Selasa, 08 September 2020

Sejarah Manado (25): Sejarah Surat Kabar di Manado, Nicolaas Graafland dan Tjahaja Siang (1869); Pangemanan dan Manoppo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Surat kabar sudah sejak lama ada di (residentie) Manado. Surat kabar pertama terbit pada tahun 1869 yang dikelola oleh zending (misionaris). Surat kabar berbahasa Melayu ini diberi nama Tjahaja Sijang [Tjahaja Siang] dengan redaktur Nicolaas Graafland. Surat kabar dicetak dan diterbitan di Tanawangko. Surat kabar ini cukup lama bertahan hingga pada akhirnya tahun 1917 dijual kepada pribadi.

Surat kabar berbahasa Belanda sudah sejak lama ada, sejak era VOC. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda terbit surat kabar Bataviasche koloniale courant dengan edisi pertama tanggal 5 Januari 1810. Surat kabar ini digantikan surat kabar berbahasa Inggris Java Government Gazette pada era pendudukn Inggris (1811-1816). Setelah itu terbit kembali surat kabar berbahasa Belanda Bataviasche courant. Lalu kemudian terbit surat kabar lainnya di Batavia, di Soerabaja (sejak 1837), Semarang (1845), Pasoeroean dan Padang (1859) serta Makassar (1861). Surat kabar berbahasa Melayu pertama terbit tahun 1856 di Soerabaja yakni Soerat kabar Bahasa melaijoe yang diterbitkan E. Fuhri & Co. Surat kabar berbahasa Melayu yang kedua terbit tahun 1858 di Batavia bernama Soerat chabar Batawie. Surat kabar berbahasa Melayu yang ketiga terbit tahun 1860 di Semarang bernama Selompret Malajoe,

Lantas bagaimana perjalanan sejarah surat kabar Tjahaja Siang? Yang jelas surat kabar ini tidak bias dipisahkan dengan Nicolaas Graafland. Perkembangan surat kabar ini memicu munculnya nama-nama pribumi dari Minahasa. Uniknya tidak di Minahasa tetapi di Batavia yang dapat disebut dua nama penting Pangemanann dan Johan Manoppo. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nicolaas Graafland dan Tjahaja Siang di Manado

Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan pribumi dan pers berbahasa Melayu beriringan. Tonggak pendidikan pribumi pada dasarnya dimulai tahun 1851sehubungan dengan didirikannya sekolah guru pribumi (Inlandche Kweekschool) di Soeracarta. Sekolah guru ini didirikan untuk memperbanyak guru-guru di sekolah pribumi. Pada tahun 1856 sekolah guru kedua didirikan di Fort de Kock (kini Bukittinggi).

Pada tahun 1851 seorang guru muda yang dikirim misionaris Belanda (NZG) bernama Nicolaas Graafland mulai bekerja di Minahasa. Untuk memperbanyak guru-guru misionaris, Nicolaas Graafland mendirikan sekolah guru zending. Sekolah guru yang awalnya berada di Sonder dipindahkan ke Tanawangko pada tahun 1854. Sementara itu pada tahun 1857 seorang siswa di Afdeeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli bernama Sati Nasoetion berangkat studi ke Belanda untuk mendapatkan akte guru. Pada tahun 1860 Sati Nasoetion alias Willem Iskander lulus dan pada tahun 1861 kembali ke tanah air dan kemudian membuka sekolah guru (kweekschool) di kampong halamannya di Tanobato (onderafdeeling Mandailing). Pada tahun-tahun ini Nicolaas Graafland di Tanawangko untuk mendukung sekolah guru dan kegiatan misionaris membuat percetakan dan penerbitan. Sementara Willem Iskander untuk kebutuhan pengajaran di sekolahnya di Tanobato mencetak buku pelajaran di Batavia dan Padang.

