Selasa, 08 September 2020

Sejarah Manado (25): Sejarah Surat Kabar di Manado, Nicolaas Graafland dan Tjahaja Siang (1869); Pangemanan dan Manoppo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Surat kabar sudah sejak lama ada di (residentie) Manado. Surat kabar pertama terbit pada tahun 1869 yang dikelola oleh zending (misionaris). Surat kabar berbahasa Melayu ini diberi nama Tjahaja Sijang [Tjahaja Siang] dengan redaktur Nicolaas Graafland. Surat kabar dicetak dan diterbitan di Tanawangko. Surat kabar ini cukup lama bertahan hingga pada akhirnya tahun 1917 dijual kepada pribadi.

Surat kabar berbahasa Belanda sudah sejak lama ada, sejak era VOC. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda terbit surat kabar Bataviasche koloniale courant dengan edisi pertama tanggal 5 Januari 1810. Surat kabar ini digantikan surat kabar berbahasa Inggris Java Government Gazette pada era pendudukn Inggris (1811-1816). Setelah itu terbit kembali surat kabar berbahasa Belanda Bataviasche courant. Lalu kemudian terbit surat kabar lainnya di Batavia, di Soerabaja (sejak 1837), Semarang (1845), Pasoeroean dan Padang (1859) serta Makassar (1861). Surat kabar berbahasa Melayu pertama terbit tahun 1856 di Soerabaja yakni Soerat kabar Bahasa melaijoe yang diterbitkan E. Fuhri & Co. Surat kabar berbahasa Melayu yang kedua terbit tahun 1858 di Batavia bernama Soerat chabar Batawie. Surat kabar berbahasa Melayu yang ketiga terbit tahun 1860 di Semarang bernama Selompret Malajoe,

Lantas bagaimana perjalanan sejarah surat kabar Tjahaja Siang? Yang jelas surat kabar ini tidak bias dipisahkan dengan Nicolaas Graafland. Perkembangan surat kabar ini memicu munculnya nama-nama pribumi dari Minahasa. Uniknya tidak di Minahasa tetapi di Batavia yang dapat disebut dua nama penting Pangemanann dan Johan Manoppo. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Manado (24): Sejarah Kema, Kota Pelabuhan Tempo Doeloe; Nama Pulau Kei di Banda dan Pelabuhan Kaimana di Papua

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Nama Kema pada masa ini di (provinsi) Sulawesi Utara hanyalah nama sebuah kecamatan di kabupaten Minahasa Utara. Oleh karena itu kota kecil eks pelabuhan ini terkesan menjadi tidak penting. Namun jika memperhatikan sejarahnya, sesungguhnya nama Kema dan nama Manado sama pentingnya masa lampau. Dua nama ini tempo doeloe telah menjadi pusat perdagangan (pelabuhan) bahkan sejak era Spanyol dan Portugis. Nama Kema bahkan sudah dikenal jauh sebelum nama Minahasa menjadi popular.

Nama Kema adalah nama unik. Tidak diketahui secara jelas mengapa namanya disebut Kema. Namun jika namanya sudah eksis sejak era Spanyol dan Portugis maka nama Kema dapat dihubungkan dengan nama-nama pelabuhan lain pada era Portugis seperti pulau Kei dan teluk Kaimana. Berdasarkan peta-peta kuno teluk dalam bahasa Portugis disebut Cayo yang diduga menjadi asal-usul nama pulau Kai atau Kei. Orang-orang Portugis juga sudah mencapai Papoea untuk berdagang. Seperti halnya nama pulau Kei, lalu apakah nama Kaimana juga terkait dengan orang-orang Portugis ini? Itu satu hal. Hal lainnya adalah ketika kehadiran orang-orang Spanyol dan Portugis di kawasan (sebelum kehadiran orang Belanda) sudah eksis pedagang-pedagang Moor (asal Afrika Utara). Nama Moor diduga yang menjadi asal usul nama (pulau) Morotai, nama teluk Amoerang dan nama (etnik) Moro di pulau Mindanao (Filipina).

Lantas bagaimana sejarah Kema sendiri? Yang jelas pada masa ini nama Kema tenggelam setelah nama (pelabuhan) Bitung mengapung pada era perseteruan . Pelabuhan Bitung sendiri adalah suksesi pelabuhan Kema. Lalu apa pentingnya sejarah Kema? Kema memiliki sejarah yang tua dan begitu lama. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Oleh karena itu, nama Kema seharusnya masuk dalam narasi sejarah (provinsi) Sulawesi Utara. Dalam hubungan ini, seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.