di Djokjakarta. Pada tahun 1935, ia pergi ke Tiongkok (Shanghai-Zikawei) untuk melanjutkan studinya. Pada tahun 1939, setelah kembali ke Eropa selama setahun, ia juga mengunjungi Jawa dan memberikan kuliah menarik di Royal Society of Belgium. (KSB) di Batavia tentang: "Misi dan kekerasan perang di Tiongkok". 

Lantas apakah Dr P Zoetmulder SJ telah tiba di Indonesia? Dalam berita Sumatra post di atas tidak terinformasikan apakah Dr P Zoetmulder SJ sudah dalam perjalanan ke Indonesia atau masih di Inggris. Boleh jadi Dr P Zoetmulder SJ masih trauma, sehingga masih tetap berada di Inggris, lebih-lebih baru saja kehilangan dua temanya sesama pastor, yang sama-sama dalam perjalanan ke Indonesia. Oleh karena itu, Dr P Zoetmulder SJ diduga masih berada di Inggris.


De Indische courant, 08-03-1941: ‘Jurnal Java Instituut. Edisi kedua tahun ini terbit lebih awal mengingat berbagai perayaan Yubileum Yang Mulia den Mangkoenegoro, ketua kehormatan Institut Java, yang juga merayakan ulang tahunnya yang ke-57 pada tanggal yang sama. Untuk memperingati Yubileum keempat ini, dua publikasi peringatan yang tebal dan indah, yang disebut "Trïwindoeboeken", diterbitkan, yang diulas dalam edisi ini oleh Dr C Hooykaas. Edisi ini juga memuat informasi lengkap tentang peresmian Museum dan Sekolah Seni dan Kerajinan Institut Java pada tanggal 2 Maret 1941. Edisi ini dibuka dengan laporan panitia Penghargaan Wédatama. Tuan-tuan RAA Koesoemo Oetoyo, Prof. Dr CC Berg, dan M. Koesrin, yang terakhir adalah ketua tim redaksi berbahasa Jawa di Volkslectuur. Java Institute telah mengumumkan kompetisi penerjemahan Serat Wédatama ke dalam bahasa Belanda pada tahun 1935, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Kompetisi kemudian dibuka kembali, dan pada bulan Agustus 1938, sebanya 28 naskah telah diterima. Tidak jelas mengapa pengumuman hasilnya memakan waktu lama, tetapi secara singkat disebutkan bahwa hadiah pertama diberikan kepada Dr P Zoetmulder SJ dan hadiah kedua kepada R Intojo, guru di sekolah Mardisiswo di Biltar. Terjemahan Dr Zoetmulder akan diterbitkan dalam salah satu edisi "Djawa" berikutnya, karena terjemahan tersebut merupakan "sebuah prestasi luar biasa, yang jauh melampaui karya peserta lain dan, di beberapa bagian, tentu saja patut dikagumi," tulis panitia. Dalam memberikan hadiah kedua, panitia bimbang antara entri No. 1 dan No. 26, yang tampaknya keduanya orang Jawa, di antaranya No. 26 kemudian ternyata adalah R. Intojo. Peserta dari No. 1 yang tidak dikenal itu lebih baik daripada R. Intojo, tetapi yang terakhir berulang kali lebih memahami bahasa Jawa, sehingga panitia, setelah perbandingan yang cermat, menyimpulkan bahwa No. 26 layak mendapatkan hadiah kedua. Laporan panitia penuh humor; kami akan menempatkan humor yang sama yang biasa ditemukan dalam pidato-pidato Volksraad Bapak Oetoyo. Panitia mencatat bahwa banyak orang Jawa tampaknya merasa tidak diizinkan untuk meminta bantuan dari orang Belanda yang ahli, yang mengakibatkan bahasa Belanda mereka seringkali tidak memadai. Ia menulis: "Pencapaian ilmiah biasanya dicapai melalui penyatuan kekuatan; meminta bantuan dan informasi dari para ahli mengenai topik tertentu bukanlah bukti ketidakberdayaan, melainkan bukti kritik diri kaum muda’.

Hingga tahun 1941 begaimana keberadaan Dr P Zoetmulder SJ tidak terinformasikan. Dalam berita De Indische courant, 08-03-1941 tidak ada indikasi Dr P Zoetmulder SJ sudah berada di Indonesia. Pada bulan Mei juga tidak ada indiskasi di Indonesia (lihat De Indische courant, 20-05-1941). Disebutkan dalam edisi Jurnal Java Instituut yang diulas ini, para editor menerbitkan terjemahan pemenang penghargaan "Serat Wedatama" karya Dr P Zoetmulder. Terjemahan tersebut ditulis dalam aksara Jawa di samping teksnya. Pada bulan Oktober 1941 sudah ada indikasi bahwa Dr P Zoetmulder sudah berada di Indonesia.


De Indische courant, 29-10-1941: ‘Kehidupan spiritual. Filsafat Jawa dan Wayang. Ceramah oleh Dr. Radjiman. Meskipun cuaca buruk, hadirin yang penuh perhatian tetap berkumpul pada Minggu malam untuk mendengarkan ceramah Dr Radjiman tentang topik di atas di Loji Teosofi di Koningsplein. Dalam pengantarnya kepada pembicara, presiden Loji menyampaikan harapan bahwa ceramah ini juga akan berkontribusi pada pemahaman bersama yang lebih baik di antara berbagai kelompok masyarakat di negeri ini. Filsafat, sang pembicara memulai, adalah seni berpikir bebas. Namun, filsafat Jawa berbeda dari pemikiran ilmiah Barat dan lebih merupakan bentuk pemikiran yang senantiasa dipengaruhi oleh emosi dan sekaligus berusaha untuk menyublimkan dan mengangkat emosi manusia. Pemikiran Barat berfokus pada pengetahuan, sedangkan pemikiran Timur berfokus pada Gnosis atau Jnana lebih tentang seni hidup. Ekspresi emosi merupakan salah satu aspek Ilmu, dan ini adalah sebuah seni. Intelek, dengan sendirinya, adalah rekan kerja yang pasif. Peribahasa ini mengutip Pendeta Zoetmulder di sini, yang berbicara tentang Ilmu sebagai fragmen filsafat, bukan keseluruhan yang logis. Hal ini serupa dengan yurisprudensi di Mojopait kuno, di mana pertimbangan Siwaistik dan Buddha sama-sama berkontribusi pada keputusan tersebut. Di Solo pun, orang masih menemukan upacara-upacara Hindu kuno dalam bahasa Jawa kuno pada hari-hari besar kalender Islam. Di antara orang Jawa Muda, hanya tersisa gagasan samar tentang Hinduisme kuno, yang memainkan peran besar dalam budaya Jawa. Hanya sedikit yang tersisa dari Buddhisme dalam pemikiran Jawa, meskipun tempat suci Buddha yang agung lebih terpelihara daripada candi Hindu mana pun. Namun, ada satu monumen budaya yang hampir tidak mengalami perubahan sepanjang masa. Yaitu Wajang. Kadang-kadang disebut misteri, tetapi yang pasti bahwa Wajang telah memiliki, dan terus memiliki, pengaruh besar pada penyempurnaan kepribadian secara umum dan dalam menjadikan kepribadian yang lebih rendah tunduk pada individualitas, diri yang lebih tinggi. Pembicara kemudian memberikan deskripsi tentang berbagai bentuk penyajian cerita Wajang, seperti: Wajang Koelit, W Oedok, W Krintjil, W Golek, W Topeng, W Wong dan W Bèbèr. Yang paling terkenal adalah Wajang Koelit, di mana boneka yang diukir dari kulit ditampilkan di ruang antara lampu dan layar, sehingga mereka melemparkan bayangan mereka di layar, di mana penonton wanita duduk. Para pria duduk di sisi lampu, pemain (dalang) dan para musisi. Penulis secara alami membatasi dirinya pada Wajang Purwo ketika memberikan contoh seni ini, karena Wajang Purwo adalah seni kuno dan sakral yang memang dapat disebut permainan misteri; bagaimanapun, segala sesuatu di dalamnya memiliki makna simbolis, dan dengan demikian pertunjukannya secara instruktif mendorong pemikiran dalam simbol. Penonton sepenuhnya diserap dalam ciri-ciri karakter—yang ditampilkan oleh berbagai tokoh pertunjukan, tidak. Berkali-kali, Arjuna adalah pikiran yang jernih, kemampuan berpikir, yang berulang kali terbukti egosentris dan oleh karena itu terkadang bisa gagal. Berkali-kali, Bhima adalah elemen emosional, rentan terhadap doktrin yang sehat, tetapi terkadang panik ketika menghadapi pertentangan. kemudian memberikan wawasan tentang komposisi berbagai babak dalam sebuah pertunjukan, untuk menjelaskan beberapa tokoh heroik lain dalam sebuah—wljae—yang membangkitkan rasa simbolisme pendengar. Kisah-kisah tentang. Hampir semua lakon wayang berasal dari epos Hindu "Mahabharata" dan "Ramayana." Namun, menurut para ahli, lakon wayang tidak berasal dari Hindustan, melainkan merupakan produk Jawa murni yang berasal sekitar tahun 700 Masehi. Pembicara lebih lanjut memberikan refleksi yang luas tentang kualitas psikis yang dapat dibangkitkan dan diperkuat dalam diri orang-orang melalui empati terhadap lakon-lakon misteri ini. Tidak hanya para penampil, di antaranya Dalang memegang tempat pertama, tetapi juga penonton akan dibawa ke pengetahuan diri yang lebih besar dan wawasan yang mendalam tentang diri mereka sendiri dan dunia melalui pengalaman mereka’. 

Dr P Zoetmulder SJ tampaknya sudah berada di Indonesia. Namun tidak lama kemudian perang di Pasifik sudah terdengar. Pada bulan Desember 1941 pesawat-pesawat perang Jepang sudah mengebom beberapa tempat di Indonesia seperti di Tarempa (Natuna), Pontianak, Kakas dan lainnya. Perang di Indonesia sudah di depan mata. Dr P Zoetmulder SJ yang lepas dari maut dari Jerman di Eropa, kiini harus berhadapan dengan maut lagi. Ibarat keluar dari mulut harimau kini masuk mulut buaya. Sudah barang tentu hingga saat ini trauma Dr P Zoetmulder SJ belum hilang sepenuhnya.


Akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada militer Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Ini berarti orang-orang Belanda berada di dalam tekanan pendudukan militer negara lain. Seperti disebut di atas, wilayah Belanda diduduki militer Jerman sejak Mei 1940. Kini, wilayah Hindia Belanda (baca: Indonesia) diduduki militer Jerman. Orang-orang Belanda hanya aman di Inggris, Australia dan Amerika Serikat.