Setelah kunjungan Inspektur Pendidikan Pribumi ke Tanobato JA van Chijs tahun 1863 membuat heboh di seluruh Hindia Belanda. Chijs menyatakan bahwa sekolah guru Tanobato adalah sekolah guru yang memiliki kualifikasi dan dianggap yang terbaik di Hindia Belanda. Sejak itu Pemerintah Hindia Belanda mulai menata pendidikan pribumi. Sekolah guru yang dikelola zending di Ambon (yang didirikan dan dikelola NBJ Roskott) dan Minahasa (yang didirikan dan dikelola Nicolaas Graafland) relatif tidak memiliki arti dalam (kualitas) pendidikan.

Sekolah guru Ambon pimpinan NBJ Roskott sekolah guru Minahasa Nicolaas Graafland langsung loyo dan mati suri. Sekolah guru Ambon akhirnya ditutup tahun 1864 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1870). Sementara itu pada tahun 1865 Kweekschool Tanobato diakuuisisi pemerintah dan dijadikan sebagai sekolah guru negeri yang ketiga di Hindia Belanda. Pada tahun 1866 oleh pengusaha KF Holle dkk di Preanger membangun sekolah guru di Bandoeng (kemudian diakuisisi pemerintah sebagai sekolah guru negeri yang keempat). Namun celakanya, Pemerintah Hindia Belanda tidak segera merehabilitasi dan membina serta menata sekolah guru di Ambon dan Minhasa. Persoalannya karena anggaran pemerintah sangat terbatas. Dampaknya, tingkat (kualitas) pendidikan di Residentie Amboina dan Residentie Manado jatuh menjadi sangat terbelakang relatif terhadap wilayah dimana sekolah guru negeri berada.

Nicolaas Graafland di Tanawangko tentu saja tidak patah arang. Untuk menggantikan fungsi sekolah guru, Nicolaas Graafland merintis pembuatan surat kabar. Sejumlah surat kabar berbahasa Melayu saat itu sudah didirikan di sejumlah kota seperti di Batavia, Soerabaja dan Semarang. Dengan modal percetakan yang sudah ada yang juga didukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakannya, Nicolaas Graafland menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu di Tanawangko pada tahun 1869. Surat kabar ini diberi nama Tjahaja Siang (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-07-1869).

Di Minahasa sudah ada surat kabar, tetapi sekolah guru ditutup. Sementara itu di afdeeling Mandailing dan Angkola hanya sekolah guru yang diasuh oleh Willem Iskander yang ada. Surat kabar satu-satunya di Sumatra hanya diterbitkan di Padang, Surat kabar tersebut surat kabar berbahasa Belanda (Sumatra-courant). Surat kabar ini oplahnya sampai ke Afdeeling Mandailing en Angkola.

Pada tahun 1871 Pemerintah Hindia Belanda mulai menata pendidikan pribumi secara keseluruhan. Langkah yang dilakukan adalah selain memperluas jangkuan sekolah negeri, juga menambah sekolah guru negeri serta meningkatkan guru-guru di Kweekschool. Pada tahun 1873 sekolah guru negeri didirikan di Tondano, Minahasa. Pada tahun 1874 Wille Iskander dari Kweekschool Tanobato diminta pemerintah untuk membimbing tiga guru muda untu studi lebih lanjut ke Belanda. Tiga guru muda tersebut adalah Barnas Lubis dari Tapanoeli, Raden Soerono dari Soeracarta dan Adi Sasmita dari Bandoeng. Willem Iskander sendiri diberi beasiswa untuk melanjutkan studi untuk mendapatkan akta kepala sekolah. Sementara sekolah guru Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempoean pada tahun 1879. Willem Iskander diproyeksikan menjadi direktur Kweekschool Padang Sidempoean. Willem Iskander dan tiga guru muda berangkat dari Batavia pada bulan Mei 1874.

Hingga tahun 1875 surat kabar berbahasa Melayu di Hindia Belanda paling tidak sudah ada ena buah dan satu buah berbahasa Jawa (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 20-09-1876). Surat kabar berbahasa Melayu tersebut adalah tiga buah di Batavia yakni Bintang Barat, Bintang Djohar dan Hindia Nederland, surat kabar Bintang Tioer di Soerabaja dan surat kabar Selompret Melajoe di Semarang serta surat kabar Tjahaja Siang di Minahasa. Pengasuh surat-surat kabar ini adalah Wilkens, L Wolffe Crawfurd dan istri serta Nicolaas Graafland. Surat kabar Bintang Djohar dan Tjahaja Siang di bawah pengelolaan misionaris (zending). L Wolffe Crawfurd dan istrinya adalah orang Inggris yang sudah lama di Hindia Belanda. Saat itu Bintang Timoer dan Selompret Melajoe oplahnya masih sedikit. Surat kabar Bintang Barat dan Hindia Nederland mengedapankan peradaban barat dan timur (tidak liberal dan juga tidak konservatif).

Pada tahun 1878 komposisi surat kabar pribumi tampaknya mengalami perubahan (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 06-11-1878). Disebutkan pers Melayu di Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) dan British Indie memiliki 10 surat kabar yang mana enam buah diantaranya dalam aksara Latin dan empat buah dalam aksara Djawi (Arab). Surat kabar aksara latin adalah di Batavia Bintang-Barat, Hindia-Nederland dan Bintang-Djohor; di Samalang adalah Slompret Melajoe; di Soerabaija Bintang Timor dan di (residentie) Menado adalah Tjahaja-Siang. Surat kabar aksara Arab di Batavia adalah Wazir India dan tiga buah di Singapura (Djawi Peranakan, Peridaran Soeara Wali dan Noedjoen el Fadjer).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pangemanan dan Dja Endar Moeda

Sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean yang dibuka tahun 1879 cepat melejit menjadi salah satu dua sekolah guru terbaik di Hindia Belanda. Satunya lagi adalah Kweekschool Probolinggo. Direktur Kweekschool Padang Sidempoean adalah Charles Adriaan van Ophuijsen sejak 1885. Charles Adrrian van Ophuijsen memulai karir guru di Kweekschoo Probolinggo dan tahun 1881 dipindahkan ke Kweekschool Padang Sidepoean (dan menjadi direktur pada tahun 1885).

Salah satu lulusan terbaik sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda yang lulus tahun 1884. Pada mulanya Dja Endar Moeda mengajar di Batahan dan kemudian dipindahkan ke Air Bangis. Pada tahun 1887 Dja Endar Moeda menjadi redaktur surat kabar pendidikan bulanan yang terbit di Probolinggo. Surat kabar pendidikan ini diberi naa Soeloeh Pengajar. Pada tahun 1892 Kweekschool Padang Sidempoean ditutup karena anggaran peerintah defisit. Salah satu lulusan terakhir Kweekschool Padang Sidempoean adalah Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe. Sementara itu Charles Adriaan van Ophuijsen mengakhiri tugasnya sebagau guru dan direktur Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1890 (yang kemudian diangkat menjadi Inspektur Pendidikan Pribumi wilayah Pantai Barat Sumatra). Charles Adriaan van Ophuijsen adalah penyusun buku tata bahasa dan kamus Bahasa Melayu.

Pada tahun 1892 ketika Kweekschool Padang Sidempoean ditutup yang mana salah satu lulusannya adalah Mangaradja Salamboewe, di Batavia seorang guru asal Kema, FDJ Pangemanan mengakhiri tugasnya sebagai penulis (schrijver) dari insinyur genie JL Jansen (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-11-1892). Tidak diketahui kapan dan dimana Pangemanan lulus dari Kweekschool. Sekolah guru di Minahasa yang dibuka tahun 1873 telah ditutup pada tahun 1875 (hanya tiga angkatan). Dalam berbagai sumber FDJ Pangemanan disebut lahir tahun 1870. Setelah tidak aktif pada dinas militer, Pangemanan tidak diketahui secara jelas aktivitasnya apa.

Dja Endar Moeda pada tahun 1892 meminta pensiun dini sebagai guru di Singkil yang kemudian berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulang tahun 1893 Dja Endar Moeda memilih tinggal di kota Padang (ibu kota Province Sumatra’s Weskust). Provinsi Sumatra’s Westkust terdiri dari tiga residentie: Padangsche Benelanden (ibu kota juga di Padang), Padangsche Bovenlanden (di Fort de Kock) dan Tapanoeli (Sibolga, sebelumnya di Padang Sidempoean). Sementara itu Province Amboina beribukota di Ambon terdiri dari empat residentie: Amboina ibukuta di Ambon, Banda di Bandaneira, Ternate di Ternate dan Manado di Manado. Pada tahun 1895 Dja Endar Moeda di Padang mmendirikan sekolah swasta.

Pada tahun 1897 Dja Endar Moeda menyelesaikan novelnya yang kedua. Novel ini ditawarkannya kepada penerbit dari surat kabar berbahasa Melayu di Padang Pertja Barat. Novelnya disebut layak untuk diterbitkan. Penerbit tersebut sebaliknya menawarkan jabatan editor di surat kabar Pertja Barat. Dja Endar Moeda menerimanya. Jadilah Dja Endar Moeda sebagai editor pertama pribumi. Selama ini editor surat kabar berbahasa Melayu, juga seperti Tjahaja Siang di Minahasa dijabat oleh orang Eropa-Belanda. Dja Endar Moeda berpendapat bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya karena sama-sama mencerdaskan bangsa.

Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi penerbit-percetakan dan surat kabar Pertja Barat di Padang. Pada tahun ini Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu diberi nama Tapian Na Oeli dan surat kabar bulanan Insulinde (yang mebahas topik-topik pembangunan, pertanian dan pengembangan kemasyarakatan). Pada tahun ini juga Dja Endar Moeda menggagas didirikannya organisasi kebangsaan di Padang yang diberi nama Medan Perdamaian. Dja Endar Moeda sebagai direktur Medan Perdamaian dan surat kabar Pertja Barat dan Insulinde menjadi organ organisasi. Surat kabar Pertja Barat kemudian diberi motto ‘Oentoek Sagala Bangsa’. Medan Perdamaian adalah organisasi kebangsaan (Indonesia) pertama, jauh sebelum Boedi Oetomo didirikan pada tahun 1908. Pada tahun 1902 Medan Perdamaian mengirimkan uang sebanyak f14.000 untuk membantu peningkatan pendidikan di Semarang yang diserahkan Dja Endar Moeda melalui Inspektur Pendidikan Pribumi Pantai Barat Sumatra, Charles Adrian van Ophuijsen (mantan gurunya di Kweekschool Padang Sidempioean).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Pangemanan muncul lagi pada tahun 1987 ketika pulang kampong ke Minahasa (lihat Algemeen Handelsblad, 09-07-1897). Disebutkan pada manifest kapal ss Carpenter FJ Pengemanan bersama istri dan satu orang anak tujuan Manado. Pada tahun 1900 FDJ Pangemanan berpartisipasi dalam eksplorasi pertambangan di afdeeling Gorontalo dan afdeeeling Amoerang Residentie Manado (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 29-08-1900). Setelah cukup lama di Manado, FDJ Pangemanan kembali ke Batavia namun tidak diketahui sejak kapan. Di Batavia FDJ Pangemanan diketahui telah bekerja sebagai editor pada surat kabar berbahasa Melayu Kabar Perniagaan. Pada tahun 1904 FDJ Pangemanan bekerjasama dengan Tirto Adhi Soerjo untuk mengelola surat kabar berbahasa Melayu Soeloeh Keadilan (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-09-1904).

Pada tahun 1902 di Medan diterbitkan surat kabar berbahasa Melayu yang diberi nama Pertja Timor. Surat kabar ini adalah anak perusahaan yang menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda Sumatra Post. Yang menjadi editor pertama surat kabar Pertja Timor ini adalah Mangaradja Salamboewe. Ini berarti ada dua alumni Kweekschool Padang Sidempoean yang menjadi editor: Dja Endar Moeda di Pertja Barat Padang dan Mangaradja Salamboewe di Pertja Timor Medan. Pada tahun 1903 di Batavia Tirto Adhi Soerjo diangkat menjadi editor surat kabar Pembrita Betawie (untuk menggantikan posisi Karel Wijbrand, mantan editor surat kabar Sumatra Post di Medan). Namun tidak lama kemudian Tirto Adhi Soerjo sudah keluar dari Pembrita Betawi dan menjadi editor surat kabar Soenda Berita. Seperti halnya di Padang dan Medan, setelah pengangkatan Tirto Adi Soerjo di Pembrita Betawi, FDJ Pangemanan diangkat menjadi editor Kabar Peniagaan yang kemudian keduanya secara bersama-sama mengelola surat kabar Soeloeh Keadilan.

Pada tahun 1906 di Batavia dibentuk organisasi wartawan surat kabar berbhasa Melayu (lihat De locomotief, 08-01-1906). Disebutkan Journalisten Bond didirikan hari Sabtu di Batavia. Sebanyak 22 orang tergabung. Pengurus sementara terdiri dari ketua adalah Clockener Brousson dengan sekretaris Pangemanan dan Paphen sebagai anggota. Terbentuknya organisasi ini sudah barang tentu karena sudah banyak wartawan surat kabar berbahasa Melayu yang berada di Batavia, paling tidak sudah terdapat sebanyak 22 orang. Surat kabar Clockener Brousson adalah Bendera Wolanda dan kemudian Bintang Hindia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Johan Manoppo dan Parada Harahap

Pada tahun 1903 Dr AA Fokker, pemimpin surat kabar berbahasa Melayu dari Belanda datang ke Hindia Belanda. Dr AA Fokker seorang doktor ahli bahasa Melayu di Hindia Belanda, selain di Batavia juga berkunjung ke Bandoeng, Padang dan Medan. Kedatangan Dr AA Fokker dalam rangka memperlus wilayah pemasaran surat kabar Bintang Hindia yang belum lama didirikan di Belanda.

Di Padang, Dr AA Fokker meminta bantuan Dja Endar Moeda untuk menjadi partner pemasaran Bintang Hindia yang baru terbit di Amasterdam. Dr AA Fokker juga meminta tenaga penulis handal untuk mengebangkan surat kabar bulanan Bintang Hindia. Dja Endar Moeda, radja persuratkabaran di Sumatra merekomendasikan tiga orang yakni seorang dokter dan dua guru. Dja Endar Moeda dengan dua guru berangkat ke Belanda pada bulan Agustus 1903 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-08-1903). Dua guru tersebut adalah Soetan Casajangan dan Djamaloeddin. Sementara Dr Abdoel Rivai berangkat sendiri melalui Singapoera. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di Kweekschool Padang Sidempoean, sedangkan Djamaloeddin adalah guru muda lulusan Kweekschool Fort de Kock yang bekerja dengan Dja Endar Moeda sebagai editor surat kabar bulanan Insulinde di Padang.

 

Dja Endar Moeda tidak lama di Belanda dan kembali ke Padang. Dr Abdoel Rivai, Soetan Casajangan dan Djamaloeddin tetap tingga di Belanda. Pada tahun 1904 Soetan Casajangan kembali ke kampong halaman di Padang Sidempoean karena berkeinginan untuk melanjutkan studi ke Belanda. Setelah semua urusan beres di kampong, setelah berdiskusi dengan Dja Endar Moeda di Padang, pada bulan Juli 1905 Soetan Casajangan berangkat dari Batavia menuju Amsterdam. Tujuannya tidak lagi dalam urusan Bintang Hindia tetapi mencari universitas untuk melanjutkan studi untuk mendapatkan akte kepala sekolah. Saat itu, mahasiswa pribumi di Belanda hanya ada satu orang yakni Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Soetan Casajangan kuliah di Haarlem dan kerap menyumbang tulisan ke Bintang Hindia. Langkah Soetan Casajangan ini juga diikuti oleh Dr Abdoel Rivai uintuk melanjutkan studi di Belanda (untuk mendapatkan dokter penuh, setara Belanda)., Pada tahun 1908 setelah jumlah mahasiswa pribumi sekitar 20 orang Soetan Casajangan menggagas didirikannnya organisasi mahasiswa yang diberi nama Indische Vereeniging yang mana Soetan Casajangan sebagai ketua. Dr Abdoel Rivai yang sudah aktif kuliah, lambat laun Bintang Hindia mati suri (karena Djamaloeddin juga mulai kuliah).

Bintang Hindia yang sebelumnya dibantu oleh Dr Abdoel Rivai, Soetan Casajangan dan Djamaloeddin akhirnya berhenti terbit. Selama kuliah dan aktif di organisasi mahasisa Indische Vereeniging bekerja sebagai asisten Prof Charles Adriaan van Ophuijsen di Universiteit Leiden dalam pengajaran bahasa Melayu. Prof Charles Adriaan van Ophuijsen  adalah mantan gurunya di Kweekschool Padang Sidempoean. Pada tahun 1911 Soetan Casajangan lulus kuliah dengan mendapat akta guru MO (guru kepala sekolah). Setelah sempat bekerja di Belanda, Soetan Casajangan pulang ke tanah air pada tahun 1913 dan ditempatkan sebagai direktur Kweekschool Fort de Kock. Sebagai jurnalis, Soetan Casajangan, direktur Kwekschool Fort de Kock mendirikan surat kabar berbahasa Batak di Padang Sidempoean pada tahun 1916 yang diberi nama Poestaha. Setelah berpenindah-pindah sebagai kepala sekolah, Soetan Casajangan pada tahun 1921 ditempatkan di Batavia menjadi direktur sekolah guru Normaal School.

Seorang jurnalis muda di Medan, Parada Harahap pulang kampong ke Padang Sidempoean. Parada Harahap sempat menjadi editor di surat kabar Benih Merdeka dan Pewarta Deli di Medan. Pada tahun 1919 Parada Harahap mendirikan surat kabar berbahasa Melayu di Padang Sidempoean yang diberi nama Sinar Merdeka. Parada Harahap juga merangkap menjadi editor surat kabar Poestaha (warisan Soetan Casajangan). Parada Harahap belasan kali dimejahijaukan dan beberapa kali harus di penjara karena delik pers. Pada tahun 1922 surat kabar Sinar Merdeka dibreidel. Parada Harahap kemudian hijrah ke Batavia.

Di Batavia, Soetan Casajangan meminta Parada Harahap untuk bekerjasama dengan Dr Abdoel Rivai untuk mendirikan (menerbitkan kembali) surat kabar Bintang Hindia). Ketiganya mebentukan patungan saham. Pada tahun 1923 Bintang Hindia diterbitkan di Batavia yang mana pemimpin perusahaan Dr Abdoel Rivai dan Parada Harahap sebagai editor. Setelah lebih dari satu dasawarsa, surat kabar Bintang Hindia terbit kembali, tidak di Amsterdam (bulanan) tetapi di Batavia (mingguan). Sejak ini karir Parada Harahap semakin berkibar di Batavia.

Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi pertama yang diberi nama Alpena. Sementara Parada Harahap di Bintang Hindia, untuk menjadi editor Alpena direkrut WR Soepratman. Pada tahun 1926 Parada Harahap di bawah bendera NV Bintang Hindia mendirikan surat kabar (harian) yang diberi nama Bintang Timoer. Surat kabar ini cepat melejit hingga menjadi surat kabar berpengaruh di Batavia (tiras tertinggi).

Oleh karena Parada Harahap sangat sibuk di berbagai organisasi kebangsaan (seperti Sumatranen Bond dan PPPKI), lalu merekrut editor baru untuk menggantikannya. Editor baru itu bernama Johan Manoppo.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar