Rabu, 17 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (1): Era Hindoe Boedha dan Era Islam di Nusantara; Prasasti, Candi, Teks Negarakertagama dan Tanjung Tanah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Demikian juga sejarah pendidikan di Indonesia. Tentu saja pendidikan dan system pendidikan antara satu era dengan era berikutnya berbeda. Tidak bisa dibandingkan masa kini dengan masa lampau. Lalu mengapa itu penting? Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Namun yang menjadi persoalan apa yang menjadi rujukannya. Pada masa ini, sumber sejarah pendidikan di masa lampau, zaman Hindoe Boedha dan zaman Islam sangat terbatas: prasasti, candi dan teks Negarakertagama dan Tanjung Tanah. Okelah. Sejarah seharusnya memiliki permulaan.


Siapa Guru Zaman Hindu-Buddha & Bagaimana Sistem Pendidikannya? Selasa, 23 Nov 2021. Jakarta - Keberadaan profesi guru di Indonesia sudah ada sejak zaman sebelum agama masuk ke Indonesia. Akan tetapi, saat itu sistem pengajaran dan apa yang diajarkan masih lebih sederhana. Seseorang yang ingin belajar haruslah mengunjungi seorang petapa. Pada era tersebut, petapa disebut sebagai guru oleh para murid-muridnya. Para murid tersebut juga menggarap ladang si petapa untuk keperluan hidup. Ketika agama mulai masuk ke Nusantara, sosok guru pun mengalami perkembangan. Demikian juga dalam hal pengajaran dan tempat mengajarnya. Di awal perkembangan Hindu-Buddha, sistem pengajaran seluruhnya memuat pendidikan keagamaan dan dilakukan di padepokan atau biara. Guru yang mengajar saat periode awal Hindu-Buddha adalah biksu. Para biksu mengajari baca tulis huruf Sansekerta. Saat periode kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, pendidikan sudah banyak berkembang. Pendidikan kala itu tidak hanya mengajarkan ilmu agama. Pada zaman kerajaan Hindu-Buddha, yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran adalah kaum Brahmana. Pelajaran yang diberikan adalah teologi, bahasa, sastra, ilmu kemasyarakatan, ilmu eksakta seperti perbintangan, perhitungan waktu, seni rupa, seni bangunan, ilmu pasti, dan sebagainya. Kemudian, jelang akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha, pengajaran tidak lagi dilakukan secara kolosal atau dihadiri banyak orang. Para guru kala itu mulai mengajar di padepokan-padepokan dengan jumlah murid yang cukup terbatas. (https://www.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah Pendidikan era Hindoe Boedha dan era Islam di Nusantara? Seperti disebut di atas, sejarah seharusnya memiliki permulaan. Namun persoalannya sumber sejarah pada permulaan sangat terbatas. Hanya ada prasasti, candi dan teks Negarakertagama dan Tanjung Tanah di wilayah Indonesia. Lalu bagaimana sejarah pendidikan era Hindoe Boedha dan era Islam di Nusantara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (1): Nama Banyuwangi dan Penduduk Asli Osing; Kota Melting Pot di Ujung Timur Pulau Jawa pada Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Setelah serial artikel sejarah Madura dan serial artikel sejarah Malang, secara spasial akhirnya harus berakhir di serial artikel sejarah Banyuwangi. Dengan sejarah Banyuwangi ini juga serial artikel sejarah berbagai daerah di Indonesia selesai. Selanjutnya hanya memperkaya seluruh serial artikel seluruh Indonesia dengan random. Diantara artikel-artikel sejarah daerah, dilanjutkan serial artikel sejarah menurut topik. Topik yang sudah dimulai dari Sejarah Menjadi Indonesia dan Sejarah Pers di Indonesia. Bersaman dengan sejarah Banyuwangi ini dimulai serial artikel sejarah pendidikan di Indonesia. Mari kita mulai artikel pertama Sejarah Banyuwangi.


Asal-usul Nama dan Sejarah Banyuwangi. Kompas.com. 07/12/2021. Banyuwangi nama kabupaten di ujung timur Provinsi Jawa Timur, berbatasan langsung Selat Bali. Kota Banyuwangi memiliki julukan Bumi Blambangan dan Kota Osing. Asal-usul nama Banyuwangi dari Legenda Sri Tanjung yang berpesan setelah dibunuh jasadnya diceburkan ke sungai. Apabila darah mengalir berbau busuk, dirinya telah berbuat serong, jika air sungai berbau harum maka Sri Tanjung tidak bersalah. Patih Sidopekso pun tetap menikamkan kerisnya ke istri. Ternyata, air sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih dan berbau wangi. Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Blambangan, dipimpin Pangeran Tawang Alun.  VOC menganggap Blambangan bagian wilayah kekuasaannya atas dasar penyerahan kekuasaan Jawa bagian Timur oleh Pakubuwono II. VOC tidak pernah benar-benar menunjukkan kekuasaannya di Blambangan sampai akhir abad ke-17. Pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan, VOC segera bergerak mengamankan kekuasaannya. Lalu memicu terjadinya pertempuran antara pasukan Blambangan dengan VOC, dikenal peristiwa Puputan Bayu, terjadi 18 Desember 1771, VOC kemudian mengangkat R Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama (ditetapkan hari jadi Banyuwangi). Banyuwangi sendiri multikulturalisme, masyarakatnya keturunan Jawa Mataraman, Madura, dan Osing.  Suku Osing merupakan penduduk asli Banyuwangi. Sebagai keturunan Kerajaan Blambangan, suku ini memiliki adat-istiadat, budaya, dan bahasa berbeda dari Jawa dan Madura. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah nama Banyuwangi dan penduduk asli Osing? Seperti disebut di atas, ini adalah artikel pertama dari serial artikel sejarah Banyuwangi. Seperti biasa dimulai dari nama daerahnya sendiri dan awal perkembangannya. Era VOC dan Banyuwangi adalah kota melting pot di ujung timur Pulau Jawa dimana sebagai penduduk asli orang Osing. Lalu bagaimana sejarah nama Banyuwangi dan penduduk asli Osing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.