Bagaimana dengan Dr P Zoetmulder SJ pada masa pendudukan militer Jepang di Indonesia? Dalam daftar interniran di Indonesia yang dipublikasikan tidak terdapat nama Dr P Zoetmulder SJ (lihat Drentsch dagblad: officieel orgaan voor de provincie Drenthe, 13-04-1944). Nama yang tercatat adalah EA Zoetmulder (54 tahun, tidak ada pekerjaan) dan HC Zoetmulder (usia 46 tahun, guru). Lantas mengapa tidak ada nama Dr P Zoetmulder SJ?


Dr P Zoetmulder SJ adalah seorang pastor di Indonesia. Boleh jadi Dr P Zoetmulder SJ awalnya diinternir, namun karena profesinya sebagai pastor terkait dengan layanan kemasyarakatan (bagi orang Indonesia) kemudian dilepaskan. Hal inilah diduga mengapa nama Dr P Zoetmulder SJ tidak terdapat dalam daftar interniran orang Eropa/Belanda di Indonesia yang terpubikasikan di Eropa.

Pada bulan Mei 1945 wilayah Belanda dibebaskan Sekutu dari pendudukan Jerman. Tidak lama kemudian di Asia Pasifik, pada tanggal 14 Agustus 1945 Kaisar Hirohito menyatakan takluk kepada Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Sebagaimana diketahui pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan.


Pada saat Sekutu/Inggris memasuki wilayah Indonesia pada bulan September 1945 untuk melucuti senjata dan mengevakuasi militer Jepang. Sekutu/Inggris juga membebaskan para interniran Eropa/Belanda di berbagai kamp interniran di Indonesia. Tidak lama kemudian orang-orang Belanda di berbagai tempat (terutama dari Australia) memasuki Indonesia di belakang Sekutu/Inggris. Perang antara total tidak terelakkan antara bangsa Indonesia dengan militer Inggris/militer Belanda. Pada saat inilah kemudian Sebagian para interniran Belanda dibawa ke Belanda atas permintaan sendiri atau alasan kesehatan (untuk berobat).

Pada bulan Oktober 1946 terinformasikan rombongan besar dari Belanda diberangkatkan ke Indonesia. Dalam daftar ini terdapat nama HC Zoetmulder (lihat Nieuwe courant, 29-10-1946). Di dalam daftar dicatat antara lain HC Zoetmulder dengan istri dan tiga anak. Dalam daftar ini tidak terdapat nama Dr P Zoetmulder SJ. Apakah ini mengindikasikan bahwa Dr P Zoetmulder SJ tetap berada di Indonesia? Nama HC Zoetmulder, seperti disebut di atas termasuk dalam daftar interniran di Indonesia yang dipublikasikan tahun 1944.

 

Nieuwe courant, 15-11-1946: ‘Partai Rakyat Katolik Indonesia didirikan di Soerabaja. Sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya, persiapan telah dilakukan di Surabaya untuk mendirikan sebuah organisasi politik bagi umat Katolik di Surabaya. Persiapan ini kini telah terwujud. Umat Katolik ingin mempertahankan prinsip persatuan, yang menjadi ciri khas Gereja Katolik sedunia, dalam kegiatan politik mereka juga, sehingga afiliasi dengan Partai Rakyat Katolik di Belanda merupakan langkah logis berikutnya. Sebuah dewan sementara dibentuk, yang terdiri dari EHW v Stappershoef, ketua, SL Kwee, sekretaris, L Dietvors, bendahara, HC Zoetmulder, komisioner dan wakil ketua, dan Ch Baier, komisioner.

Pada bulan Januari 1947 diberitakan Chatarina Maria Cornelia Nolet (weduwe Ir JMA Zoetmulder) meninggal dalam usia 83 tahun di Den Haag (lihat De Maasbode, 16-01-1947). Dalam berita duka ini disebut nama Dr P Zoetmulder SJ di Djogjakarta dan HJL Zoetmulder di Den Haag. Ini mengindikasikan bahwa Chatarina Maria Cornelia Nolet adalah ibu dari Dr P Zoetmulder SJ (yang tinggal di Djogjakarta).

 

Dr P Zoetmulder SJ sejak kembali dan keberadaannya terinformasikan di Indonesia pada tahun 1941 tampaknya tetap berada di Djogjakarta, juga tetap berada di Djogjakarta selama pendudukan militer Jepang hingga perang mempertahabnkan kemerdekaan Indonesia (tahun 1947 ini).

Dr P Zoetmulder SJ telah kehilangan ibu di Belanda. Dr P Zoetmulder SJ masih tetap berada di Djogjakarta. Situasi dan kondisi perang dan tugasnya sebagai pastor di Djogjakarta dengan sendirinya menghalanginya pulang ke Belanda. Meski demikian, nama Dr P Zoetmulder SJ di Indonesia dianggap penting di Belanda. Hal itulah diduga mengapa Dr P Zoetmulder SJ diangkat sebagai anggota Akademie van Wetenschappen di Belanda (lihat Trouw, 16-06-1948). Disebutkan diangkat menjadi anggota Akademie van Wetenschappen antara lain Prof Dr P Zoetmulder SJ di Djogjakarta (sebagai korespondensi).


Dalam pengangkatan Dr P Zoetmulder SJ sebagai anggota Akademie van Wetenschappen di Belanda Namanya diberi gelar guru besar (prof.) Lantas kapan Dr P Zoetmulder SJ mendapat gelar guru besar dan dimana? Memang Universiteit van Indonesie di Batavia sudah didirikan tahun 1940, namun tidak ada indikasi bahwa Dr P Zoetmulder SJ sudah guru besar (hingga berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda bulan Maret 1942). Sementara itu, Dr P Zoetmulder SJ hanya diketahui bertempat tinggal di Djogjakarta. Satu yang jelas bahwa di Djogjakarta pada pertengahan tahun 1946 didirikan perguruan tinggi Republik (setelah ibukota RI dipindahkan dari Djakarta ke Djogjakarta) yang diberi nama Universitas Gadjah Mada. Perguruan tinggi Republik ini diinisiasi oleh mantan Menteri Pendidikan RI Soetan Goenong Moelia. Perguruan tinggi yang didirikan Belanda di Djakarta/Batavia dengan nama Nood Universiteit Indonesie (Universitas Darurat Indonesia) baru pada tahun 1947. Apakah dalam hal ini gelar guru besar diberikan pemerintah RI (di Djogjakarta) atau pemerintah Belanda (di Batavia/Djakarta)?

Selama ini yang terinformasikan adalah bahwa Dr P Zoetmulder SJ tetap berada di Djogjakarta (tidak pernah ditempat lain seperti Djakarta atau Soerabaja). Lalu bagaimana bisa aman Dr P Zoetmulder SJ di Djogjakarta. Sebagaimana diketahui Djogjakarta adalah ibu kota Republik (yang kemudian diduduki pada agresi militer Belanda kedua pada bulan Desember 1948).


Eindhovensch dagblad, 31-12-1948: ‘De Missiëstaties te Djocja, Madioen en Blitar. Door snelle opmars weinig reden tot ongerustheid (Van onze speciale correspondent. Unieke Positie (Stasiun Misi di Djocja, Madioen, dan Blitar. Karena dinamika yang pesat, hanya ada sedikit alasan untuk khawatir (dari koresponden khusus kami di Batavia). Posisi unik. Selama aksi polisi (bacaK agresi militer Belanda) pertama, pada bulan Juli-Agustus tahun sebelumnya, ada kekhawatiran di Batavia mengenai nasib para misionaris dan rekan kerja mereka di wilayah yang belum dikuasai Belanda. Di Djocja saja, ada sekitar sepuluh pastor dan enam suster Eropa, yang – sejauh yang kami ketahui – merupakan satu-satunya orang Belanda di sana. Selain itu, ada personel misionaris Belanda di Madioen dan Moentilan dan di beberapa tempat lain di Republik. Untungnya, kemudian ternyata kesejahteraan para religius ini tidak terganggu. Namun pada bulan September tahun itu, tampaknya ada alasan baru untuk khawatir, terutama mengenai nasib dua pastor asal Limburg, Van Goethem dan Smets, di Madioen, yang dengan demikian menjadi pusat pemberontakan yang dipimpin oleh pemimpin komunis Moeso. telah dilepaskan. Butuh waktu berminggu-minggu sebelum berita tiba bahwa kedua misionaris itu tidak terluka. Mereka telah bernasib sangat baik. Dan bagaimana dengan rekan-rekan religius kita ini? Waktu? Pendudukan Djocja berlangsung begitu cepat dan sukses sehingga dalam sembilan jam, dengan hanya tiga prajurit kami yang terluka, bandara dan kota itu berada di tangan Belanda. Dalam beberapa hari, semua kota besar lainnya diduduki, termasuk Blitar di selatan Jawa Tengah. Pastor Achterhoek, H Koek, bekerja di sana, bersama seorang pastor sekuler Jawa. Pastor Koek adalah seorang Lazarist. Jika ia mengalami kesulitan selama serangan pasukan Belanda, hal ini seharusnya sudah diketahui di Surabaya. Tidak ada waktu untuk kerusuhan di Djocja. Terlebih lagi, misi tersebut memiliki kredibilitas spiritual yang tinggi di sana, terutama melalui karya sosialnya yang luar biasa. Selama aksi polisi pertama, para pastor dan suster sepenuhnya bebas. Pada hari Minggu, para pastor bahkan berkhotbah di gereja-gereja. Ketika kami mengunjungi Djocja beberapa bulan yang lalu, kami berbicara dengan Dr P Zoetmulder SJ, di antara yang lain, yang tidak terlalu optimis tentang prospek misi di Jawa, tetapi menilai situasi saat ini relatif menguntungkan. Rumah sakit Katolik besar Panti Rapih, yang sebelumnya bernama "Onder de Bogen" memberikan kesan yang luar biasa di bawah kepemimpinan dokter Jawa, Dr Sentral, dibantu oleh enam suster Belanda dan beberapa suster Indonesia. Secara keseluruhan, posisi misi ini unik, mengingat kesulitan-kesulitan yang tak teratasi yang terus membayangi hubungan antara Belanda dan Republik. Hanya selama bulan-bulan pertama revolusi para pastor berada dalam tahanan rumah. Pastor P van der Borght, sekretaris Delegasi Kepausan untuk Batavia, Mgr. De Jonghe d'Ardoye, memberi kami beberapa informasi tentang pusat misi Madioen, salah satu dari tiga stasiun yang dapat ditempati oleh para pastor Lazarist di wilayah republik Jawa Timur. Para pastor yang disebutkan di atas, P v Goethem dari Brunssum dan G Smets dari Helden-Koningslust, tetap tinggal di Madioen ketika, pada bulan Oktober 1946, Pastor H Willems dari Roermond dan Pastor Vander Borght dari Bergen op Zoom berangkat ke Surabaya. Madioen memiliki banyak orang Jawa Katolik; sebagian karena evakuasi dari Surabaya selama revolusi November 1945, jumlah mereka mencapai sekitar seribu dua ratus. Ada cukup pekerjaan untuk empat pendeta, tetapi kondisi kehidupan menjadi terlalu sulit. Alih-alih meninggalkan pekerjaan sepenuhnya, diputuskan untuk tetap mempertahankan dua pendeta. Kedua pendeta inilah yang harus menghadapi pemberontak komunis pada bulan September tahun itu. Sebuah surat dari salah satu dari mereka mengungkapkan bahwa mereka hanya mengalami sedikit masalah akibat pemberontakan, meskipun mereka sempat berada dalam bahaya. Ketika tembakan dilepaskan pada pagi hari tanggal 18 September, mereka mengira sedang ada latihan. Hingga sekelompok pemuda berdasi merah memasuki jalan. Mereka menggeledah pastoran. Mereka mengklaim anggota polisi militer Republik diduga bersembunyi di sana, menggeledah semuanya, tetapi secara ajaib tidak mencuri apa pun dan menghilang dalam waktu dua puluh menit. Selama kurang lebih satu hari, para pemberontak sibuk mengejar para pendukung pemerintah dan mengkonsolidasikan keberhasilan awal mereka, dan kemudian mereka bahkan lebih sibuk mencoba melarikan diri. Oleh karena itu, para misionaris tetap aman. Para pendeta ini hampir tidak pernah berhubungan dengan Mgr Verhoeks di Surabaya selama era Republik. Namun pendeta Jawa itu Dwidjo Susastro di Kediri telah ditunjuk sebagai vicarius elegatus (yaitu, utusan Uskup). Para pastor dapat menghubunginya dalam kasus-kasus yang biasanya mengharuskan mereka menghubungi uskup mereka. Diharapkan penghapusan garis demarkasi akan sangat bermanfaat bagi karya misionaris sehingga semua stasiun dapat segera ditempati kembali’.

Dr P Zoetmulder SJ di Djogjakarta tampaknya aman selama ini (hingga wilayah Djogjakarta diduduki militer Belanda pada tanggal 19 Dsember 1948). Lalu bagaimana posisi Dr P Zoetmulder SJ diantara dua pihak yang berperang (Belanda vs Republik)? Tampaknya netral sesuai misi Katolik.


Sebagaimana diketahui setelah 19 Desember 1948 para pemimpin Indonesia seperti Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moahamad Hatta diasingkan ke Sumatra Utara dan Bangka. Namun militer Republik terus melancarkan perang gerilya di berbagai tempat termasuk di wilayah Djogjakarta. Namun setelah ada perjanjian gencatan senjata, dan dalam rangka perundingan (yang diadakan di Den Haag/KMB), ibu kota RI di Djogjakarta dipulihkan kembali pada bulan Juni seiring dengan kembalinya para pemimpin Indonesia dari pengasingan.

Pada bulan September 1949 terinformasikan Dr P Zoetmulder SJ diangkat sebagai guru besar di Universiteit van Indonesia di Dajakarta/Batavia (lihat Het Binnenhof, 13-09-1949). Disebutkan Dr Zoetmulder SJ diangkat menjadi dosen di Universitas Indonesia. Dr P Zoetmulder SJ telah diundang untuk memberikan kuliah khusus tentang filsafat dan pandangan dunia Timur di Universitas Indonesia. Ini merupakan informasi pertama yang diketahui selama ini Dr P Zoetmulder SJ ke Batavia/Djakarta (suasana dimana tengah dilakukan persiapan antar berbagai pihak ke KMB di Den Haag, suasana yang mulai mencair hubungan antar pihak Belanda dan pihak Republik).


Limburgsch dagblad, 14-09-1949: ‘Dr P Zoetmulder SJ di Universitas Indonesia. Batavia, 13 September — Pater (Romo) Dr P Zoetmulder SJ diundang untuk memberikan kuliah khusus tentang filsafat dan pandangan dunia Timur di Universitas Indonesia. Pater (Romo) Zoetmulder ditahbiskan menjadi imam di Maastricht pada tahun 1938. Pada tahun 1940 dan setelahnya, beliau mengajar filsafat Timur di Kolese St Ignatius para pater Jesuit di Jogja dan juga menjadi guru besar di seminari tinggi di sana. Setelah kapitulasi Jepang, beliau terus berkarya di Jogja sebagai guru besar di Kolese Ignatius dan seminari tinggi (het Ignatiuscollege en het groot-seminarie), yang masih beliau jalani hingga saat ini’.

Dalam kaitan dengan memberi kuliah di Universitas Indonesia status Dr P Zoetmulder SJ disebut diundang. Lantas diundang darimana? Tentu saja dari Jogjakarta. Namun gelar guru besar (prof) sudah disematkan kepada Dr P Zoetmulder SJ pada tahun 1948 (lihat kembali di atas, Trouw, 16-06-1948). Apakah dalam konteks ini Dr P Zoetmulder SJ selama ini sebagai bagian dari Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta dengan gelar guru besar?


Akhirnya Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia di dalam perundingan/perjanjian KMB dalam bentuk RIS (Republik Indonesia Serikat=Republik Indonesia plus negara-negara federal). Pengakuan ini diberlakukan mulai tanggal 27 Desember 1949. Yang menjadi Presiden RI adalah Ir Soekarno dan yang menjadi Perdana Menteri RIS adalah Drs Mohamad Hatta.

Namun dalam perkembangan yang cepat, sejumlah negara-negara federal seperti Negara Djawa Timur dan Negara Pasoendan membubarkan diri. Lalu yang terakhir setelah dilakukan referendum Negara Sumatra Timur juga dibubarkan pada bulan April 1950. Hal inilah yang kemudian pada peringatan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan RIS dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan (NKRI).


Sementa itu di Belanda dalam Yubileum Imam dan Monastik Belanda pada tahun 1951 terdapat nama P Zoetmulder (lihat De Maasbode, 03-01-1951). Dalam daftar dicatat nama-nama lamanya telah menjadi pater. Ada yang sudah 50 tahun, 40 tahun, 25 tahun dan 12.5 tahun. Pada kategori Societeit van Jezus terdapat nama priester (pendeta) Pater P Zoetmulder (12.5 tahun pada tanggal 15 Februari). Pada tahun 1931 juga pernah terinformasikan daftar para pater (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 31-12-1931). Disebutkan Societeit der Witte Paters, 50 tahun pada tanggal 3 Juni antara lain Mgr. Joseph Sweens; 25 tahun pada tanggal 30 Mei antara lain Pastor Johannes Josephus Maria van Baer, ​​​​lahir di Den Bosch, Boxtel; 29 Juni: Pastor Petrus Josephus Zoetmulder, lahir di Schiedam, di Boxtel. Besar dugaan Petrus Josephus Zoetmulder, lahir di Schiedam adalah kakek dari Dr PJ Zoetmulder SJ. Lalu singkatan apa PJ dari nama Dr PJ Zoetmulder SJ? Apakah itu adalah singkatan dari (nama kakeknya) Petrus Josephus Zoetmulder, lahir di Schiedam? Bagaimana dengan singkatan dari SJ di belakang namanya? Societeit Jesuit atau Societeit van Jezus (Serikat Yesus)?

Dalam konteks NKRI, pada tahun 1951 Dr P Zoetmulder SJ terinformasikan menjadi Warga Negara Indonesia/WNI (lihat Nieuwe courant, 11-01-1951). Disebutkan warga Belanda di Jogja. Sebanyak sembilan belas warga negara Belanda yang tinggal di Jogja telah menyatakan kesediaan mereka untuk menerima kewarganegaraan Indonesia. Di antara mereka terdapat beberapa pendeta dan dominees Katolik Roma. Prof Dr Zoetmulder SJ, guru besar bahasa Jawa di Universitas Gadjah Mada, juga telah mengajukan permohonan status warga negara.


Tentu saja dinaturalisasinya Dr P Zoetmulder SJ di Djogjakarta menjadi WNI menjadi viral di surat-surat kabar di Indonesia dan di Belanda. Pro-kontra tentang dirinya di Belanda, lalu kemudian Dr P Zoetmulder SJ menulis dan dikirimkan ke Belanda yang diterbitkan surat kabar Eindhovensch dagblad, 04-05-1951: ‘Guru Besar Misionaris Beanda di Universitas Indonesia. Pastor Dr Piet Zoetmulder SJ, yang beberapa waktu lalu menjabat sebagai misionaris Belanda untuk Republik Indonesia, telah diangkat sebagai guru besar luar biasa bidang bahasa dan sastra di Universitas Gadjah Mada, Jakarta. Profesor Zoetmulder telah mengajar selama beberapa semester di universitas di Jakarta tersebut. Pastor Zoetmulder lahir di Utrecht pada tahun 1906, putra dari Ir JMA Zoetmulder, yang kemudian menjadi tangan kanannya dalam pelayanan sosial di wilayah pertambangan. Ia menempuh pendidikan tata bahasa di Kolese Kanisius di Nijmegen dan kemudian di Rolduc, tempat ia menyelesaikan ujian akhir tingkat A dan sebulan kemudian, ujian akhir tingkat B. Setelah itu, ia masuk Serikat Yesus dan, setelah masa novisiatnya, berangkat ke misi di Jawa. Di Djocja, ia melanjutkan studi filsafatnya dan kemudian melanjutkan studi Bahasa-Bahasa Oriental di Leiden, di mana ia lulus semua ujiannya dengan pujian dan menerima predikat yang sama untuk disertasinya tentang panteisme dan monisme dalam sastra Jawa Suluk. Ditahbiskan sebagai pendeta di Maastricht pada tahun 1939, ia terjebak dalam perang di Belgia pada tahun berikutnya dan, setelah perjalanan yang penuh petualangan melalui Prancis, mencapai Inggris, dari sana ia kembali ke Jawa. Diinternir di sebuah kamp selama pendudukan Jepang, ia berhasil, dengan bantuan para cendekiawan Jawa lainnya, untuk menggabungkan karya akademisnya dengan karya kependetaannya sebanyak mungkin. Dr Zoetmulder tidak kembali ke Belanda setelah pembebasan, tetapi tetap melakukan pekerjaan misionaris dan juga menjadi profesor di seminari tinggi ordonya di Djocja’.

Pengajuan Dr P Zoetmulder SJ untuk menjadi WNI, tentu saja dengan mudah diterima karena perilakunya yang baik selama ini. Dr P Zoetmulder SJ tidak pernah terkait dengan politik praktis, apalagi yang terkait dengan pertentangan politik (negara) Belanda dan politik (negara) Indonesia. Tentu saja lebih banyak orang Belanda yang tidak berniat untuk menjadi WNI dan lebih memilih kembali (pulang) ke Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Orang Indonesia Jadi Warga Negara Belanda; Kini Era Jay Idzes, Calvin Verdonk, Kevin Dicks dan Lainnya

Pertukaran kewarganegara diantara dua negara adalah hal yang lumrah secara internasional. Hal itu pula yang terjadi diantara negara Indonesia dan negara Belanda. Dr P Zoetmulder SJ telah menjadi Warga Negara Indonesia/WNI pada tahun 1951 (lihat Nieuwe courant, 11-01-1951).


Tentu saja sudah ada sebelumnya orang Belanda yang menjadi WNI, seperti JC Princen (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 28-07-1949) Yang lainnya adalah JBAF Mayor Polak, JP Snel, C van Caspel dan GR Schmithz serta Harry Hulskar (Darmawan) dan Freddy Weerenstein (Hadimuljo), van Staveren, JD Rooyakkers, G Hovenkamp.

Oleh karena Negara Indonesia (RI) baru terbentuk tahun 1945, itu dengan sendirinya adalah awal permulaan tahun secara definitif bagi orang asing (non orang Indonesia) untuk berafiliasi dengan Indonesia (merasa warga Indonesia) dan menjadi warga negara Indonesia. Pemberian status WNI secara resmi (secara hukum) diduga kuat baru dimulai setelah dibubarkannya RIS pada tanggal 17 Agustus 1950.


Haji Johannes Cornelis (HJC) Princen, lebih dikenal sebagai Poncke Princen lahir 21 November 1925 adalah seorang pejuang HAM, politikus, dan tentara Indonesia berkelahiran Belanda. Dalam hidupnya, ia melawan berbagai rezim, mulai dari Nazi hingga Orde Baru. Lahir dan menghabiskan masa muda di Belanda, kemudian beralih ke kewarganegaraan Indonesia. Nama “Poncke” konon diperolehnya dari roman yang digemarinya tentang pastur jenaka di Belgia Utara yang bernama Pastoor Poncke. Princen lahir dan tumbuh di Belanda, mengenyam pendidikan di Seminari dari 1939-1943. Pada tahun 1943, tentara Nazi Jerman mulai menginvasi dan menduduki Belanda. Seminari tempat Poncke bersekolah diisolasi dan anak-anaknya dikurung di asramanya karena Belanda berada sepenuhnya dalam suasana perang. Pada tahun yang sama Poncke mencoba melarikan diri namun gagal. Poncke dikirim ke kamp konsentrasi di Vught, kemudian dikirim ke penjara kota Utrecht. Di akhir 1944, sesaat setelah Poncke bebas dari Jerman, Poncke kembali ditahan oleh pemerintah Belanda karena menolak mengikuti wajib militer. Poncke dengan desakan pemerintah Belanda masuk dinas militer dan dikirim ke jajahan Belanda di timur yang berusaha untuk memerdekakan diri. Poncke kemudian bergabung dalam tentara kerajaan Hindia Belanda KNIL Tanggal 26 September 1948, Poncke yang muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang terjadi terhadap pribumi memilih untuk membelot dan meninggalkan KNIL di Jakarta menyeberangi garis demarkasi dan bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia. Pada tahun 1949 Poncke telah tergabung dengan divisi Siliwangi dengan nomor pokok prajurit 251121085, Kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Mengikuti long march ke Jawa Barat dan terus aktif dalam perang gerilya. Istrinya, seorang peranakan Republikan Sunda terbunuh oleh tentara Belanda dalam sebuah penyergapan. Pada tahun 1949, Poncke menerima penghargaan Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno. Pada tahun 1956, Princen menjadi politikus Indonesia dan menjadi anggota parlemen nasional mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia/IPKI (Wikipedia).

Dr P Zoetmulder SJ, seperti disebut di atas, tampaknya sudah berafiliasi dengan Indonesia di Djogjakarta selama perang kemerdekaan Indonesia (namun belum menjadi warga negara Indonesia). Prakondisi ini menjadi kemudahan tersendiri bagi Dr P Zoetmulder SJ untuk diterima dan diresmikan menjadi WNI.


Pada tahun 1932 seorang wanita muda Amerika tiba di Bali dengan paspor bernama Nyonya Walker (Mevrouw Walker). Boleh jadi Ny Walker yang tengah menjanda ini ingin mengasingkan diri ke surga di Bali setelah José Miguel Covarrubias memamerkan lukisannya di New York yang menjadi tenar di seluruh Amerika. Dalam perkembangannya Ny Walker telah memiliki bapak angkat orang Bali yang kemudian dia dikenal sebagai K’toet Tantri. Mengetahui bahwa militer Jepang telah menduduki (pulau) Bali, K’toet Tantri segera bergegas ke Soerabaja. Meski dia adalah anak angkat Radja Bali, Tantri sadar bahwa warna kulitnya akan mudah dikenali orang Jepang. K’toet Tantri dengan nama paspor Muriel Stuart Walker akhirnya tiba di Soerabaja (tempat dimana orang Eropa banyak ditemukan). Anehnya, ketika orang-orang Eropa-Belanda ditangkap dan diinternir oleh para anggota militer Jepang, K’toet Tantri menyimpan dan menitipkan paspornya kepada seorang wanita Prancis yang tidak akan ditangkap kerena ia adalah istri seorang apoteker di Soerabaja bernama Ismail Harahap (di Kaliasin). K’toet Tantri kemudian bergabung dengan gerakan bawah tanah. Saat bergabung inilah K’toet Tantri mengenal Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Dalam perkembangannya, Mr Amir Sjarifoeddin Harahap diinternir oleh militer Jepang, demikian juga K’toet Tantri harus pula mendekam dalam tahanan militer Jepang di Malang. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dijemput oleh utusan Soekarno karena akan diplot sebagai Menteri Penerangan Republik Indonesia. Akhirnya K’toet Tantri mendapat giliran bebas keluar dari tanahan militer Jepang. K’toet Tantri tidak sempat pulang kampong ke Bali, pasukan Sekutu-Inggris sudah datang di Soerabaja untuk membebaskan interniran Eropa-Belanda dan melucuti senjata serta mengevakuasi militer Jepang ke luar Indonesia. Anehnya lagi, meski K’toet Tantri yang berpaspor atas nama Muriel Stuart Walker yang notabene keturunan (berdarah) Inggris, bukannya malah senang dengan kehadiran Sekutu-Inggris tetapi, sekali lagi, ikut bergabung dengan para Republiken. K’toet Tantri aktif membatu Wali Kota Soerabaja, Dr Radjamin Nasution menkonsolidasikan penduduk sehubungan dengan munculnya perlawanan warga Soerabaja terhadap kehadiran tentara Sekutu-Inggris di Soerabaja. Akhirnya terjadilah perang Soerabaja yang puncaknya pada tanggal 10 November 1945. Pemerintah Wali Kota Soerabaja kemudian mengungsi awalnya ke Modjokerto dan kemudian ke Toeloengagoeng. K’toet Tantri yang dalam waktu-waktu tertentu ikut radio propaganda Soerabaja, akhirnya K’toet Tantri ikut mengungsi dengan rombongan pemerintah Kota Soerabaja yang dipimpin oleh Dr. Radjamin Nasoetion. Sehubungan dengan pemindahan ibu kota Republik Indonesia dari Djakarta/Batavia ke Djokjakarta, K’toet Tantri kemudian menemukan jalan hingga sampai ke Djokjakarta. K’toet Tantri kembali ketemu teman lama Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dengan jabatan barunya sebagai Menteri Keamanan Rakyat yang tetap merangkap sebagai Menteri Penerangan di Djokjakarta. K’toet Tantri juga mengambil peran sebagai aktivis radio propganda di Djokjakarta. Sehubungan dengan keberadaan K’toet Tantri di wilayah Republik, pers Belanda mulai nyinyir. Hal ini karena pers Amerika mulai banyak yang menyudutkan kehadiran Belanda (kembali) di Indonesia, Pers Belanda juga menyoroti dan menkritik pers Amerika. Tak terkecuali K’toet Tantri juga menjadi sorotan karena dianggap memasok berita ke Amerika Serikat. Amunisi-amunisi yang bersumber dari pusat Republik di Jokjakarta menjadi bahan berita di Amerika yang terus memprovokasi pemerintah Belanda. Pers Amerika menjadi semacam corong (Lord Haw-Haw) RI di Eropa. Tentu saja hal itu didukung rakyat Amerika karena Pemerintah Amerika Serikat memiliki kepentingan tertentu di Indonesia. Tampaknya Muriel Stuart Walker berada di tempat yang tepat ketika Amerika Serikat membutuhkan Indonesia, sementara Indonesia tidak membutuhkan lagi Belanda. Muriel Stuart Walker pantas mendapat nama K’toet Tantri di Bali, tempat yang menjadi kesadaran baru Muriel Stuart Walker ketika tahun 1932 memilih Bali sebagai tujuannya. Bali telah mempertemukan Muriel Stuart Walker dengan pejuang-pejuang Indonesia. Kini, Muriel Stuart Walker tengah berada di Djokdjakarta, diantara para Republiken sejati. Muriel Stuart Walker alias K’toet Tantri telah menjadi seorang Republiken sejati. Akan tetapi K’toet Tantri tidak mengetahui dirinya sedang diincar oleh agen rahasia Belanda-NICA. Namun agen rahasia Amerika Serikat di Indonesia dan Singapoera lebih cepat bergerak sehingga K’toet Tantri dapat diamankan ke Singapoera melalui kerja sama dengan agen intelijen Indonesia. K’toet Tantri kemudian diberangkatkan oleh agen rahasia Amerika Serikat ke Los Angeles via Honolulu (Hawaii). Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, K’toet Tantri pulang kampong ke Indonesia. Seperti diberitakan surat kabar Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant en Vrije Twentsche courant, 09-01-1950, Muriel Stuart Walker alias K’toet Tantri dengan samaran pada era perang revolusi ‘Suze van Soerabaja’ setelah tiba di Indonesia berharap untuk bertemu Presiden Soekarno di Djakarta dan kemudian akan pulang kampong ke Bali. Foto yang ditampilkan di atas yang beredar selama ini, kemungkinan besar adalah foto pertemuan itu (antara K’toet Tantri dengan Presiden Soekarno) sebelum pulang kampong ke Bali.

JC Princen yang merupakan milisi dengan pangkat prajurit yang dikirim dari Belanda ke Indonesia melakukan desersi untuk Republik pada tanggal 14 Juni 1947. Selama perang peran JC Princen cukup signifikan. Hal itulah mengapa JC Princen bisa menjadi WNI dan diberi jabatan. Sebagaimana diketahui sejak pengakuan Belanda terhadap kedaulatan Indonesia yang mulai berlaku 27 Desember 1949, KASAD dijabat oleh Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion. JC Princen adalah eks Divisi Siliwingi.


Selama ini parlemen banyak ikut campur dalam berbagai bidang termasuk di tubuh militer. Pada tahun 1952, militer merasa gerah, lalu melakukan demonstrasi yang diadakan pada tanggal 17 Oktober 1952. Demonstrasi ini langsung dipimpin oleh Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion. Sudah barang tentu di dalamnya turut Letnan Dua JC Princen. Atas kejadian tersebut, dalam perkembangannya Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion dirumahkan. Tampaknya sebagai rasa solidaritas, Jenderal TB Simatoepang sebagai Panglima kemudian mengundurkan diri, yang kemudian disusul Menteri Pertahanan Hamengkoeboewono IX.

Pada tahun 1952 nama JC Princen menjadi heboh di Belanda.  JC Princen yang sudah menjadi WNI dengan pangkat letnan memiliki jabatan sebagai kepala kantor badan penyaringan militer. Suatu badan penyaringan terhadap eks militer RNL dan KNIL yang ingin menjadi TNI atau yang harus dipulangkan (semacam biro dalam fungsi imigrasi).


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-12-1952: ‘Biro Skrining Militer Mengkhawatirkan Mantan Prajurit. Menyusul laporan bahwa tindakan deportasi dan tidak diperpanjangnya kartu masuk bagi mantan personel Tentara Kerajaan Belanda (RNL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) telah ditangguhkan, Biro Skrining Militer mengumumkan: 1. Biro Skrining Militer tidak mengetahui adanya deportasi menyeluruh terhadap mantan anggota Tentara Kerajaan Belanda (RNL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL). 2. Individu-individu yang bersangkutan merupakan bagian dari kelompok yang terdiri dari sekitar 4.000 mantan prajurit yang didemobilisasi sebelum dan sesudah penyerahan kedaulatan dengan cara yang tidak dapat diterima oleh Indonesia. 3. Karena tanggal kedaluwarsa kartu masuk yang dikeluarkan pada saat itu semakin dekat (27 Desember 1952), hal ini secara otomatis berarti berakhirnya sejumlah besar kartu masuk yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu. 4. Oleh karena itu, Biro Skrining Militer akan melanjutkan kegiatan normalnya, yaitu pemberian dan penerbitan kartu masuk berdasarkan keamanan militer umum. Demikian kata kepala kantor badan penyaringan militer (het militaire screeningsbureau), Letnan (dua) JC Princen.

Nama JC Princen menjadi menonjol diantara orang-orang Belanda yang lebih memilih menjadi warga negara Indonesia. kepala kantor badan penyaringan militer (het militaire screeningsbureau), suatu badan pemerintah untuk menyaring militer/milisi yang berafiliasi dengan (Belanda atau Hindia Belanda) yang tidak diminta kerajaan Belanda untuk diekstradisi. Nama JC Princen di Belanda mulai dipertanyakan.

 

De Telegraaf, 29-12-1952: ‘Desertir. Siapakah JC Princen, pria yang ekstradisinya tak pernah diminta pemerintah Belanda, karena dianggap tak ada gunanya? Princen lahir di Amsterdam, tempat ia menyelesaikan ujian sekolah menengahnya (HBS). Ketika ia dikirim ke Indonesia sebagai tentara, atasannya mengenalnya sebagai pemuda yang supel, intelektualnya sangat berkembang, fasih berbahasa Melayu dan Sunda, tetapi tak pernah mau dilatih menjadi perwira. Pada bulan Juni (1947), Princen yang berusia 22 tahun membelot dari kesatuannya, Staf Grup Brigadir Infanteri 2, di Purwakarta. Ia membawa senjatanya, sebuah senapan sten, ke Djokja, tempat ia diintegrasikan ke dalam Divisi Siliwangi. Pada bulan Februari 1949, ia muncul kembali di Soekaboemi, tetapi tetap bungkam untuk sementara waktu. Pada pertengahan Maret tahun itu, ia tampil pertama kali dalam serangan canggih terhadap kompi Padeasih di dekat Tjisaat, di mana seluruh pengawalnya dilucuti. Sejak saat itu, ia sering terlihat di sekitar Sukabumi. Aksinya berani sekaligus licik. Dalam penggerebekannya yang mengakibatkan banyak korban jiwa, ia biasanya menggunakan dalih diperintahkan oleh komandan pos terdekat untuk memeriksa senjata atau memberikan instruksi. Ia selalu waspada terhadap segala kejutan. Pembelot ini, yang dikenal penduduk kampung sebagai "Persen", beroperasi dengan kelompok yang terdiri dari sekitar 75 orang. Ia memiliki dua senapan laras pendek, senapan otomatis dan semi-otomatis, senapan, dan karabin. Kelompok ini, pasukan komando Kapten TNI Saptadji, sangat gagah. Moral kelompok ini tinggi, sebagian berkat aksi-aksi Princen yang sukses, yang tindakan-tindakannya yang berbahaya menjamin kerugian pribadi yang minimal. Princen, yang mengenakan seragam Tentara Kerajaan Belanda, terkadang berlambang kopral, tak segan-segan menghentikan jip atau mobil militer Belanda. Para penumpang kendaraan ini mengira ia seorang tentara yang menumpang. Jika mereka berhenti, kematian mereka sudah pasti. Mobil dan senjata dinyatakan disita’. Foto: JC Princen (lihat De Telegraaf, 29-12-1952).

JC Princen yang menjadi kepala biro imigrasi Indonesia di Djakarta telah membuat orang di Bdelanda gusar. JC Princen menjadi penting dalam menyortir orang Belanda di Indonesia (terutama eks Divisi 7 Desember), apakah dipulangkan atau diterima sebagai WNI.


Orang-orang Belanda di Indonesia tergabung dalam organisasi Partai Indo Nasional (PIN) yang diketuai oleh JP Snel. Pada tahun 1952 nama partai diubah menjadi Persatuan Indonesia Nasional (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 03-05-1952). Keanggotaan kini terbuka bagi warga negara Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas. Tentang Irian, PIN memiliki sikap sendiri (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,14-10-1952). Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasional Indonesia (Ketua JP Snel; Sekretaris GJ Claessen) telah mengeluarkan pernyataan mengenai Irian dan Uni. Mengenai Irian, pernyataan tersebut menyatakan bahwa posisi tradisional dan berkelanjutan adalah bahwa wilayah ini merupakan bagian integral dari wilayah Republik Indonesia. Namun dalam perkembangannya terjadi perselisihaan di antara para anggota yang kemudian terbentuk Partai Indonesia Nasional Penghapus Minoritas (PIN-PM). Pada tahun 1953 dua pihak tersebut di Surabaya, telah bernegosiasi dengan baik untuk bersatu kembali sebagai satu partai politik (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 29-04-1953). Setelah disetujui dan diratifikasi oleh berbagai departemen, penggabungan akan dilaksanakan sesegera mungkin. Hal ini, menurut pengumuman tersebut, akan mengakhiri periode perpecahan yang disebabkan oleh perbedaan pendapat dan kesalahpahaman pribadi antara dua kelompok yang awalnya bersatu dalam Partai Indonesia Nasional. Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Ketua Dewan Pimpinan PIN-PM, AM Hermanus, dan Ketua Dewan Pimpinan Partai PIN, JP Snel.

Dendam orang Belanda, terutama dari kalangan militer di Belanda tidak pernah putus terhadap JC Princen. Teridentifikasinya orang mirip JC Princen di Belanda sudah menjadi heboh tersendiri. Ada dugaan bahwa JC Princen tengah berada di Belanda.


Overijsselsch dagblad, 19-08-1953: ‘Princen, desertir, tidak mungkin berada di Belanda. Dalam beberapa hari terakhir, beredar rumor yang terus-menerus bahwa desertir dari Tentara Kerajaan Belanda di Indonesia, M. Princen, berada di Belanda. Ia dilaporkan terlihat Senin lalu di Bandara Schiphol oleh beberapa anggota Legiun Veteran Belanda. Informasi dari sumber resmi menunjukkan bahwa sangat kecil kemungkinan Princen berada di Belanda. Seperti diketahui, Princen, yang kini berstatus warga negara Indonesia, memainkan peran yang jauh dari elegan sebagai petugas di Kantor Imigrasi Indonesia di Jakarta. Ia bertanggung jawab untuk menilai penerimaan warga negara Belanda ke Indonesia dan, dalam kapasitas ini, mengatur deportasi banyak mantan tentara Belanda. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Belanda menyatakan bahwa jika Princen berada di Belanda, mereka pasti akan mengetahuinya. Lagipula, setiap warga negara Indonesia yang ingin datang ke Belanda harus memiliki visa Belanda dan apa yang disebut izin masuk. Kementerian Luar Negeri mengetahui setiap izin masuk. Jika Princen mengajukan visa, ia pasti akan ditolak berdasarkan aktivitasnya di Indonesia. Mustahil juga untuk tiba di Bandara Schiphol secara ilegal dengan pesawat’.

Fakta bahwa JC Princen sudah berada di bawah perlindungan Indonesia. Oleh karena itu mantan warga negara Belanda ini tidak dapat lagi dituntut atas tuduhan pengkhianatan dan desersi. Tampaknya JC Princen memang tiba di Belanda. Disebutkan para veteran yang mengenalinya bertemu Princen di Schiphol sekitar pukul 10.00.


Het nieuwsblad voor Sumatra, 04-09-1953: ‘Jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. Meskipun mengalami kesulitan transportasi, seluruh jemaah haji tiba tepat waktu. Bapak Kasman Singodimedjo, Wakil Ketua Kedua Masyumi, kembali dari ibadah haji ke Mekkah pada hari Selasa. Di antara rekan-rekan Bapak Kasman terdapat Letnan Princen, mantan anggota Tentara Kerajaan Belanda (KL), yang bergabung dengan TNI di wilayah Sukabumi selama masa revolusi Indonesia dan kini memeluk agama Islam. Menurut Bapak Kasman Singodimedjo, Indonesia merupakan negara kedua setelah Mesir dengan jumlah warga negara terbanyak yang melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci. Tahun ini, 14.000 jemaah haji berangkat dari Indonesia. Sebanyak 300.000 hingga 500.000 jemaah haji dari seluruh dunia berkumpul di Tanah Suci tahun ini. Ia menambahkan bahwa kali ini, jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia mencapai 100 hingga 200 orang, jumlah yang lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ia menambahkan bahwa kematian tersebut tidak disebabkan oleh penyakit menular—tidak ada penyakit menular yang terjadi di Arab Saudi tahun ini—melainkan oleh sengatan matahari atau usia tua. Wakil Ketua Kedua Masyumi menyampaikan kepada pers bahwa, dibandingkan dengan negara lain, penyelenggaraan ibadah haji yang ditangani oleh Kementerian Agama bersama Komite Haji Pusat sudah memuaskan. Namun, masih terdapat kekurangan dalam penyelenggaraan yang perlu diperbaiki. Dalam konteks ini, beliau mengingatkan bahwa, secara umum, para "syekh" yang bertanggung jawab atas jemaah haji di Arab Saudi beroperasi terutama untuk mencari keuntungan, sehingga layanan mereka masih jauh dari harapan. Menyadari kekurangan dalam penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi, para cendekiawan jemaah haji Indonesia secara spontan mengadakan pertemuan, yang menghasilkan pembentukan "Panitia Perbaikan Pelaksanaan Ibadah Haji". Panitia tersebut, yang terdiri dari Dr. Sukiman (ketua), Bapak Kasman Singodimedjo, Ir. Djuanda, Bapak Sujudl, Prof. Sumedi, Dr. Zahar, Dr. Hasan Easri, dan Bapak Jusuf Ardiwinata, bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan ibadah haji. Panitia akan terus bekerja hingga pemerintah membentuk komisi negara yang bertugas mengkaji hal-hal terkait ibadah haji dan mengajukan proposal konkret. Menurut Bapak Kasman, penyelenggaraan transportasi, akomodasi, dan layanan kesehatan, antara lain, perlu ditingkatkan. Sekembalinya Dr. Sukiman ke Jakarta—diperkirakan dalam beberapa hari mendatang—panitia akan menyampaikan hal ini kepada pemerintah. Bapak Kasman lebih lanjut menyatakan bahwa meskipun terdapat kesulitan dalam mengangkut jemaah haji Indonesia, seluruh jemaah haji tiba di Arab Saudi tepat waktu’.

JC Princen adalah termasuk orang Belana yang memiliki catatan sejarah yang termasuk lengkap dan beragam hal yang dialaminya. JC Princen tidak hanya pindah kewarganegaraan di Indonesia, JC Princen juga di Indonesia telah pindah agama menjadi mualaf. Belum lama ini JC Princen pulang berhaji dari Mekkah. Gelarnya bertambah menjadi Hadji JC Princen.


Setelah lama Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion dirumahkan, lalu kemudian diantara eks militer mulai mengusulkan pendirian partai politik. Pada tanggal 20 Mei 1954 didirikan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Nama-nama yang bergabung dalam partai baru ini antara lain Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion, Letnan Dua JC Princen dan Letnan Kolonel Mr Arifin Harahap. 

Niat JC Princen kembali tampaknya adalah untuk membawa orang tuanya, yang tinggal di Soestdijksekade di Den Haag, ke Indonesia. Namun, ia belum terlihat di rumah orang tuanya (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-08-1953). Ini mengindikasikan bahwa JC Princen adalah orang yang unik. Tidak hanya sayang terhadap orang Indonesia, juga sayang terhadap orangtuanya. Lalu seberapa banyak orang Belanda di Indonesia? Yang jelas JC Princen adalah salah satu pengurus lEV (Indo Europeesch Verbond) di Djakarta. Sementara partai mereka yang dibentuk adalah Partai Indonesia Nasional (PNI). Partai ini menolak dwikewarganegaraan (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 29-04-1955).


De nieuwsgier, 26-08-1954: ‘Dewan IEV Baru Djakarta. Cabang lEV (Indo Europeesch Verbond) Djakarta, yang beranggotakan lebih dari 700 orang, mengadakan rapat dewan tadi malam di rumah Drs Mayor Polak yang juga dikenal Weisz, ketua asosiasi, secara singkat menguraikan posisi dan peluang terkini bagi 'warga negara' keturunan Eropa dalam masyarakat Indonesia. Weisz menyebut praktik menerima perawatan dari orang Indo yang pergi ke Belanda sebagai bentuk pengemisan yang inferior. Menanggapi pernyataan sesekali bahwa warga negara ditakdirkan untuk jatuh ke status jongos, Weisz menjawab bahwa lebih baik menjadi pelayan yang baik di Indonesia daripada menjadi pengemis di Belanda. Dewan Djakarta terdiri dari: Mayor Polak, ketua; PA v Pamelen, wakil ketua; JR Kaat, sekretaris; MM Camonier, bendahara; G Westhoff, agen tenaga kerja; Pah Wongso, bantuan bagi orang miskin; CHG Geertsema, bantuan yang kurang memuaskan; JC Princen, informasi public; H Pickel, Baginda; G v Diest, dan HL Chempff bertanggung jawab atas departemen olahraga. EP Denkelaar dan HL Beer bertanggung jawab atas rekreasi warga’. Catatan: bergabung dengan staf kemudian. JBAF Mayor Polak, Asisten Residen Kelas Satu, pejabat utama yang bertugas di Daerah Bali, Anggota Parlemen Indonesia Timur, mewakili IEV, telah terdaftar sebagai warga negara Indonesia di Panitera Pengadilan Tanah (het landgerecht) di Den Pasar (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 20-02-1950).

Orang-orang Belanda yang menjadi WNI (Indo), bekerja dalam berbagai bidang. JC Princen terinformasikan bekerja di dinas imigrasi. JP Snel menjadi anggota parlemen dari partai PRN atau PIN (Partai Rakyat Nasional) dan C van Caspel, sekretaris jenderal PRN. Johan Paul (JP) Snel mewakili kelompok minoritas Eropa/Belanda di Indonesia di KMB 1949. Pada tahun 1954 ini Johannes Corneli (JC) Princen juga terinformasikan sebagai salah satu editor surat kabar Nieuwsgier (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-03-1955).


De nieuwsgier, 16-03-1955: ‘Dari IEV. Kami mengetahui dari Hadji JC Princen bahwa beliau telah mengundurkan diri dari jabatannya di dewan pengurus GIKI/lEV cabang Jakarta, efektif per 12 Maret. Beliau juga telah mengundurkan diri sebagai anggota organisasi sosial tersebut. Bapak Princen menyatakan bahwa segala bentuk penghinaan hanya akan merugikan kepentingan kaum minoritas, karena masyarakat Indonesia tidak menyadari adanya perselisihan pribadi dan oleh karena itu akan salah menafsirkannya’. De nieuwsgier, 17-03-1955: ‘Pembaca Menulis Aib. Berita di koran pagi Anda kemarin tentang pengunduran diri saya dari GIKI, yang tentu saja juga berarti pengunduran diri dari jabatan administratif saya di cabang Jakarta, kebetulan bertepatan dengan surat pembaca dari Bapak Mayor Polak. Jika saya merasa perlu penjelasan atas keputusan saya, hal itu langsung dipadamkan oleh terbitnya artikel ini: cara beberapa perwakilan minoritas saling menyerang dengan hinaan mayoritas untuk mengungkap kebohongan "cepat" sungguh menjijikkan bagi saya dan membuat saya ragu apakah masih ada pekerjaan yang bermanfaat di lingkaran itu. Setelah mencapai kesepahaman di akhir tahun 1954 dan meresmikannya dalam sebuah pernyataan, setidaknya saya berharap mereka akan menahan diri dari segala macam serangan brutal satu sama lain. Bahaya yang ditimbulkan oleh tindakan Bapak Mayor Polak—selain menjadi pemborosan energi yang sangat menjengkelkan—adalah bahwa kita secara bertahap tidak lagi dipandang sebagai kelompok yang berkontribusi konstruktif bagi rekonstruksi Indonesia, melainkan sebagai segmen masyarakat yang tidak berharga, yang darinya tidak ada yang bisa diharapkan selain pengungkapan aib secara berkala. Jakarta, 16 Maret. Haji JC Princen’.

Pada  tahun 1955 akan diadakan pemilihan umum yang dijadwalkan pada bulan September. Lantas apakah JC Princen akan mencalonkan diri dari IPKI? Yang jelas Kabinet Ali Sastroamidjojo dibubarkan karena tekanan isu korupsi. Sebagai penggantinya terbentuk kabinet baru yang dipimpin Boerhanoeddin Harahap (Masjumi) yang diresmikan pada tanggal 12 Agustus 1955. Pemilu 1955 dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: Tahap pertama: 29 September 1955, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tahap kedua: 15 Desember 1955, untuk memilih anggota Konstituante. Untuk anggota DPR, pemenang pemilu dengan persentase tertinggi adalah PNI yang kemudian disusul Partai dan Masjumi dan Partai NU (pecahan dari Masjumi). Partai IPKI 4 kursi dan partai PRN dua kursi.


De nieuwsgier, 17-09-1955: ‘Indo. Apakah Anda ingin kembali ke tanah air dan berkontribusi aktif dalam pembangunan kembali Indonesia? Indo Europeech Verbond (IEV), atas nama kelompok ahli dan pekerja berpengalaman, ingin melakukan upaya serius dengan Pemerintah Indonesia agar mereka dapat dipekerjakan kembali di negara asal mereka, Indonesia. Mereka yang memiliki konstitusi yang kuat dan, terutama, kemauan untuk bekerja, diminta untuk menyampaikan, hanya secara tertulis, kepada Delegasi di Belanda dari GIKI/IEV, van Boetselaerlaan 135, Den Haag’. Catatan: Indo Europeech Verbond (IEV) pada dasarnya memiliki sejarah yang panjang sejak era Hindia Belanda.

Sudah barang tentu diantara orang Indo untuk mendapatkan kursi di DPR melalui pemilihan akan sangat sulit, karena jumlah konstituennya secara alamiah sangat sedikit. Namun demikian kebijakan pemerintah menetapkan untuk kelompok/golongan tertentu disediakan jatah tertentu. Dalam hal ini termasuk orang-orang Eropa di Indonesia.


De nieuwsgier, 20-01-1956: ‘Badan Kontak untuk Minoritas Eropa. Badan Kontak Perwakilan Golongan Ketjil Eropa telah dibentuk di Djakarta. Tujuannya adalah untuk mencapai representasi yang paling representatif bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa di parlemen mendatang dan Konstitusi. Sebagaimana diketahui, enam kursi di Parlemen dan 12 kursi di Konstitusi dialokasikan untuk kelompok ini, yang akan diisi melalui penunjukan. Badan kontak ini telah berkonsultasi dengan asosiasi GIKI/ISV, yang telah mengajukan daftar kandidat, untuk juga memasukkan warga negara non-IED (yang merupakan sekitar 1% dari kelompok minoritas). Alamat yang dapat dihubungi oleh pihak yang berminat untuk menyampaikan proposal dan pendapat adalah Jl. Teuku Umar 2, Djakarta. Pembentukan Badan Kontak telah diberitahukan kepada pemerintah kemarin. Anggota-anggota berikut bertugas di badan kontak ini: F Werbata dan J Egter van Wissekerke, P Sprengers, C van Caspel, dan JC Princen’.

Pada masa ini begitu banyak partai. Dalam Pemilu 1955 jumlah partai yang bersaing lebih dari 30an partai. Namun hanya 28 partai yang mendapatkan kursi (paling tidak satu kursi). Partai PIN tidak mendapat kursi baik untuk DPR maupun Konstituante.


De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-02-1956: ‘PIN Jawa Timur tentang Kelompok Minoritas. Partai PIN bukanlah partai minoritas, meskipun lebih dari 90% anggotanya adalah warga negara Eropa. Secara de jure, tidak ada kelompok minoritas seperti itu di Indonesia, dan semua warga negara Indonesia memiliki hak yang sama. Oleh karena itu, PIN. Jawa Timur tidak mensyaratkan kursi khusus untuk perwakilan minoritas, menurut Wakil Ketua PIN., D. Hage, dalam konferensi pers yang diadakannya di ruang konferensi pers Surabaya. Hage melanjutkan dengan mengatakan bahwa fakta bahwa kursi sekarang disediakan untuk kepentingan rakyat berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Dasar Sementara harus dianggap sebagai tindakan yang hanya tepat untuk masa transisi. D Hage kemudian menyatakan bahwa PIN harus memastikan bahwa perwakilan dari apa yang disebut "minoritas" adalah "orang Indonesia" dan "berpikiran Indonesia". Yang harus dilakukan pemerintah adalah mendirikan sekolah transisi yang memadai bagi kaum minoritas, di mana anak-anak dari kelas satu hingga kelas tiga menerima pendidikan dalam bahasa ibu anak-anak yang bersangkutan. Hanya dari kelas tiga bahasa Indo-Belanda dapat digunakan sebagai bahasa pengantar. Ini akan memberikan kesempatan bagi kaum minoritas untuk juga bersekolah di sekolah dasar negeri, yang belum tersedia saat ini. Saat ini, warga negara Indonesia keturunan asing menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah yang didirikan oleh warga negara asing. D Hage mengumumkan bahwa kandidat PIN adalah AM. Hermanus, J Th. Kouthöpfd, GES Crawfurd, CL Bysterveld Paimin dan dirinya sendiri’.

Lantas bagaimana dengan Dr PJ Zoetmulder, SJ? Apakah Dr PJ Zoetmulder, SJ turut dalam hingar binger dalam perjuangan minoritas Eropa di Indonesia? Tidak terinformasikan. Dr PJ Zoetmulder, SJ tetap sibuk dengan profesinya sebagai pendeta dan juga pendidik (dosen) dan peneliti. Satu artikel PJ Zoetmulder yang berjudul “Kawi en kakawin” dimuat dalam Bijdr. Taal-, Land-en Volkenkunde, Deel 113 (1957).


Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-06-1957: ‘Kemarin, kabinet membahas beberapa isu seperti pemekaran di Indonesia menjadi daerah otonom. Pembahasan mengenai hal ini akan dilanjutkan pada rapat kabinet hari Senin, di mana komisi negara yang bertugas menyusun usulan mengenai pemekaran negara menjadi daerah otonom akan diundang untuk memberikan klarifikasi. Komisi negara ini, yang dibentuk melalui keputusan presiden Desember lalu, diketuai oleh Bapak SM Amin, mantan gubernur Sumatera Utara yang kini menjabat di Kementerian Negeri. Kabinet juga memutuskan kemarin untuk menunjuk Ipik Gandamaöa sebagai gubernur Jawa Barat yang baru. Kabinet juga menyetujui pengangkatan Bapak Soepardo sebagai pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Kependudukan. Terakhir, Kabinet menyetujui pengangkatan Dr Ir Tojib Hadiwidjaja dan Prof Dr PJ Zoetmulder masing-masing sebagai guru besar pada Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor dan Fakultas Seni dan Budaya Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta’.

Dr PJ Zoetmulder, SJ sudah melalui banyak masa, mulai dari perang pendudukan Jerman di Belanda hingga pasca pendudukan militer Jepang di Indonesia, yakni bagaimana situasi dan kondisi yang dijalaninya semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.


Berichten uit Java; voor de leden van den Sint Claverbond, jrg 59, 1951: ‘Di Kumetiran dekat Jogjakarta. Itu terjadi setelah Jepang dikalahkan dan perjuangan kemerdekaan meletus. Pada Juli 1945, gereja Kumetiran "selesai". Dan pada bulan September, beberapa misionaris Belanda kembali dari kamp, ​​hanya untuk kemudian menghilang lagi setelah tiga minggu di kamp-kamp lain, kali ini di kamp-kamp Republik. Pada tahun 1946, Kumetiran akhirnya dapat menerima seorang pastor Jawa sebagai penduduk tetap, dan pada tahun 1948, Pastor P Zoetmulder SJ menjadi pastor keduanya. Ini membawa kita ke Maret 1949, ketika pasukan Belanda menduduki Jogja, dan setelah malam tiba, gerilyawan Indonesia secara sistematis menjarah. Saat itu belum ada penerangan, dan menjelang pukul lima jalanan sudah sepi, dan semua orang pulang, menunggu giliran siapa yang akan menjarah malam itu. Kumetiran juga mendapat gilirannya. Dalam keheningan kegelapan, yang semakin mencekam dengan lampu minyak kecil, orang-orang menunggu di rumah-rumah yang tertutup rapat, mendengarkan gonggongan anjing dan tembakan yang menggelegar, untuk memastikan apakah gerombolan itu mendekat atau bergerak ke arah lain dan mundur. Di sekitar gereja, di kampung, banyak rumah telah menjadi sasaran penjarahan, dan akibatnya, saat kegelapan turun, banyak orang, baik Katolik maupun non-Katolik, mencari perlindungan di pastoran dan bermalam di sana. Santo Yosef secara khusus dimohon perlindungannya yang kuat pada masa itu. Pada hari rayanya, 19 Maret, kabar datang dari seorang tetangga yang ketakutan bahwa pastoran telah dipilih untuk malam itu. Pastor itu menatap Santo Yosef sejenak dengan senyum getir, yang seharusnya menunjukkan bahwa ia telah mendengar sesuatu tentang pelindung gereja tak berani membayangkannya. Santo Yosef pasti membalas dengan senyuman penuh arti, lalu mengulurkan tangan siap siaga. Malam itu, gerombolan itu memang mendekat dengan sangat mengkhawatirkan, bahkan hingga ke halaman, tetapi kemudian berbalik dan pergi tanpa mengganggu siapa pun. Namun tiga minggu kemudian, pada malam 9-10 April, gerombolan itu kembali. Pekan Suci telah dimulai. Santo Yosef berdiri tersembunyi di balik jubah ungu, dan semuanya berbicara tentang penderitaan dan penebusan dosa. Malam itu, ada sekitar 80 hingga 100 orang yang mencari perlindungan di pastoran, dan barang-barang berharga yang masih mereka miliki telah dibawa sebagai barang bawaan. Tembakan dan jeritan memecah kesunyian dan senja, dengan kegelisahan tak menentu dari bayangan samar yang bergulir mendekat dan menghilang lagi. Dan ketakutan mereka yang menunggu menari-nari bersama api minyak. Hingga gelombang kebisingan dan teriakan orang-orang membesar, dan dentuman keras terdengar di pintu-pintu pastoran. Dengan gemetar, diputuskan untuk membuka pintu guna mencegah hal yang lebih buruk. Sang biarawan, dengan wajah paling ramahnya, maju dan kini berdiri di hadapan gerombolan liar yang menyerbu masuk. Senapan dan revolver mengancam dari kiri dan kanan, dan topeng serta wajah hitam yang disamarkan kain melirik liar ke arah orang-orang yang berkerumun ketakutan. Sang biarawan, dengan bahasa Jawanya yang paling sopan, meminta para pria itu untuk berbaik hati mempersilakan mereka duduk dan mungkin untuk menerima kunjungan kehormatan mereka. Pemimpin gerombolan itu kemudian memisahkan diri dari kelompok itu dan, bersama anak buahnya sendiri, mulai menunjukkan bahwa rumah ini adalah rumah orang-orang suci yang tidak perlu takut kepada mereka. Kemudian ia berbicara kepada para pengungsi, yang telah mendapatkan kembali sedikit harapan bahwa kali ini pun bahaya akan berlalu. Namun mereka tidak memperhitungkan bahwa bahaya yang tak teratasi jurang tak terjembatani yang seolah memisahkan mereka dari orang-orang suci ini. Hal ini baru terlihat jelas dari teguran itu, yang, setelah kata-kata penenang yang ditujukan kepada para klerus, kini bergemuruh dengan kekuatan yang bahkan lebih dahsyat lagi atas dunia awam yang malang. Mereka sangat bersalah, tegas pemimpin gerombolan itu. Mereka bersekongkol dengan musuh tanah air; mereka pengkhianat. Mereka telah berusaha dengan sia-sia untuk mencari perlindungan di sini, di rumah suci ini, di bawah perlindungan para pendoa ini. Mereka tak akan dibiarkan begitu saja. Suara pemimpin itu menggemuruhkan beberapa kalimat mengancam lagi kepada mereka yang ketakutan, sebelum tiba-tiba, dengan sopan santun yang sopan, berbalik kembali kepada para demonstran yang menunggu dalam diam, mengulangi sekali lagi bahwa properti gereja dan pastoran akan dibiarkan begitu saja, tetapi juga meminta izin untuk menyelidiki apa yang telah coba disembunyikan oleh "para penjahat" di sini. Kebetulan, ia tidak menunggu izin yang hampir memohon ini, tetapi, sambil membungkuk hormat kepada mereka yang berkumpul, gerombolan itu kini maju lebih jauh ke dalam rumah. Penggeledahan pun dilakukan, dan banyak pakaian para pengungsi dirampas sebagai jarahan. Kamar-kamar pastor dan bruder tetap utuh, gereja dan sakristi tak tersentuh. Malam dan keheningan kemudian menyelimuti gereja dan pastoran kembali. Dan malam itu, sang gembala berlama-lama, merenungkan perpaduan aneh antara kelembutan Jawa dan kekerasan perang. Hari ketika pasukan pendudukan Belanda meninggalkan Djokja juga mengakhiri penjarahan oleh gerilyawan Indonesia. Dan kini, dahulu kala, kehidupan tenang sebelum masa-masa penuh gejolak telah kembali ke halaman gereja dan pastoran di Kumetiran. Kekhawatiran sehari-hari kehidupan desa secara diam-diam dibawa oleh orang-orang yang berdoa dari lingkungan sekitar ke kaki Yesus, yang menanti mereka di tabernakel, tempat api merah bersaksi tentang Kasih-Nya yang abadi. H Th Bastiaanse, SJ. Djokja, November 1950’.

