*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Kerinci atau disebut Uhang Kinci atau Uhang Kincai dalam bahasa Kerinci (bahasa
Kerinci: Kincai atau Kinci; ejaan lama: Kerintji atau Kerinchi) adalah suku
bangsa atau kelompok etnik pribumi Sumatra yang mendiami wilayah Dataran Tinggi
Kerinci dan sekitarnya. Secara administratif saat ini berada di wilayah kota
Sungai Penuh, kabupaten Kerinci, Merangin dan Bungo.
Bahasa Kerinci adalah bahasa Austronesia yang utamanya dituturkan oleh penduduk bersuku Kerinci di kota Sungai Penuh, kabupaten Kerinci serta sebagian Merangin dan Bungo, Jambi. Jumlah total penutur bahasa Kerinci diperkirakan mencapai sekitar 300 ribu (2004). Sebagai bahasa Austronesia dari sub-kelompok Melayu-Polinesia, bahasa Kerinci juga berkerabat dekat dengan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu Jambi. Bahasa Kerinci memiliki keragaman yang sangat tinggi; diperkirakan terdapat 130 sub-dialek dan 7 dialek utama, yaitu dialek Gunung Raya, dialek Danau Kerinci, dialek Sitinjau Laut, dialek Sungai Penuh, dialek Pembantu Sungai Tutung, dialek Belui Air Hangat, dan dialek Gunung Kerinci. Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan ketujuh dialek tersebut berkisar 51%-65,50%. Sedangkan bahasa Kerinci memiliki persentase perbedaan berkisar 81%-100% jika dibandingkan dengan bahasa Bengkulu dan Minangkabau. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci di pedalaman Sumatra? Seperti disebut di atas, penutur bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci. Bahasa Melayu, bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci di pedalaman Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.