Minggu, 07 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (218): Pahlawan Nasional Diasingkan Dalam Negeri, Siapa Saja? Mengapa Diasingkan Pulau Berbeda?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada Pahlawan Nasional diasingkan ke luar negeri. Tentu saja lebih banyak Pahlawan Nasional yang diasingkan di dalam negeri. Umumnya di dalam negeri diasingkan di pulau yang berbeda. Mengapa harus diasingkan? Apakah tidak cukup di dalam penjara di dalam kota atau pulau yang sama? Nah, itulah perbedaannya dengan perihal pengadilan masa kini dengan masa lampau (era kolonial).

Pada masa kolonial, proses pengadilan yang telah menjatuhkan hukuman ke dalam berbagai kategori (seperti sekarang): perdata, pidana (kriminal) dan politik. Soal perdata dapat dalam bentuk kurungan dan atau denda. Untuk pidana dapat dibagi lagi ke dalam hukuman ringan, sedang dan berat. Sementara, hukuman berat tidak cukup dengan kurungan? Nah, itu dia. Banyak para terpidana dengan hukuman berat harus menjalani hukuman rantai dan dipekerjakan di tempat (pulau beebeda) dan jenis kegiatan dengan risiko tinggi, seperti membuat terowongan, membangun jalan rintisan (mereka ini banyak tidak selamat). Mereka ini dari sisi pemerintah dihukum tapi dapat dimanfaatkan (eksplitasi). Sedangkan yang dihukum terkait politik juga dapat dibagi kedalam lama hukuman. Untuk pelanggaran berat dan seumur hidup yang dianggap membahayakan pemerintahan diasingkan (dibuang).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional diasingkan di dalam negeri? Seperti disebut di atas, pengasingan bagi tahanan politik ditempatkan di pulau yang berbeda. Beberapa diantaranya Pangeran Diponegoro (Jawa) dan Tuanku Imam Bonjol (Sumatra) ke Sulawesi. Ir Soekarno ke Flores (dan Bengkulu) dan Mohamad Hatta ke Digoel (dan Banda). Pada era pendudukan Jepang tidak mengenal pengasingan, tetapi bagi yang terkait hukuman politi terberat dijebloskan ke penjara terketat diawasi militer di Malang (salah satu yang ditahan adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap). Bagaimana semua itu berbeda-beda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 06 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (217): Pahlawan Nasional Diasingkan di Afrika Selatan 1693; Syekh Yusuf Tajul Khalwati (1626-1699)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada sejumlah Pahlawan Nasional pernah diasingkan, tetapi hanya beberapa yang diasingkan ke luar negeri. Syekh Yusuf Tajul Khalwati (1626-1699) diasingkan ke negeri jauh di Afrika Selatan. Disebutkan Syekh Yusuf oleh warganya sebagai Tuanta Salamaka ri Gowa (tuan guru penyelamat kita dari Gowa). Syekh Yusuf tumbuh semasa Sultan Alauddin (1593-1639) di kerajaan Gowa (sultan pertama yang muslim). Sepulang dari Mekkah disebutkan Syekh Yusuf menjadi mufti di Banten. Saat mana kesultanan Banten (Sultan Tirtajasa), dikalahkan VOC (Belanda) tahun 1682, Syekh Yusuf ditangkap dan diasingkan ke Srilanka pada September 1684 dan kemudian dipindahkan ke Afrika Selatan pada bulan Juli 1693.

Salah satu tempat pengasigan pada era VOC adalah di Afrika Selatan (Goode Hoop). Jauh sebelum Syekh Yusuf Tajul Khalwati diasingkan, sudah banyak pemimpin pribumi yang diasingkan ke Afrika Selatan. Setahun yang lalu seorang warga Indonesia mewakili kawan-kawanya di Cape Town (Afrika Selatan) mengirim kepada saya foto sebuah prasasti untuk dimintai komentar atas prasasti tersebut. Di dalam prasasti itu disebut pada tanggal 24 Januari 1667, melalui kapal Polsbroek dari Batavia tiga pemimpin dari pantai barat Sumatra diasingkan. Mereka ini sejatinya dapat dikatakan gelombang pertama pribumi yang diasingkan ke Afrika Selatan. Saya menjawab pertanyaan rekan kita dari Cape Town itu bahwa para pemimpin itu melakukan perlawanan kepada pemerintah VOC, yakni ketika para militer VOC melakukan ekspedisi ke pantai barat Sumatra tahun 1665 untuk mengusir pengaruh Aceh. Militer VOC ini turut dibantu oleh pasukan Aroe Palakka (Bone). Pemimpin perlawanan, yang notabene perwakilan Aceh di pantai barat Sumatra, inilah yang ditangkap dibawa ke Batavia dan tiga tokohnya diasingkan ke Afrika Selatan. Besar dugaan ketiga pemimpin itu adalah raja Pasaman, raja Ticoe dan raja Pariaman/Paoeh.

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Syekh Yusuf Tajul Khalwati (1626-1699) asal Gowa? Seperti disebut di atas, Syekh Yusuf yang berasal dari (kerajaan) Gowa menjadi mufti (kerajaan) Banten. Saat terjadi peristiwa politik di Banten (antara anak dan ayah), Syekh Yusuf salah satu yang ditangkap dan diasingkan ke Afrika Selatan. Lalu bagaimana sejarah Syekh Yusuf asal Gowa berjuang di Banten dan kemudian diasingkan ke Afrika Selatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.