Selasa, 30 Juni 2020

Sejarah Lombok (24): Sejarah Bayan di Lombok Tempo Doeloe; Bukan Pintu Belakang, Tapi Gerbang Lombok Terdepan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Bayan seakan terlupakan atau dilupakan. Bayan kini seakan terpencil, sebab keramaian perkembangan timur-barat atau sebaliknya (Lombok Barat dan Lombok Timur), perkembangan lebih lanjut (pulau) Lombok justru mengarah ke selatan (Lombok Tengah). Wilayah Lombok Utara seakan berjalan di tempat. Wilayah Lombok Utara kalah cepat dibandingkan kawan-kawannya di barat, timur dan selatan. Wilayah Lombok Utara ingin mengembalikan marwah agar menjadi yang terdepan di pulau Lombok.

Kecamatan Bayan, kabupaten Lombok Utara (Now)
Pulau Lombok sejak 1895 telah dibagi menjadi dua wilayah administratif yakni Onderafdeeling West Lombok dan Onderafdeeling Oost Lombok. Namun kemudian pada tahun 1896 sebagian wilayah dipisahkan dari West Lombok dan sebagian yang lain dipisahkan dari Oost Lombok yang kemudian disatukan dengan membentuk Onderafdeeeling Midden Lombok (Lombok Tengah). Wilayah Lombok Utara terbagi sebagian dimasukkan Onderafdeeling West Lombok dan sebagian dimasukkan Onderafdeeling Oost Lombok. Pada tahun 2008 bagian Lombok Utara yang dimasukkan ke Onderafdeeling West Lombok (yang menjadi kabupaten Lombok Barat) dipisahkan (kembali) dengan membentuk Kabupaten Lombok Utara. Kini, kabupaten Lombok Utara ingin kembali menjadi wilayah terdepan di pulau Lombok.

Sejarah Bajan [Bayan] di Lombok Utara adalah sejarah yang sangat tua di pulau Lombok. Namun sejarah Bayan kurang terinformasikan. Sejarah Lombok dipahami seakan-akan sejarah Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah saja. Sejarah Lombok Utara sejatinya memiliki sejarahnya sendiri. Lantas apa pentingnya menulis Sejarah Bayan di Lombok Utara? Yang jelas wilayah Lombok Utara telah menjadi wilayah otonomi (kabupaten) sendiri. Karena itu, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 29 Juni 2020

Sejarah Lombok (23): Narmada, Salah Satu dari Tujuh Tempat Peristirahatan Radja Bali Selaparang; Kini Dikenal Taman Narmada


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Narmada, tempo doeloe adalah salah satu dari tujuh tempat peristirahatan radja Bali Selaparang di Mataram, Lombok. Tempat peristirahatan tersebut kini lebih dikenal sebagai Taman Narmada. Tempat ini bukan tempat tua, tetapi tempat yang dibangun baru. Tempat peristirahatan yang dianggap paling tua adalah Goenoeng Sari (di sebelah utara kota Mataram). Goenoe Sari bahkan lebih tua dari tempat peristirahatan di Tjakranegara.

Peta 1894
Nama Narmada kini ditabalkan sebagai nama kecamatan di kabupaten Lombok Barat. Sementara Taman Narmada pada masa ini berada di desa Lebuak, kecamatan Narmada. Letaknya tidak jauh di sisi kanan jalan trans-Lombok antara Ampenan (Mataram) dan Laboehan Hadji (Selong), sekitar 10 Km dari Kota Mataram. Di dalam taman ini masih dapat diidentifikasi gerbang utama, dua telaga, beberapa balai yang salah satu diantaranya tempat peristirahatan raja dan pura. Pura Narmada bentuknya mirip punden berundak dan pada undak tertinggi dianggap paling suci. Di bagian lembah yang terendah terdapat  terdapat telaga. Sumber air di taman ini tempo doeloe berasal dari tiga sungai yang berhulu di gunung Rindjani. Di taman ini juga tempo doeloe terdapat taman.

Bagaimana taman Narmada terbentuk tempo doeloe? Yang jelas awalnya dibangun sebagai tempat peristirahatan. Lalu secara bertahap wilayah sekitar dikembangkan untuk tujuan tertantu, seperti pura, kebun buah-buahan dan sebagainya. Sebagai situs tua dan masih eksis hingga ini hari, tentu saja tetap menarik untuk diketahuai sejarahnya. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 28 Juni 2020

Sejarah Lombok (22): Sejarah Cakranegara; Tempo Doeloe Menjadi Pusat Kerajaan Bali Selaparang, Kini Hanya Menjadi Kecamatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Cakranegara pada masa ini hanya dipandang sebagai suatu kecamatan di Kota Mataram. Awalnya hanya ada dua kota yang berdekatan yakni (pelabuhan) Ampenan dan Mataram (ibu kota kerajaan). Namun kemudian (puri) Tjakranegara yang berada di timur kota Matara menjadi pusat pemerintahan yang baru sehubungan dengan terbentuknya kerajaan tungggal di Lombok, Bali Selaparang. Sejak menunggalnya kerajaan, puri yang menjadi kota Tjakranegara berkembang pesat (dan bahkan menjadi lebih besar dari kota Mataram dan kota Ampenan).

Kota Tjakranegara (Peta 1895)
Kota Mataram pada masa ini pada dasarnya gabungan dari tiga kota: Ampenan, Mataram dan Tjakranegara. Tiga kota ini tempo doeloe berada di garis lurus jalur transportasi utama antara sisi timur (pelabuhan Lombok) dan sisi barat (pelabuhan Ampenan) di pulau Lombok pada era kerajaan Lombok Selaparang. Pergeseran pelabuhan utama di pulau Lombok dari teluk Lombok di timur ke teluk Ampenan di barat karena lebih baik (lebih strategis). Sehubungan dengan berkembangnya pelabuhan Ampenan lalu terbentuk kota Mataram. Kota Ampenan menjadi pemukiman para pendatang (seperti pedagang-pedagang Cina, Bugis dan Melayu), sementara kota Mataram menjadi cabang pemerintahan kerajaan Lombok Selaparang. Pada tahun 1740 kerajaan Karangasem Bali menganeksasi (pulau) Lombok dan mengalahkan kerajaan Lombok Selaparang. Sejak itulah muncul kerajaan Bali Selaparang dengan ibu kota di (kota) Mataram.

Lantas bagaimana sejarah kota Tjakranegara sendiri sebelum menjadi sebuah kecamatan di Kota Mataram? Yang jelas jika kita dari pusat kota Mataram menuju Selong, pusat kecamatan Cakranegara akan dilewati. Lanskap kecamatan ini tampak berbeda dengan pusat kota Mataram maupun pelabuhan Ampenan. Apa perbedaannya? Perbedaan inilah yang menjadi penting untuk mengetahui sejarah (kecamatan) Cakranegara. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 27 Juni 2020

Sejarah Lombok (21): Pecinan di Lombok, Bukan di Mataram Tetapi di Kota Ampenan; Sejarah Orang-Orang Tionghoa di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Di berbagai tempat biasa ditemukan area yang menjadi komunitas orang-orang Cina yang kini disebut Pecinan (China Town). Pecinan di Lombok terdapat di Ampenan, bukan di Mataram. Meski sekarang Ampenan masuk wilayah Kota Mataram tetapi secara historis pecinan di (pulau) Lombok haruslah dikatakan di Ampenan. Hal ini karena kota Ampenan dan kota Mataram terpisah dalam ruang dan waktu yang berbeda.

Lukisan para pedagang di pelabuhan Ampenan
Kehadiran orang-orang Cina di pulau Lombok sudah sejak lampau untuk berdagang di pelabuhan-pelabuhan seputar pulau Lombok (yang berbasis di Soerabaja, Semarang dan Makassar). Namun dalam perkembangannya, orang-orang Cina mulai ada yang menetap di kota Ampenan (pada era VOC). Konsentrasi mereka semakin meningkat pada era Pemerintah Hindia Belanda. Orang-orang China adalah partner dagang orang-orang Belanda.

Bagaimana terbentuknya perkampongan Cina di kota (pelabuhan) Ampenan adalah satu hal. Hal lain yang juga penting adalah bagaimana peran orang-orang Cina di pulau Lombok. Lantas apa pentingnya? Tentu saja penting karena kehadiran orang-orang Cina di Lombok khususnya di Ampenan adalah bagian dari perjalanan sejarah Lombok. Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkat wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 26 Juni 2020

Sejarah Lombok (20): Sejarah Pendidikan di Pulau Lombok; Teringat Willem Iskander & Martua Hamonangan Nasution di Selong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya sejarah pembangunan pertanian dan sejarah pengembangan kesehatan, sejarah pendidikan di Lombok juga kurang terinformasikan. Padahal pertanian, kesehatan dan pendidikan adalah tiga bidang utama yang menjadi landasan sejarah suatu kota atau wilayah. Sejarah pertanian penduduk, kesehatan masyarakat dan peningkatan penduduk warga bersifat continuum yang dapat dirasakan (diperhatikan) hingga pada masa kini. Secara khusus, sejarah pendidikan dapat dikatakan sebagai sejarah pencerahan bangsa.

Saya teringat nama seorang teman lama, karena tempat yang berbedza jauh, sejak beliau lulus kuliah kami tidak pernah bersua lagi. Namun saya mengetahui setelah lulus kuliah beliau akan ditempatkan di Selong. Tentu saja saya lebih duluan ke Selong dari pada beliau. Saya ke Selong tahun 1991, cukup lama dari 100 hari di pulau Lombok, satu setengah bulan ‘ngepos’ di Selong dan berkeliling ke seluruh pelosok di kabupaten Lombok Timur. Pos saya di Selong di salah satu kamar di Hotel Erina yang berada di tengah kota. Tugas saya di Selong dalam rangka memimpin empat tim dalam rangka survei ekonomi kesehatan. Sebelum beliau berangkat ke Selong kami sempat berdiskusi tentang pulau Lombok, khususnya kabupaten Lombok Timur dan kota Selong. Nama teman seperjuangan tersebut adalah Martua Hamonangan Nasution yang memulai karir sebagai guru di Selong. Setahu saya, beliau adalah jago matematika. Martua Hamonangan Nasution saya anggap sebagai generasi lebih lanjut jago matematika Prof. Andi Hakim Nasution (rektor IPB 1978-1987).

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di pulau Lombok, khususnya di Oost Lombok? Itu dimulai pada era Hindia Belanda. Namun sangat sulit menemukan informasinya pada masa kini. Mungkin saja belu ada penulis yang tertarik untuk menulisnya. Dalam hubungan inilah upaya pencarian data sejarah pendidikan di Lombok diperlukan. Sebelum menulis tema ini, saya teringat kawan lama: Martua Hamonangan Nasution. Okelah, untuk menambah pengetahuan dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 25 Juni 2020

Sejarah Lombok (19): Dr RM Soedjono di Selong; Pengembangan Kesehatan dan Pembangunan Penduduk Sasak di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Ibu kota (onderafdeeling) Lombok Timur (Oost Lombok) di Selong pada dasarnya baru dimulai pada tahun 1897. Dalam permulaan pembangunan kota Selong ini berbagai bidang menjadi perhatian pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, gedung pemerintah dan unit bangunan lainny seperti penjara. Garnisun militer sudah lebih dulu ada. Juga yang mendapat perhatian adalah layanan kesehatan dan pendidikan. Untuk memenuhi layanan kesehatan ditempatkan dokter pribumi (dokter Djawa) di Mataram, Praya dan Selong.

RSUD Dr. Soedjono, Selong (Now)
Pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pulau Lombok pada tahun 1895 (Staatsblad No. 131 tahun 1895). Pulau Lombok menjadi satu afdeeling yang awalnya dua onderafdeeling enjadi tiga onderfadeeling, yakni: West Lombok, Oosr Lombok dan Midden Lombok. Ibu kota Onderafdeeling ditetapkan di Sisik (dekat Laboehan Hadji). Namun dalam perkembangannya Resident Bali en Lombok yang berkedudukan di Boeleleng pada tahun 1897 mengumumkan ibu kota Onderafdeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke (kampong) Selong—jarak 3 atau 4 pal dari (pelabuhan) Laboehan Hadji (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1897). Sambungan relepon ke Selong dibangun pada awal tahun 1898 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-02-1898).

Salah satu dokter Djawa yang ditempatkan di Selong adalah Dr. Raden Mas Soedjono pada tahun 1910 untuk menggantikan koleganya. Diantara dokter-dokter pribumi di Selong, Dr. RM Soedjono yang terbilang cukup lama. Peran Dr. RM Soedjono sebagai dokter di Oost Lombok, tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga menginisiasi siswa-siswa lulusan sekolah di Selong untuk melanjutkan sekolah pamong praja (OSVIA) dan sekolah guru (kweekschool). Kini, namanya ditabalkan sebagai nama rumah sakit umum daerah (RSUD) di Selong. Lantas bagaiana kisah Dr. RM Soedjono di Selong? Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 24 Juni 2020

Sejarah Lombok (18): Sejarah Pertanian di Lombok, Tanah Sasak Nan Subur di Tengah Pulau; Bagai 'Ayam Mati di Lumbung Padi'


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Lombok tidak hanya sejarah kerajaan-kerajaan dan sejarah perang serta sejarah kehadiran penduduk Bali di (pulau) Lombok. Sejarah Lombok juga tidak terpisahkan dari sejarah pertanian, Apa pasal? Pulau Lombok adalah pulau yang subur. Mengapa? Terdapat sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sebab apa? Danau Sagara di gunung Rinjani turut menambah debit air sungai-sungai. Ada lagi? Letusan gunung Rinjani menyebabkan penimbunan humus.

Banyak danau di atas gunung, tetapi danau Sagara di gunung Rinjani mampu memberi perbedaan terhadap sungai-sungai di Lombok. Danau Toba yang maha luas nyaris tak berkontribusi pada pengairan sawah. Namun sungai Asahan yang berasal dari danau Toba dapat dibendung untuk mebangkitkan turbin. Sungai dari danau Segara tidak membangkitkan turbin, karena ke hilir enjadi sungai-sungai kecil. Meski demikian tipologi sungai danau gunung di Lombok tetapi mampu membangkitkan pertanian Lombok sangat luar biasa. Heinrich Zollinger yang pernah melakukan ekspedisi botani dan geologi ke Lombok tahun 1847 terkejut karena banyak sawah yang tidak kekurangan air di musim kemarau, karena sungai-sungainya terus mengalir. Mengapa? Danau Sagara turut memberi kontribusi. Atas dasar itu membuat Heinrich Zollinger memicunya untuk mendaki gunung Rinjani untuk membuktikannya.

Kearifan lokal juga turut melestarikan pertanian di pulau Lombok. Kebiasaan menyimpan hasil panen di lumbung, ketika terjadi letusan gunung Tambora tahun 1815, memang korban langsung tidak banyak (seperti di Sumbawa) tetapi pertanian yang lumpuh hampir enam tahun di Lombok, lumbung telah berkontribusi meminimalkan kematian dari bahaya kelaparan. Setelah humus letusan gunung Tambora selama enam tahun menjadi pupuk, pertanian Lombok bangkit kembali (hingga sekarang). Untuk menyiasati iklim, daerah-daerah yang rentan musim kemarau, penduduk meningkatkan ketersediaan air dengan membangun embung. Lumbung dan embung adalah istrumen survive penduduk Lombok yang pernah mengalami stagnasi pertanian selama enam tahun tempo doeloe. Lumbung dan embung adalah suatu kearifan lokal penduduk Lombok dari hasil belajar dari kesulitan yang pernah ditimbulkan oleh alam.

Selasa, 23 Juni 2020

Sejarah Lombok (17): Sejarah Taliwang Tempo Doeloe di Sumbawa Barat; Selat Alas, Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
 

Taliwang pada masa ini adalah ibu kota kabupaten Sumbawa Barat (kabupaten pemekaran dari kabupaten Sumbawa). Nama Taliwang menjadi penting karena dijadikan nama ibu kota kabupaten. Dalam hubungan inilah, sejarah Taliwang tempo doeloe diperlukan perhatian. Namun nama (kerajaan) Taliwang tidak sehebat kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa (Bima, Dompu, Sumbawa dan Tambora). Kerajaan Taliwang masuk dalam kategori kerajaan-kerajaan kecil seperti Sanggar, Sape dan Pekat.

Nama Sumbawa dan nama Alas tentulah sangat penting pada masa lampau. Nama Sumbawa telah diidentifikasi sebagai nama pulau dan nama Alas diidentifikasi sebagai nama selat. Selat Alas adalah perairan yang memisahkan pulau Lombok dan pulau Sumbawa. Pulau Lombok sendiri sudah pernah dikunjungi oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada tahun 1597. Pada ekspedisi kedua Belanda tahun 1599 nama Sumbawa sudah diidentifikasi sebagai nama pulau. Pada peta-peta Portugis (sebelum kehadiran Belanda), sejumlah kerajaan yang terdapat di pulau Lombok adalah Tambora, Bima, Dompu, Sumbawa, Sape dan Sanggar. Nam pulau disebut pulau Sumbawa. Lalu, bagaimana dengan Alas? Dalam peta-peta Portugis nama Alas belum diidentifikasi. Yang telah diidentifikasi adalah teluk Aram. Nama Aram juga sudah diidentifikasi pada ekspedisi kedua Belanda. Mengapa nama selat belum diidentifikasi? Tampaknya belum begitu penting. Nama (tempat) Alas paling tidak baru diidentifikasi pada peta tahun 1675.

Kerajaan Taliwang adalah salah satu vassal dari kerajaan Soembawa. Sebagai kerajaan kecil, namanya baru muncul belakangan. Nama Taliwang baru dicatat ketika VOC mulai membina perdagangan di pantai barat pulau Sumbawa (lihat Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en weetenschappen, 1786). Okelah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 22 Juni 2020

Sejarah Lombok (16): Sejarah Sumbawa, Tau Samawa; Terbentuknya Peradaban Baru Sabalong Samalewa, Samalewa Samawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Nama Sumbawa tentu saja sudah lama ada. Bahkan jauh sebelum muncunya nama Dompu. Seperti halnya pulau Flores dan pulau Timor, pulau Sumbawa adalah pulau besar, jauh lebih besar dari tetangganya pulau Lombok. Sementara nama (kerajaan) Dompu lebih dulu terkenal (naskah Pararaton) baru nama (kerajaan) Bima berkibar sejak era VOC. Lalu bagimana dengan kerajaan Sumbawa? Mulai dikenal sejak 1674.

Ada satu masa dimana pulau Sumbawa mengalami masa kelam. Itu terjadi sejak meletusnya gunung Tambora pada bulan April 1815. Menurut laporan pada era Hindia Belanda, penduduk (kerajaan) Sombawa hanya tersisa 26 orang. Sementara kerajaan Tambora dan Pekat yang begitu dekat dengan pusat letusan, penduduk kedua kerajaan ini hanya survive lima orang. Penduduk kerajaan Dompu yang masih hidup ada 40 orang. Namun tentu saja penduduk kerajaan Sumbawa yang disebut survive sebanyak 26 orang adalah penduduk Sumbawa yang sudah berinteraksi dengan dunia luar. Penduduk (asli) pulau Sumbawa, termasuk di kerajaan Bima, masih banyak yang belum terhitung yang bermukim di wilayah-wilayah tertentu yang masih menganut kepercayaan lama. Penduduk yang tersisa dan penduduk yang belum terdeteksi berapa banyak yang berada di wilayah-wilayah tertentu diduga sebagai pembentuk peradaban baru (bersama dengan penduduk pendatang yang datang kemudian). Salah satu wujud peradaban baru itu pada masa ini dikenal dengan spirit sabalong samalewa, samalewa Samawa.

Orang Sumbawa adalah penduduk yang berafiliasi membentuk budaya sendiri yang kemudian muncul kerajaan Sumbawa. Kerajaan Sumbawa menjadi pembeda dengan wilayah budaya (wilayah administrasi) dari kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa. Lalu bagaimana sejarah orang Sumbawa sebelum dan sesudah letusan gunung Tambora? Nah, itu dia. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, ari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lombok (15): Kota Bima Pasca Letusan Gunung Tambora (1815); Kelaparan dan Membangun Kota di Atas Reruntuhan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Keutamaan (kota) Bima pada era Hindia Belanda, karena di kota ini sejak era VOC sudah menjadi ibu kota, tempat dimana residen berada. Hubungan Bima dan VOC yang akrab tetap berlanjut pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era pendudukan Inggris, saat gunung Tambora meletus (April 1815) dampaknya tidak terlalu fatal di (kerajaan) Bima. Setelah bencana tahun 1815 Kota Bima secara perlahan-lahan dibangun kembali.

Lukisan makam kuno di Bima (1821)
Tidak banyak laporan tentang (kota) Bima pasca bencana kecuali beberapa seperti laporan Residen Bima (1819) dan hasil kunjungan Reinwardt tahun 1821 (tetapi baru dipublikasikan pada tahun 1858). Setahun sebelum publikasi Reinwardt ini, tulisan Heinrich Zollinger diterbitkan sebagai bagian hasil ekspedisinya ke Bima (Sormbawa) tahun 1847. Jung Huhn juga memiliki kesempatan ke Soembawa. Dari laporan-laporan tersebut, kerajaan Bima masih banyak yang tersisa, tetapi kerajaan-kerajaan Tambora, Pekat, Dompu dan Soembawa nyaris punah. Disebutkan penduduk dari kerajaan Tambora dan Pekat hanya survice tidak lebih dari lima orang, sementara penduduk kerajaan Dompu yang masih hidup sekitar 40 orang, sedangkan penduduk dari kerajaan Soembawa masih hidup sebanyak 26 orang. Penduduk Bima yang terkena dampak langsung letusan gunung Tambora tidak terlalu banyak, tetapi faktor kelaparan setelah bencana yang menyebabkan penduduk (kerajaan) Bima menemui kematian sehingga penduduk kerajaan Bima yang tersisa diperkirakan tidak lebih dari 5.000 orang.

Bagaimana kota Bima bangkit kembali pasca bencana gunung Tambora? Itu dimulai dari beberapa bangunan (situs) yang masih tersisa. Rumah penduduk luluh lantak, kapal-kapal yang berada di pantai tersapu habis dihantam tsunami yang puing-puingnya berada jauh di daratan di tengah kota. Bangun istna Radja Bima yang dibangun dengan konstruksi kuat masih tersisa kecualu atapnya rusak berat. Bangunan pemakaman kuno juga masih berdiri utuh. Secara keseluruhan ekonomi, pedagangan serta kemakmuran (kerajaan) Bima ratusan tahun jatuh ke titik nadir. Bima bangkit dan membangun kembali. Tidak mudah lagi. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 21 Juni 2020

Sejarah Lombok (14): Sejarah Dompu, Tetangga Tambora; Mengapa Nama Pulau Sumbawa, Bukan Dompu atau Bima?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini 

Berdasarkan peta-peta lama, nama pulau Sumbawa ditulis dengan nama Cumbava, suatu pulau yang dibedakan dengan pulau Lombok. Pada peta yang lebih baru (Peta 1675) nama-nama tempat di pulau Sumbawa hanya diidentifikasi di pantai utara pulau (seperti halnya di pulau Lombok dan pulau Bali). Apa yang menjadi dasar penamaan pulau tersebut dengan nama Sumbawa? Apakah nama suatu tempat atau nama suatu (yang menjadi) kerajaan? Dalam kisah lama (Pararaton) tidak menyebut nama Sumbawa, tetapi hanya menyebut Dompo [Dompu] dan Gurun. Sejumlah penulis menginterpretasi Gurun adalah Lombok.

Peta 1675
Nama Lombok sudah diidentifikasi di dalam laporan ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman (1597). Seperti yang terdapat pada Peta 1660 (atau sebelumnya) nama Sumbawa diidentifikasi untuk menunjukkan pulau di timur pulau Lombok. Dalam catatan Kasteel Batavia (Daghregister) terdapat nama-nama kerajaan Bima, Dompu, Tambora dan Sumbawa. Namun anehnya, nama Lombok atau Selaparang tidak terdapat dalam catatan Kasteel Batavia. Why? Perdagangan dari Lombok (Selaparang) menjadi feeder untuk pelabuhan-pelabuhan di Bima, Dompu, Tambora dan Sumbawa (serta Bali).

Pertanyaannya: Jika nama Dompu yang disebut pertama, lalu mengapa nama pulau disebut Sumbawa? Pada era VOC nama Dompu dan Sumbawa adalah nama-nama kerajaan sebagaimana kerajaan-kerajaan Bima dan Tambora. Okelah itu satu hal. Hal lain yang menjadi perhatian adalah bagiamana sejarah Dompu? Untuk enambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 20 Juni 2020

Sejarah Lombok (13): Codja Roeboe di Bima dan Orang Koja di Batavia; Kampung Koja, Tambora dan Pekojan di Jakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
 

Di (kabupaten) Bima tentu saja sejak tempo doeloe ada nama kampong Melajoe dan kampong Panaraga, tetapi tidak ditemukan ada nama kampong Kodja. Tidak ada kampong Bima di Soerabaja, Semarang, Batavia dan Makassar. Yang ada adalah nama kampong Tambora di Batavia. Namun ada kampong Kodja di Batavia dan juga ada nama kampong Pekodjan di Batavia dan Semarang. Lantas mengapa di Batavia ada nama kampong Bali, kampong Makassar dan kampong Ambon, sementara tidak ada nama kampong Bima?

Kelurahan Melayu di Kota Bima (Now)
Pada masa ini di Jakarta nama-nama kampong Bali, Ambon dan Makassar masih eksis di Jakarta. Demikian juga nama-nama kampong Koja, Pekojan dan Tambora hingga ini hari masih eksis di Jakarta. Nama kampong Koja ditabalkan sebagai nama kecamatan di Jakarta Utara. Sementara nama kampong Pekojan ditabalkan sebagai nama kelurahan dan nama kampong Tambora ditabalkan sebagai nama kecamatan di Jakarta. Kelurahan Pekojan berada di kecamatan Tambora, Jakarta Barat.

Apakah nama kampong Kodja dan kampong Pekodjan merupakan kampong orang-orang Bima di Batavia? Lalu apa hubungan orang-orang Koja dengan dengan orang-orang Bima? Di Bima tempo doeloe ada seorang syahbandar yang dikenal sebagai Codja Roeboe. Koja ini sangat dekat dengan raja Bima dan juga sangat dekat dekat dengan anak raja Bima yakni pangeran Panaraga. Koja pada masa itu merujuk pada orang Kodja dan juga merujuk pada nama gelar seperti halnya lebai atau haji. Gelar koja merujuk pada orang orang Kodja (Moor). Lalu apakah nama Codja Roeboe menjadi sumber asal-usul nama kampong Koja dan kampong Pekojan di Batavia? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 19 Juni 2020

Sejarah Lombok (12): Sejarah Bima di Pulau Sumbawa, Selatan Makassar; Jauh di Mata Dekat di Hati, Terkenal Sejak VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bima memiliki sejarah tersendiri. Meski memiliki kedekatan dengan sejarah Dompu, tetapi dalam perkembangannya sejarah Bima lebih dekat dengan Tambora. Dalam perkembangan berikutnya, sejarah Bima overlap dengan sejarah Makassar. Sebaliknya sejarah Lombok di satu sisi overlap dengan sejarah Bali dan di sisi lain sejarah Lombok overlap dengan sejarah Sumbawa. Namun seperti kata pepatah Bima jauh di mata Lombok dekat di hati. Oleh karena itulah, Lombok, Sumbawa, Dompu, Tambora dan Bima disatukan dalam satu wilayah tersendiri: Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Middelburgsche courant, 25-09-1762
Sejarah Bima tidak sedang berbicara tentang tokoh Bima dalam pewayangan (Mahabrata). Sejarah Bima juga tidak mengulas nama-nama Gurun [Lombok], Seran [ [Seram], Tañjung Pura [Pontianak], Haru [Padang Lawas, Tapanoeli], Pahang [Semenanjung Malaja], Dompo [Dompu], Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik [Singapoera] yang terdapat dalam naskah Pararaton sehubungan dengan sumpah Gajah Mada dari Majapahit (tahun 1336). Sejarah Bima adalah sejarah yang terkait dengan kerajaan-kerajaan Dompu, Tambora dan Sumbawa yang di satu sisi terkait dengan Lombok dan di sisi lain terkait dengan Makassar pada kurun waktu era VOC/Belanda.

Di antara semua daerah-daerah di Nusa Tenggara Barat, meski Lombok lebih awal dikenal oleh orang Belanda, tetapi Bima kemudian menjadi yang lebih terkenal. Mengapa? Itulah sebabnya mengapa sejarah Bima begitu penting di Nusa Tenggara Barat. Hubungan yang intim antara kerajaan Bima dan kerajaan Makassar (di utara) menambah pentingnya Bima dalam keseluruhan sejarah kepulauan Sunda Kecil. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumbe-sumber tempo doeloe.