Rabu, 13 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (530): Pahlawan Indonesia dan Pangeran Hadiwidjojo dari Solo; Letnan Pribumi Pengagum Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak sedikit yang membenci Belanda, cukup banyak yang tidak perduli (tidak memiliki sikap) dan tidak banyak yang menjadi pengagum Belanda. Dari yang tidak banyak itu, hanya sedikit yang benar-benar pengakum Belanda, salah satu diantaranya adalah Pangeran Ario Hadiwidjojo dari Solo. Lalu, bagaimana dengan para pangeran dari Jogjakarta?

Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745. Selanjutnya, sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 antara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, disepakati bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua pemerintahan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Berlakunya Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Jatisari sejak tahun 1755 menyebabkan Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dengan rajanya Sunan Pakubuwana III; sedangkan Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta, dengan rajanya Sultan Hamengkubuwana I. Keraton dan kota Yogyakarta mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu dibangun. Adanya Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 turut memperkecil wilayah Kasunanan, dengan diberikannya wilayah sebelah utara keraton kepada pihak Pangeran Sambernyawa (Adipati Mangkunegara I. Kasunanan Surakarta dianggap sebagai pengganti dan penerus Kesultanan Mataram bersama dengan Kesultanan Yogyakarta, karena raja-rajanya merupakan keturunan raja-raja Mataram. Setiap raja Kasunanan Surakarta bergelar susuhunan atau sunan, sedangkan raja Kesultanan Yogyakarta bergelar sultan (Wikipedia)..

Lantas bagaimana sejarah Pangeran Ario Hadiwidjojo? Seperti disebut di atas, Pangeran Ario Hadiwidjojo adalah satu dari para pengagum (peradaban) Belanda. Memang tidak ada yang salah. Sebab saat itu belum ada dikotomi yang berjarak antara bangsa Belanda dan bangsa Indonesia. Akan mulai berbeda ketika mulai muncul gerakan pribumi untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Lalu bagaimana sejarah Pangeran Ario Hadiwidjojo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (529): Pahlawan Indonesia dan Perjuangan Pegawai Negeri; Kini, Jumlah Pegawai PNS Semakin Sedikit

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sudah sejak lama, bahkan hingga ini hari status sebagai pegawai pemerintah (PNS/ASN) dipandang sebagai posisi yang bergengsi di tengah masyarakat Indonesia. Namun, tentu saja tidak semua pemuda, lulusan sekolah menengah/perguruan tinggi, ingin berkarir sebagai pegawai pemerintah (pegawai negeri). Hal ini karena semakin luasnya lapangan pekerjaan di bidang swasta. Tempo doeloe, pada era Hindia Belanda status pegawai pemerintah masih belum jelas. Para pegawai mulai menyadari dan melakukan perjuangan untuk memastikan status mereka sebagai pegawai pemerintah. Dalam hal ini status tidak diberikan pemerintah tetapi diperjuangkan para pegawai pemerintah. Status yang diperjuangkan itulah yang kini disebut PNS atau ASN.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) merilis data statistik Aparatur Sipil Negara (ASN), meliputi data Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) periode Juni – Desember 2021. Dari data tersebut, BKN mencatat adanya penurunan jumlah PNS sebesar 4,1 persen atau total 3.995.634 (per Desember 2021), dibandingkan dengan jumlah PNS tahun 2020 sebesar 4.168.118. Mengutip data Kedeputian Bidang Sistem Informasi Kepegawaian, penurunan angka PNS aktif disebabkan oleh jumlah PNS yang pensiun setiap tahun lebih banyak dibandingkan dengan penerimaan CPNS yang diselenggarakan pada tahun tersebut. Sementara jumlah PPPK diperkirakan akan terus mengalami pertumbuhan karena adanya kebijakan rekrutmen PPPK yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hingga Desember 2021, total PPPK berjumlah 50.553. Hal ini sejalan dengan target pemerintah yang ingin memodernisasi birokrasi, salah satunya dengan berupaya menerapkan komposisi jumlah PPPK lebih besar dibanding jumlah PNS. Tidak hanya itu, sampai dengan tahun 2023, pemerintah juga akan menata kembali kebutuhan jenis pekerjaan ASN pada berbagai lini di semua instansi, sehubungan dengan transformasi digital yang sedang berlangsung menuju implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Adapun dari total 3.995.634 PNS aktif di Indonesia, terhitung 76,6 persen diantaranya atau 3.058.775 bekerja pada instansi pemerintah daerah. Sementara 23,4 persen atau 936.859 bekerja pada instansi pemerintah pusat. (Merdeka.com)

Lantas bagaimana sejarah perjuangan para pegawai pemerintah untuk mendapatkan status? Seperti disebut di atas, perjuangan itu dimulai pada era Pemerintah Hindia Belanda. Tidak hanya sampai disitu perjuang berikutnya adalah untuk mengkonsolidasi para pensiunan pegawai pemerintah. Kini, mulai berbalik arah, pemerintah akan menurunkan jumlah pegawai pemerintah. Lalu bagaimana sejarah para pegawai pemerintah untuk mendapatkan status? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.