Selasa, 05 November 2019

Sejarah Sukabumi (30): Dongeng di Radio dan Tradisi Ngadongeng di Sukabumi; Sejarah Lisan dan Tulisan Dongeng Soenda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Dulu, saya sering mendengar dongeng di radio di Sukabumi. Biasanya program radio itu pada sore hari bada Ashar. Tapi, entahlah apakah masih ada program serupa itu pada masa kini. Dongeng (Verhaaltje, cerita bahasa Belanda; kisah bahasa Indonesia) meski umumnya ditujukan kepada anak tetapi banyak juga orang dewasa yang suka. Dongeng radio di Sukabumi kala itu disampaikan dalam bahasa Sunda (kesempatan saya untuk mengasah kemampuan bahasa Sunda saya).

De Oostpost, 04-12-1862
Di Bogor hanya satu radio yang menyiarkan program dongeng yakni Radio Kauman. Namun saya jarang mendengar karena programnya pada jam belajar. Yang sering saya ikuti adalah program open air program Wayang Golek di halaman RRI Bogor. Program yang disiarkan langsung lewat radio saya lebih menyukai hadir di lapangan dengan mengajak teman. Program ini diadakan pada minggu keempat setiap bulan (kebetulan minggu keempat setiap bulan wesel dari kampong tiba). Paling enak nonton langsung wayang golek semalam suntuk itu ditemani bajigur dan kopi plus pisang dan ubi rebus. Pada setiap hari Minggu saya selalu meminjam surat kabar Pikiran Rakyat edisi minggu dari Pak RT yang berlangganan. Adakalanya muncul kolom dongeng yang tentu saja tidak saya lewatkan. Sehubungan dengan itu, kebetulan ada tiga tokoh yang dulu pernah saya bertemu, yakni: Haji Agus Tagor Harahap pemilik Radio Kauman Bogor; Syamsul Muin Harahap, kepala RRI Bogor (ketika di kampong suaranya sering saya dengan melalui radio dalam siaran pandangan mata sepak bola Kejuaraan Perserikatan di RRI); dan (alm) Sakti Alamsyah Siregar, pendiri surat kabar Pikiran Rakyat Bandung. Saya bertemu Haji Agus Tagor Harahap dan Syamsul Muin Harahap sebagai mahasiswa junior ditugaskan panitia untuk mengantarkan undangan Halal Bi Halal. Alm Sakti Alamsyah saya bertemu di Bandung pada tahun 1981 ketika paman saya di Sukabumi mengajak saya berkunjung ke rumah Sakti Alamsyah (saat itu saya masih SMA, istri uwak saya adalah adik Sakti Alamsyah).     

Tapi dongeng tetaplah dongeng. Sebab dongeng memiliki sejarahnya sendiri. Dongeng-dongeng yang dulu sesaat sering saya dengar ternyata memiliki sejarah yang panjang. Dongeng adalah heritage, tentang apapun yang diceritakan. Untuk menambah pemahaman kita tentang dongeng, ada baiknya kita mulai menulisnya. Kita mulai (dalam hal ini) tentang dongeng di Sukabumi dengan menelusuri sumber-sumber tempo doeloe.