Kamis, 12 Januari 2023

Sejarah Surakarta (32): Sekolah Menengah AMS di Surakarta dan Armijn Pane; Sekolah Menengah HBS dan AMS di Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Jauh di masa lampau, pada era Pemerintah Hindia Belanda sudah terbentuk sekolah menengah Eropa (HBS) seiring dengan kemajuan yang dicapai sekolah-sekolah dasar Eropa (ELS). Paralel dengan itu dilakukan perluasan dengan membentuk sekolah dasar Belanda-Pribumi (HIS) yang kemudian dibentuk sekolah menengah umum (AMS). Lulusan sekolah HBS dan sekolah AMS dapat melanjutkan Pendidikan ke tingkat perguruan tinggi (universitas). Di Soerakarta tidak ada HBS, tetapi kemudian didirikan AMS. Salah satu siswanya yang terkenal adalah Armijn Pane.


Algemene Middelbare School Solo 1925-1932: Portrait of the First Multicultiral Education in Indonesia. Heri Priyatmoko (Paramita: Historical Studies Journal (Vol 32, Number 2, 2022). Enam dekade silam, Muhammad Yamin bersama kaum cerdik pandai lainnya mewujudkan impian pribumisasi historiografi Indonesia dalam forum Seminar Sejarah Nasional Indonesia I. Pengetahuan tentang sejarah Nusantara diperoleh Yamin tatkala duduk di Algemmene Middelbare School (AMS) Solo. Di sini pula, perspektif siswa diperluas dengan pandang--an dari sudut Islam, Hindu, dan Buddha lantaran mereka dicekoki kebudayaan Indonesia yang terbentuk dari percampuran antara unsur budaya Islam, Hindu, dan Buddha. Tidak lupa mempelajari juga kesusasteraan Jawa dan Melayu dengan guru Raden Tumenggung Yasawidagda. Pada era 1926, tercatat sekolahan ini sudah memperoleh murid lebih dari 100 orang. Mereka berasal dari Ambon, Batak, Padang, Aceh, Betawi, Priyangan, Madura, Sumatra, Bali, dan Jawa bagian tengah, serta kelompok Tionghoa dan Belanda. Fakta historis tersebut menujukkan bahwa AMS Solo merupakan sekolah favorit kala itu, setidaknya terdengar sampai ke luar Jawa. Sekolah pertama di Indonesia yang mengajarkan pendidikan multikultural ini melahirkan banyak tokoh terkemuka di kemudian hari seperti Dr. Prijono, Dr Tjan Tjoe Siem, Armijn Pane, Amir Hamzah, Ahdiat K. Mihardja, Prof. Mr. Kusumadi, Prof. Ali Afandi dan lainnya. Makalah ini bertujuan untuk mendiskusikan model pembelajaran di AMS Solo yang berbasis keragaman budaya, profil para guru hebat di AMS yang berhasil menelurkan sederet tokoh bangsa, serta respon pemerintah kolonial Belanda dan kerajaan pribumi (https://journal.unnes.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah sekolah menengah AMS di Soerakarta dan Armijn Pane? Seperti disebut di atas di Soerakarta tidak ada sekolah HBS (hanya ada terdekat di Semarang), lalu dalam perkembangannya didirikan AMS dimana salah satu siswanya adalah Armijn Pane. Dalam hal inilah kita berbicara sekolah HBS dan AMS pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah sekolah menengah AMS di Soerakarta dan Armijn Pane? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (31): Kongres Bahasa Jawa 1924 di Solo; Kongres Pemuda 1928 hingga Kongres Bahasa Indonesia 1938


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Lembaga bahasa Jawa sudah dirintis sejak lama di Soerakarta, tepatnya tahun 1832. Bahasa Jawa sebagai elemen penting kebudayaan Jawa, terus dikembangkan dan tetap berkembang. Ketika pengembangannya mulai menurun, muncullah gagasan untuk menyelenggarakan kongres bahasa Jawa. Kongres bahasa Jaw aini diadakan di Soerakarta tahun 1924. Dari Soerakarta ke Soerakarta. Bagaimana dengan kongres bahasa Indonesia. Itu baru terjadi pada tahun 1938. Selama ini bahasa Indonesia hanya dipatenkan pada Kongres Pemuda 1928. 


Kongres Bahasa Jawa diadakan 5 tahunan membahas mengenai Bahasa dan Budaya Jawa. Acara ini diselenggarakan oleh 3 provinsi secara bergantian di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Kongres Bahasa Jawa I diadakan di Kota Semarang pada 15-20 Juli 1991 dan hingga saat ini telah dilaksanakan sebanyak 5 kali dengan diadakannya kongres Bahasa Jawa V di kota Surabaya tahun 2011. Kongres Bahasa Jawa I, 15-21 Juli 1991 di Semarang; Kongres II, 22-26 Oktober 1996 di Malang; Kongres III, 15-21 Juli 2001 di Jogjakarta; Kongres IV, 10-14 September 2006 di Semarang; Kongres V tahun 2011 di Surabaya; Kongres VI tahun 2016 di Yogyakarta. Kongres Bahasa Indonesia adalah pertemuan lima tahunan untuk membahas Bahasa Indonesia dan perkembangannya. Kongres ini pertama kali diadakan di kota Solo pada tahun 1938, mulanya kongres diadakan untuk memperingati hari Sumpah Pemuda 1928, ajang ini juga untuk membahas perkembangan bahasa dan sastra Indonesia dan rencana pengembangannya. Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, 25-27 Juni 1938; Kongres II di Medan, 28 Oktober-2 November 1954; Kongres III di Jakarta, 28 Oktober-3 November 1978; Kongres IV di Jakarta, 21-26 November 1983; Kongres V di Jakarta, 27 Oktober-3 November 1988; Kongres VI di Jakarta, 28 Oktober-2 November 1993; Kongres VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998; Kongres VIII, Jakarta, 14-17 Oktober 2003; Kongres IX, Jakarta, 28 Oktober-1 November 2008; Kongres X, Jakarta, 28 Oktober-31 Oktober 2013; Kongres XI, Jakarta, 28-31 Oktober 2018 (Wikipedia).  

Lantas bagaimana sejarah kongres bahasa, Kongres Bahasa Jawa 1924? Seperti disebut di atas, kongres bahasa pertama diadakan di Indonesia (baca: Hindia Belanda) adalah kongre bahasa Jawa yang diadakan di Soerakarta. Setelah kongres ke kongres akhirnya diadakan Kongres Bahasa Indonesia tahun 1938. Bagaimana dengan kongres bahasa Jawa sendiri? Lalu bagaimana sejarah kongres bahasa, Kongres Bahasa Jawa 1924? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.