*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Akhir-akhir di Malaysia semakin
kerap muncul kritik terhadap bernegara, bahkan tidak sedikit guru besar yang
melontarkan kritik. Kritik itu tidak hanya soal ekonomi, juga aspek-aspek lain
seperti bahasa, pendidikan, budaya hingga permasalahan politik. Kritik terdapat
di semua negara, termasuk Indonesia, tetapi kritik di Malaysia banyak hal yang
sangat mendasar seperti bahasa, pendidikan dan politik. Mengapa? Di Indonesia
permasalahannya sudah selesai, meski ada kritik tetapi sifatnya minor (hanya
soal kebijakan dan program).
Malaysia mengadopsi sistem demokrasi parlementer di bawah pemerintahan monarki konstitusional. Malaysia dipimpin oleh Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong yang dipilih dari sembilan sultan negeri Melayu untuk menjabat selama lima tahun sebagai Kepala Negara dan Pemerintah Tertinggi Angkatan Bersenjata. Sistem ini adalah berdasarkan sistem Westminster karena Malaysia merupakan bekas koloni Inggris. Kekuasaan eksekutif ditentukan oleh kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Berdasarkan konstitusi Malaysia, Perdana Menteri haruslah seorang anggota Dewan Rakyat, yang menurut Yang di-Pertuan Agong, memimpin kelompok mayoritas dalam parlemen. Sedangkan kabinet merupakan anggota parlemen yang dipilih dari Dewan Rakyat atau Dewan Negara. Malaysia mengamalkan sistem parlemen dua kamar: Dewan Rakyat dan Dewan Negara. Dewan Negara memiliki 70 orang yang terpilih selama 3 tahun. Pemilihan anggotanya bisa dibagi dua: 26 anggota dipilih oleh Dewan Undangan Negeri sebagai perwakilan 13 negara bagian, 44 anggota lagi ditunjuk oleh Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong atas nasihat Perdana Menteri, termasuk dua anggota dari Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, dan satu anggota masing-masing dari Labuan dan Putrajaya. Dewan Rakyat itu memiliki sebanyak 222 anggota, dan setiap anggota mewakili satu daerah pemilihan. Anggota dipilih atas dasar dukungan banyak pihak melalui pemilu. Setiap anggota Dewan Rakyat menjabat selama 5 tahun, dan setelah itu pemilu yang baru akan diadakan. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah mengapa ada akademisi Malaysia kritik negara Sendiri? Seperti disebut di atas, ada perbedaan domain antara Indonesia dan Malaysia dalam hal kritik bernegara. . Lalu bagaimana sejarah mengapa ada akademisi Malaysia kritik negara Sendiri? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.