Kamis, 15 Agustus 2019

Sejarah Menjadi Indonesia (24): Alip Ba Ta Gitaris Fingerstyle Mendunia; Ambassador dalam Penyusunan Sejarah Musik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini


*Baca juga: Sejarah Jakarta (79): Orangtua EDDIE van Halen Menikah di Jakarta, 1950; Ibu Lahir di Rangkasbitung, Nenek Asli Purworejo

**Baca juga: Sejarah Bandung (46): Eddy Chatelin 1957, Pionir Musik Rock’n Roll (Crazy Rockers); Kelahiran Bandung, Nenek Moyang Padang

***Baca juga: Sejarah Kota Surabaya (25): Sech Albar--Ayah Ahmad Albar--Pionir Musik Gambus; Ucok AKA Harahap, Pionir Musik Rock

Alif Gustakhiyat dengan nama pop Alip Ba Ta di channel Youtube telah menyita perhatian publik musik Indonesia. Alip Ba Ta bermusik dengan gaya fingerstyle yang hanya mengandalkan gitar tunggal mampu membunyikan senar dengan sound yang variatif. Gaya yang memainkan senar gitar dengan variatif menjadi ciri khas Alip Ba Ta diantara para gitaris dunia. Lagu country Leaving On a Jet Plane yang diciptakan dan dinyanyikan John Denver mampu digubahnya sesuai jiwa lagu tersebut.

Dr. Karl Halusa, seorang doktor musik asal Austria pernah melakukan riset musik di Indonesia pada tahun 1936 (lihat De Sumatra post, 24-06-1936). Dr. Karl Halusa kaget menemukan begitu banyak alat musik dan begitu berlimpah nada-nada alami (unique). Dr. Karl Halusa dalm risetnya melakukan keliling Jawa dan Sumatra untuk merekam sound-sound yang menggetarkan pendengarannya. Sejak itulah musik Indonesia terdokumentasi dalam khasanah musik dunia (world music). Dalam hal ini Dr. Karl Halusa sengaja diundang para pegiat musik orang-orang Belanda di Indonesia. Orang-orang Belanda sendiri, meski masih malu-malu telah lama mengidentifikasi musik di berbagai wilayah di Indonesia yang sangat khas dan ragamnya sangat banyak.  

Lantas apa hubungannya Alif Gustakhiyat alias Alip Ba Ta dengan sejarah musik Indonesia? Alip Ba Ta telah membuka perhatian kita pada dunia musik. Sementara kita sudah sejak lama memiliki musik dunia (world music), tetapi tidak pernah mendunia. Alip Ba Ta dengan karya-karyanya diharapkan agar para musafir musik dunia kembali menyambangi Indonesia. Indonesia tidak hanya kaya sumber daya alam dan keindahan alam, juga Indonesia kaya dengan nada-nada musik dunia. Musisi Alif Gustakhiyat alias Alip Ba Ta di dalam permainan gitarnya (fingerstyle) telah mengadopsi nada-nada alamiah khas Indonesia. Oleh karena itu, sudah waktunya kita menyusun sejarah musik Indonesia, sejarah yang mempertemukan sejarah musik tradisi dengan sejarah musik dunia.

Sejarah Tangerang (19): Gudang Amunisi Jepang di Serpong dan Majoor Daan Mogot; Adakah Berita Pertempuran di Lengkong?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Nama Lengkong ada di Bandoeng juga di Tangerang. Pertempuran di Lengkong, Tangerang (di Serpong), peristiwa yang disebutkan terjadi tanggal 25 Januari 1946.menjadi peristiwa heroik dalam sejarah Tangerang. Sebanyak tiga perwira dan 34 orang taruna gugur. Salah satu perwira yang gugur, yang juga menjadi komandannya adalah Majoor Daan Mogot (yang kini namanya ditabalkan sebagai nama jalan utama antara Tangerang dan Grogol, Jakarta).

Lengkong di Serpong (Peta 1944)
Pasukan Sekutu/Inggris yang berbasis di Singapoera, setelah bernegosiasi dengan (Presiden) Soekarno masuk ke Indonesia dengan dua tugas utama: melucuti senjata militer Jepang dan membebaskan interniran Eropa/Belanda. Kedatangan pasukan Sekutu/Inggris dan tugasnya sudah dimaklumkan ke publik. Semua pihak sudah mengetahuinya. Dalam konteks inilah disebutkan dalam berbagai tulisan Majoor Daan Mogot datang ke pusat gudang amunisi Jepang di Serpong untuk melucuti senjata militer Jepang. Dalam peristiwa pelucutan senjata inilah disebutkan terjadi pertempuran: Sebanyak tiga perwira dan 34 orang taruna gugur.

Peristiwa terbunuhnya tiga perwira dan 34 orang taruna bukanlah peristiwa kecil. Bad news is good news. Pada tanggal kejadian ini sudah bercokol Belanda/NICA di Djakarta/Batavia. Surat kabar berbahasa belanda, Het Daghblad sudah terbit di Batavia sejak tanggal 23-10-1945. Surat kabar ini sangat intens memberitakan kejadian day to day di seputar Batavia. Kematian tiga perwira dan 34 orang taruna Indonesia oleh milter Jepang sudah barang tentu dapat menjadi amunisi yang bernilai tinggi bagi Belanda untuk menyoal seterunya Jepang. Untuk itu mari kita lacak di dalam surat kabar Het Daghblad.