Pada bulan April 1949, Dr PJ Zoetmulder, SJ diangkat sebagai guru besar luar biasa bidang Bahasa dan Sastra di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta (lihat Katholiek archief; uitgave van het Landelijk Secretariaat der Katholieke Actie in Nederland, jrg 6, 1951, Deel: 15-22 Juni). Sebagaimana telah disebut di atas. Dr PJ Zoetmulder, SJ baru ditawari kesempatan untuk menduduki jabatan tersebut setelah memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia. Prof Dr PJ Zoetmulder SJ juga mengajar selama enam bulan, setelah perjalanan dari Yogyakarta ke Djakarta pada tahun 1949 kembali dimungkinkan, di Fakultas Sastra dan Filsafat (Faculteit van Letteren en Wijsbegeerte) tentang topik "Filsafat Oriental”.

 

Iklan buku PJ Zoetmulder (lihat Oriëntatie; cultureel maandblad, 1951, No. 42). Prof Dr PJ Zoetmulder, “Cultuur Oost en West” (Budaya Timur dan Barat) diterbitkan oleh van der Peet): "...bahwa ada gunanya menyelidiki apa itu budaya; apa yang membentuk esensinya; apa saja kemungkinan... yang ada dalam esensi itu dalam kontak dengan budaya lain: kemungkinan kemunduran atau pertumbuhan, kemungkinan adaptasi atau kebanjiran". De groene Amsterdammer; weekblad voor Nederland, jrg 76, 1952, No. 14: “Prof Dr PJ Zoetmulder Cultuur Oost en West. Bukan pertimbangan terpisah dari dua budaya yang independen dan sepenuhnya berbeda, melainkan analisis mendalam tentang kemungkinan terjadinya kontak dan pengaruh timbal balik. Kemungkinan ini sama sekali tidak dikesampingkan oleh penulis, profesor bahasa dan sastra Jawa Kuno di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; ia mengkaji kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya hal ini. Ia menolak pesimisme budaya apa pun, baik mengenai budaya Timur maupun Barat. JAM. Penerbit CPJ v d Peet, Amsterdam, 185 hlm. ing. ƒ4.90: Foto (baris depan dari kiri nomor tiga): Prof Dr PJ Zoetmulder SJ sebagai guru besar di Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta (lihat Berichten uit Java; voor de leden van den Sint Claverbond, jrg 60, 1952). Disebutkan pada bulan Januari 1951, Fakultas Sastra resmi dibuka. Bulan berikutnya, Pater (Romo) Dr PJ Zoetmulder SJ, Guru Besar Sastra Oriental, memulai kuliahnya dalam bahasa Jawa Kuno.

Adalah tepat, setelah dengan kematian Dr PJ Zoetmulder, SJ memilih sisa hidupnya yang panjang di Indonesia. Tidak hanya berhasil dalam melayani jemaatnya, Dr PJ Zoetmulder, SJ juga memberi kontribusi bagi negara Indonesia. Dr PJ Zoetmulder, SJ dalam dunia akademik juga memberi kontribusi dalam kajian bahasa Jawa Kuno.


Missienieuws der Nederlandse Jezuïeten, jrg 66, 1958, No. 3, 1958: ‘Keesokan harinya, 5 Februari (1958), batu fondasi diletakkan. Kami telah mengundang Monsignor A Soegyapranata untuk acara ini. Awalnya, niat kami adalah membuat batu peringatan sederhana. Prasasti itu (dalam bahasa Indonesia, tentu saja) berbunyi: “Pada hari Rabu, 5 Februari 1958, saya dibaringkan oleh Yang Mulia, Mgr. Albertus Soegijapranata SJ untuk  menghormati Santo Johanes de Britto”. Kami bermaksud untuk berhenti sampai di situ. Namun apa yang terjadi? Saat penggalian di properti kami, salah satu penggali tiba-tiba datang membawa sebuah temuan arkeologis. Dari kedalaman 2 meter, ia menemukan sebuah batu besar, bulat, dan silindris, yang diukir (dipahat) secara spiral dengan aksara Jawa kuno. Profesor kami, Dr PJ Zoetmulder, SJ, guru besar bahasa Jawa kuno di Universitas Gadjah Mada, dipanggil. Ia mengambil batu itu dan meminta mahasiswanya menguraikannya. Ternyata batu itu adalah penanda batas wilayah bebas pajak kuno. Dalam naskah tersebut, wilayah ini diserahkan untuk dikuasai oleh beberapa desa, yang namanya masih dikenal di sini. Seluruh struktur ini berasal dari tahun Caka 804, yaitu 882 M. Banyaknya nama yang tercantum, masing-masing dengan jabatannya, menunjukkan bahwa masyarakat yang cukup maju telah ada di sini lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Jabatan yang disebutkan meliputi kepala desa, kepala irigasi, penjaga hutan, pengawas hutan, pengawas penabuh gamelan, pengawas jalan dan jembatan, pengawas perhitungan kalender, pengawas pembangunan rumah, pengawas pura, dan pengawas monastisisme’. Catatan: Foto: Benda kepurbakalaan tersebut berupa batu (berbentuk lingga) ditempatkan di pintu di gerbang utama gedung baru Kolese de Britto, sekolah menengah di Yogyakarta (lihat Missienieuws der Nederlandse Jezuïeten, jrg 66, 1958, No. 5). 

Dalam perkembangannya penerus Dr PJ Zoetmulder, SJ mulai hadir di Indonesia. Namanya adalah Franz Magnis, tiba di Indonesia pada tahun 1961. Pada tahun 1977, Franz Magnis memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan sejak itu menamakan diri Franz Magnis-Suseno.


Franz Magnis-Suseno, SJ (dikenal sebagai Romo Magnis; lahir 26 Mei 1936) adalah seorang imam Katolik, pengajar filsafat, dan juga penulis. Magnis merupakan anggota Serikat Yesus. Ia mulai berkarya di Indonesia sejak 1961 sebagai seorang misionaris. Pada tahun 1977, ia menjadi warganegara Indonesia. Ia mempelajari filsafat, teologi dan teori politik di Pullach, Yogyakarta dan München, mengambil doktoral dalam filsafat 1973 dari Universitas München dan sejak 1969 menjadi dosen tetap dan guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Franz Magnis-Suseno lahir di Nurnberg, Jerman, dengan nama Franz Graf von Magnis dari pasangan Ferdinand Graf von Magnis dan Maria Anna Gräfin von Magnis né Prinzessin zu Löwenstein. Sesudah lulus gymnasium di Kolese Yesuit di St. Blasien 1955 ia masuk Ordo Serikat Yesus (Yesuit). Sesudah studi filsafat di Pullach ia 1961 pindah ke Indonesia. Di sana ia belajar bahasa Jawa dan bahasa Indonesia di Girisonta, Jawa Tengah. Pada Bulan April 1962, ia menjadi pengurus asrama siswa dan guru agama di Kolese Kanisius di Jakarta. 1964 sampai 1968 ia studi teologi di Yogyakarta. 1967 ia ditahbiskan imam oleh Kardinal Justinus Darmojuwono. 1968 ia ditugaskan ikut membangun suatu tempat studi filsafat di Jakarta yang kemudian diberi nama Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (diambil dari nama mendiang R.P. Prof. Dr. Nicolaus Drijarkara, SJ). Sekolah Tinggi itu membuka kuliahnya pada tahun 1969 dengan delapan mahasiswa. Dari tahun 1971 sampai 1973, ia studi doktor di Ludwig-Maximilian-Universitas di München dan dipromosi dengan disertasi tentang Karl Marx. Ia kemudian memberi kuliah tentang etika dan filsafat politik dan menjabat sebagai sekretaris eksekutif di STF Driyarkara. Sejak 1975, ia juga mengajar di Universitas Indonesia dan kemudian selama sembilan tahun di Universitas Katolik Parahyangan di Bandung. Pada tahun 1977, ia memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan sejak itu menamakan diri Franz Magnis-Suseno (Wikipedia).

Prof Dr PJ Zoetmulder, SJ berumur panjang. Orang-orang Belanda di Indonesia yang telah menjadi WNI sudah banyak yang beranak-cucu. Bagaimana dengan orang Indonesia yang menjadi warga negara Belanda? Pada tahun 1995 Prof Dr PJ Zoetmulder diberitakan telah meninggal dunia dalam usia tinggi (89 tahun) di Yogyakarta.


Trouw, 12-07-1995: ‘Wafat. Di Surabaya, Indonesia, dokter Fiep Kruyt (81), yang berperan penting dalam karya sosial dan medis untuk misi Protestan, telah meninggal dunia. Beliau adalah generasi ketiga dari keluarganya yang telah bekerja di Indonesia dan Hindia Belanda sejak tahun 1858. Dr P Zoetmulder (89), seorang Jesuit, mantan guru besar Bahasa Jawa Kuno, meninggal dunia pada hari Sabtu (8 Juli) di Yogyakarta. Beliau adalah guru besar Bahasa Jawa Kuno di Universitas Yogyakarta dari tahun 1950 hingga 1973. Selain menempuh pendidikan untuk menjadi imam, Zoetmulder juga mempelajari sastra Indonesia. Kecuali studinya di Belanda, Zoetmulder tetap tinggal di Indonesia selama 70 tahun masa hidupnya sebagai Jesuit. Beliau telah memegang kewarganegaraan Indonesia sejak tahun 1950-an’.

Prof Dr PJ Zoetmulder telah mendapatkan tempatnya yang abadi di Indonesia. Seperti disebut di atas, Dr PJ Zoetmulder, SJ nyaris tewas pada bulan Juni 1940 saat kapal yang mereka tumpangi (saat melarikan diri dari serangan militer Jerman) dari Prancis ke Inggris menjadi sasaran torpedo Jerman. Kapal karam, dua temannya yang sama-sama pastor tenggelam dan meninggal. Keselamatan inilah yang kemudian membawanya terus berlayar ke Indonesia. Kini, Dr PJ Zoetmulder, SJ telah tiada. Namun masih ada penerusnya di Indonesia: Franz Magnis-Suseno.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar