*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Di berbagai tempat biasa ditemukan area yang menjadi komunitas orang-orang Cina yang kini disebut Pecinan (China Town). Pecinan di Lombok terdapat di Ampenan, bukan di Mataram. Meski sekarang Ampenan masuk wilayah Kota Mataram tetapi secara historis pecinan di (pulau) Lombok haruslah dikatakan di Ampenan. Hal ini karena kota Ampenan dan kota Mataram terpisah dalam ruang dan waktu yang berbeda.
Di berbagai tempat biasa ditemukan area yang menjadi komunitas orang-orang Cina yang kini disebut Pecinan (China Town). Pecinan di Lombok terdapat di Ampenan, bukan di Mataram. Meski sekarang Ampenan masuk wilayah Kota Mataram tetapi secara historis pecinan di (pulau) Lombok haruslah dikatakan di Ampenan. Hal ini karena kota Ampenan dan kota Mataram terpisah dalam ruang dan waktu yang berbeda.
Lukisan para pedagang di pelabuhan Ampenan |
Bagaimana terbentuknya perkampongan Cina di kota
(pelabuhan) Ampenan adalah satu hal. Hal lain yang juga penting adalah
bagaimana peran orang-orang Cina di pulau Lombok. Lantas apa pentingnya? Tentu saja penting karena kehadiran orang-orang
Cina di Lombok khususnya di Ampenan adalah bagian dari perjalanan sejarah
Lombok. Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkat wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Ampenan dan Pedagang-Pedagang Cina
Beberapa pedagang Cina yang berdiam di suatu
tempat (kota) tidak cukup untuk membentuk perkampongan Cina. Sejarah pecinan biasanya
mengacu pada suatu kota dimana terbentuk perkampongan orang-orang Cina.
Perkampongan ini dari tempo doeloe tetap eksis (hingga ini hari). Suatu pecinan
cenderung bersifat historis.
Disebut
adanya perkampongan Cina jika diantara mereka telah menunjuk pimpinan mereka
dan diakui oleh Pemerintah (Hindia Belanda). Para pemimpin mereka dikenal
dengan nama luitenant atau kapitein Cina. Jika populasinya sangat besar
pemimpinnya disebut dengan pangkat majoor. Di dalam sejarahnya di Hindia
Belanda, pangkat majoor hanya ditemukan di Batavia dan Medan.
Pada tahun 1901pemimpin orang-orang Cina di kota
Ampenan diketahui adalah Ong Ka Lok (lihat De locomotief : Samarangsch handels-
en advertentie-blad, 05-11-1901). Tidak diketahui sejak kapan Ong Ka Lok
bermukim di Ampenan, tetapi paling tidak kehadirannya sudah diketahui pada
tahun 1894 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-11-1894). Pada permulaan
pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda di Ampenan (Lombok) tahun 1895 Ong
Ka Lok diangkat pemerintah sebegai anggota dewan setempat (landraad).
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 01-10-1895 |
Dari keanggotaan Landraad di Ampenan tahun 1895,
nama-nama yang diangkat mengindikasikan mewakili masing-masing komunitas dari
populasi di kota Ampenan seperti Bugis, Melayu, Arab, Jawa dan Cina.
Pada
tahun 1904 Ong Ka Lok sebagai pemimpin Cina di Ampenan diberikan cuti oleh
pemerintah selama setahun ke China (lihat De locomotief, 06-06-1904). Untuk
menggantikan posisi Ong Ka Lok selama cuti diangkat Ang Tek Tjhoen, pedagang di
Ampenan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sejarah Awal Pelabuhan Ampenan
Pelabuhan Ampenan mulai berkembang pada era VOC.
Satu-satunya pelabuhan besar pada awal kehadiran Belanda adalah pelabuhan
Lombok di teluk Lombok. Suatu pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan kerajaan
Selaparang (sekitar Pringgabaya yang sekarang). Pelabuhan Lombok ini tercatat
dalam laporan ekspedisi Belanda pertama tahun 1597 yang dipimpin oleh Cornelis
de Houtman. Pelabuhan Lombok ini juga dikunjungi oleh ekspedisi Belanda kedua
pada tahun 1599. Dalam perkembangannya pelabuhan utama kerajaan Selaparang bergeser
ke Ampenan.
Pelabuhan Ampenan (Peta 1720) |
Pergeseran pelabuhan (kerajaan Selaparang) dari
teluk Lombok ke teluk Ampenan diduga karena posisinya yang strategis di jalar
pelayaran internasional. Suatu posisi silang jalur pelayaran Batavia-Banda/Amboina
dan jalur pelayaran laut China selatan-Australia (Sidney). Pantai barat pulau
Lombok lebih aman daripada pantai timur Bali. Pada jalur pantai timur Bali
banyak hambatan batu karang dan arus laut yang kuat. Secara alamiah (keamanan,
kesehatan dan posisi silang jalur pelayaran) adalah pelabuhan strategis dan
terus berkembang.
Pada
tahun 1740 pelabuhan Ampenan dianeksasi kerajaan Karangasem (Bali) yang lalu
kemudian terjadi invasi kerajaan Karangasem di pulau Lombok (kerajaan
Selaparang lalu memudar) dan muncul kerajaan Bali Selaparang (vassal dari
kerajaan Karangasem Bali). Aneksasi kerajaan Karangasem di Lombok terjadi pada
periode melemahnya pengaruh perdagangan Gowa dan VOC di Ampenan. Pada tahun
1740 pemerintah VOC menghadapi kerusuhan di Batavia (pemberontakan orang-orang
Cina).
Pos pedagangan VOC yang awalnya berada di jalur
pelayaran tradisional (Batavia-Djepara, Bima dan Banda/Amboina di bagian tengah
Hindia (pasca Perang Gowa, 1669) mulai terkonsentrasi di tiga titik utama yakni
di Soerabaja, Makassar dan Bima. Rentang kendali (perdagangan) Residen VOC di
Soerabaja dan Residen VOC dimana terlalu jauh ke (pulau) Bali dan Lombok. Pada
era inilah pedagang-pedagang Inggris banyak yang lalu lalang di seputar Bali
dan Lombok. Lambat laun banyak pelabuhan-pelabuhan kecil di Bali dan Lombok
kurang kondusif bagi pedagang-pedagang VOC. Boleh jadi pada situasi dan kondisi
ini ada peran pedagang-pedagang Inggris yang menimbulkan terjadinya aneksasi
Karangasem ke Lombok.
Sementara
VOC mulai melemah, perusahaan dagang Inggris di pantai barat Sumatra semakin
menguat (yang telah menempatkan gubernurnya di Bengkoelen). Kekuatan Inggris di
pantai barat Sumatra karena kedekatan dengan pusat perdagangan utama Inggris di
India (Calcutta). Untuk meminimalkan pala dan cengkeh dari Maluku,
pedagang-pedagang Inggris membangun perkebunan pala dan cengkeh di Bengkoelen. Sehubungan
dengan perseteruan antara Inggris dan Belanda (VOC) para pedagang-pedagang
Inggris lebih konsentrasi jalur perdagangan selat Sunda (Sumatra, China dan
Australia) dan jalur perdagangan Inggris di selat Lombok ditinggalkan. Lalu akhirnya
VOC betul-betul melemah dan dibubarkan pada tahun 1799. Kerajaan Belanda
mengakuisisi VOC dan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Namun penataan dan pembentukan
cabang-cabang baru Pemerintah Hindia Belanda (yang meneruskan cabang-cabang
pemerintahan VOC) tidak mudah. Hal ini yang menyebabkan Pemerintah Hindia
Belanda terkesan hanya terkonsentrasi di Jawa, Madura, Banjarmasin dan
Palembang serta Makassar dan pulau Seram (Amboina). Semasih Pemerintah Hindia
Belanda masih sibuk dengan penataan (pembangunan) di Jawa dan khususnya di
Batavia, terjadi invasi Inggris dan berhasil menguasai Batavia dan seluruh Jawa
pada tahun 1811.
Pada era pendudukan Inggris (1811-1816)
pedagang-pedagang Inggris kembali bersemi di perairan Bali dan Lombok. Ini
dapat dipahami karena Inggris sejatinya ingin memperkuat jalur perdagangannya,
India, Sumatra, Semenanjung hingga ke China di satu sisi dan di sisi lain juga
memperkuat jalur perdagangan Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok dengan Australia.
Namun pendudukan Inggris hanya berlangsung singkat dan harus berakhir pada
tahun 1816. Kembalinya Peerintah Hindia Belanda dan dalam perkembangannya
pengaruh Inggris semakin menguat di Semenanjung memunculkan perjanjian antar
dua kerajaan di Eropa (Inggris dan Belanda) yang ditandai dengan Tractat London
pada tahun 1824 (tukar guling antara Bengkoelen di Sumatra dan Malaka di
Semenanjung. Berakhir sudah wilayah administratif Inggris di Hindia.
Meski
secara administratif wilayan Inggris dan wilayah Belanda sudah dipisahkan
secara tegas, tetapi para pedagang-pedagang Inggris masih lalu lalang di
Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok. Para pedagang Inggris di pulau-pulau tersebut
masih diberi izin oleh Pemerintah Hindia Belanda (tetapi tidak dalam urusan
administratif atau hal-hal yang menimbulkan ketidakamanan). Pedagang-pedagang
Inggris di Hindia tidak sepenuhnya berorientasi ke Batavia tetapi banyak
diantaranya yang berorientasi ke Penang dan Singapoera (dua pos perdagangan
utama Inggris di Semenanjung).
Salah satu pedagang Inggris di Hindia (yang
awalnya berdagang antara pantai barat Sumatra dan Batavia) mulai menggeser
ruang jelajahnya ke arah timur Batavia yakni antara Semarang dan Inggris yang
terhubung dengan Singapoera dan Sidney. Lambat laun pedagang Inggris tersebut
memindahkan pos perdagangannya ke Banyuwangi dan Bali. Pedagang tersebut bernama
GP King. Dalam perkembangannya pada tahun 1833 GP King sudah mulai membangun
perdagangan di Ampenan (Lombok). Tampaknya GP King bernafsu untuk menanamkan
pengaruhnya di Ampenan (sebagai jalur strategis antara Singapoera dan Sidney).
GP King
berhasil menjadi ‘penguasa’ di Ampenan. Ini bermula ketika pedagang-pedagang
Denmark sangat sukses membangun perdagangan di (kerajaan Karangasem) di seletan
pelabuhan Ampenan. GP King berkolaborasi dengan pangeran (kerajaan) Mataram
yang lalu kemudian terjadi perang saudara (Bali) antara kerajaan Karangasem dan
kerajaan Mataram. Kerajaan Karangasem berhasil dikalahkan Mataram dan pusat
kerajaan Karangasem dihancurkan (1838). Kerajaan Mataram menjadi penguasa
tunggal di (pulau) Lombok. GP King menjadi sangat berpengaruh di kerajaan
Mataram dan menjadi kaya raya. Pada saat kunjungan ekspedisi ilmiah ke Lombok
pada tahun 1847 Heinrich Zollienger banyak berbicara dengan GP King. Zollienger
adalah utusan Pemerintah Hindia Belanda pasca Perang Bali tahun 1846 (yang mana
Pemerintah Hindia Belanda dan radja Bali Selaparang di Mataram telah
menandatangi perjanjian (placaat). Di mata pedagang-pedagang Belanda GP King di
Lombok adalah semacam batu karang pengganggu. Sementara GP King terus
memperkuat kerajaan Mataram di Lombok dan bahkan telah membeli kapal dari
Singapoera dan Sidney. GP King sadar tidak sadar telah membuat Pemerintah
Hindia Belanda geram karena GP King juga terlibat dalam impor senjata dari
Singapoera untuk kebutuhan kerajaan Mataram untuk lebih menekan secara ekonomi penduduk
Sasak. Terjadilah riak-riak pemberontakan penduduk Sasak kepada kerajaan Bali
Selaparang di Mataram. Akhir dari perseteruan para pemimpin Sasak dengan Radja
Bali Selaparang memnyebabkan Pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi.
Pasal yang diajukan kepada Radja Bali Selaparang di Mataram pada hematnya dua
poin utama yang pertama tidak menyelenggarakan keamanan yang kondusif di Lombok
dan kedua soal impor senjata dari luar yang nota bene digunakan yang
menyebabkan gangguan keamanan di (pulau) Lombok (melanggar perjanjian tahun
1846). Pada tahun 1894 Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi militer ke
Lombok dan kerajaan Mataram (puri Tjakranegara) hancur. Perang Lombok ini
berakhir pada tahun 1895.
Pengaruh GP King di Ampenan (dan Mataram)
berakhir. Sehubungan dengan intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Lombok,
menjelang berakhirnya Perang Lombok (1895) dalam melawan Radja Bali Selaparang
mulai dibentuk cabang pemerintahan Hindia Belanda di Ampenan. Salah satu
pedagang Cina di Ampenan turut diangkat menjadi salah satu pejabat lokal di
Ampenan. Padagang Cina tersebut adalah Ong Ka Lok (yang juga bertindak sebagai
hoofd der Chineezen di Ampenan. Era baru pedagang-pedagang Cina di (kota) Ampenan
dimulai.
Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1847 |
Sebelum terbentuk perkampongan Cina di Ampenan,
kota sendiri menurut Heinrich Zollinger (1847) hanya terdiri dari empat kampong
(sesuai penghuninya), yakni kampong Boegis, kampong Sasak, kampong Bali dan
kampong Malajoe. Kampong Boegis terletak pada zona utara-barat; kampong Sasak
terletak di zona utara-timur; kampong Bali terletak di zona selatan-timur; dan
kampong Malajoe terletak di zona selatan-barat yang berbatasan dengan pantai.
Jumlah orang Eropa dan Cina sangat sedikit. Jumlah orang Cina sudah menurun
jumlahnya belakangan ini. Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1847
Menurunnya jumlah orang Cina di Ampenan, besar dugaan karena pengaruh kuat dari GP King. Meski populasi Eropa dan Cina sangat sedikit di pelabuhan Ampenan, namun untuk kegiatan perdagangan tampaknya telah dikuasai oleh KP King. Menurut Heinrich Zollinger (1847) yang bongkar muat di pelabuhan Ampenan hanya kapal-kapal GP King dan kapal pedagang Cina dengan perbandingan 2:1. Di dalam laporan Zollinger disebutkan bahwa perdagangan beras grosir (di Ampenan) dibagi antara King dan orang Cina, yang mana King dua kapal dan satu kapal Cina pada gilirannya. Tidak ada kapal yang dapat menghindari perjanjian yang dibuat oleh para pangeran ini. Perjanjian tersebut menentukan harga tawar-menawar dan penjualan. Para pengeran (Bali Selaparang) menikmati setengah keuntungan dari seluruh perdagangan beras. Dalam hal ini dengan perbandingan seperti itu King sebenarnya adalah pemegang hak monopoli perdagangan beras di Ampenan dan para pangeran mendapatkan keuntungan besar dari monopoli (perjanjian) tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar