Senin, 30 Desember 2019

Sejarah Jakarta (72): Sejarah Ancol dan Jeremis van Riemsdijk; Benteng Ancol di Sungai Antjol, Akses Baru ke Weltevreden


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Ancol pada masa ini haruslah dibilang sebagai taman impian warga Jakarta ketika akses ke laut begitu sulit didapat. Namun cerita-cerita tentang Ancol yang membuat pengunjung terasa terhenyak ketika berada di Ancol bukan soal wahananya. Yang banyak dibicarakan justru yang aneh-aneh seperti kisah ‘Si Manis Jembatan Ancol’. Namun ada satu hal, tetapi agak jarang dipertanyakan yakni soal mengapa ada benteng kuno di Ancol. Pertanyaan mengapa dan bagaimana benteng itu belum ada yang bisa menjawabnya.

Benteng (fort) Antjol, 1656
Tempat wisata Ancol dibangun sejak era kemerdekaan Indonesia. Konon, sejak kepulangan Presiden dari Amerika Serikat, 1856 gagasan pembangunan Ancol dimulai. Pembangunan Ancol dimaksudkan untuk meniru Disneyland Amerika Serikat, Setelah land clearing, pembangunannya sempat tersendat. Pembangunan tempat rekreasi Ancol baru dilanjutkan dan selesai pada era Presiden Soeharto. Kini, tempat rekreasi Ancol yang disebut Taman Impian Jaya Ancol yang dikelola oleh PT Pembangunan Jaya masih eksis. Namun tidak lagi menjadi impian seperti dulu. Itu semua karena pertanyaan tentang mengapa ada benteng di Ancol belum terjawab.

Lantas seperti apa sejawah awal Ancol? Itu dia yang juga ynag harus diimpikan. Satu sejarah awal terpenting di Ancol adalah keberadaan benteng (fort) Antjol. Berdasarkan catatan sejarah tertulis, benteng ini sudah eksis pada tahun 1656. Suatu benteng yang dibangun untuk basis pertahanan dalam melindungi kota (stad) Batavia. Sejak adanya benteng ini, area Antjol mulai dikembangkan. Salah satu pengembang terkenal di (land) Antjol adalah Jeremias van Riemsdijk (yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal VOC). Untuk menambah pengetahuan kita, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (71): Sejarah Awal Gunung Sahari; Bukan Gunung Sebenarnya, Tempo Dulu Daratan Kering di Tengah Rawa Luas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Di Jakarta ada namanya kawasan Gunung Sahari (di sebelah timur Pasar Baru). Satu yang menarik pada masa ini, tidak ada yang menulis sejarah Gunung Sahari secara lengkap (dari awal sampai akhir). Hanya ditulis sepotong-sepotong dari sejarah panjang Gunung Sahari. Padahal tidak ada sejarah di Jakarta yang bersifat misteri (sulit diketahui). Semua tempat di Jakarta saling terhubung satu sama lain.

Peta 1624 dan Peta 1665
Sesungguhnya tidak sejengkal pun tanah di Jakarta tanpa memiliki sejarah. Semuanya memiliki sejarahnya sendiri-sendiri namun tidak berdiri sendiri. Antara satu tempat dengan tempat lainnya di Jakarta satu sama lain memiliki keterkaitan dalam proses yang panjang. Oleh karena itu, menulis sejarah suatu tempat di Jakarta tidak bisa melihat keseluruhan tanpa memperhatikan relasinya dengan yang lain. Dalam hubungan ini, jika tidak memperhatikan relasi tersebut maka yang terjadi adalah gagal paham (tidak memberi kontribusi dalam pengetahuan). Analisis relasi dalam merekonstruksi sejarah suatu tempat (dalam hal  ini di Jakarta) menjadi sangat penting. Satu hal yang terpenting dalam menarik relasi tersebut haruslah didukung data sejarah yang valid. Pemahaman terhadap tipologi (scientific) tempat serupa dapat memperkuat pemahaman (seperti tipologi Tangerang dan Bekasi). Dalam penulis sejarah suatu tempat kita tidak bisa secara gegabah menggunakan pendekatan toponimi (yang cenderung bersifat art).

Relasi terdekat Gunung Sahari adalah Pasar Baru (bukan Senen dan juga bukan Kemajoran). Kedekatan sejarah Gunung Sahari, selain Pasar Baru aalah Mangga Dua dan Ancol. Tiga area ini harus dilihat secara simultan dalam memahami sejarah Gunung Sahari. Yang di masa lalu ketiga tempat ini secara alamiah terhubung dengan eksistensi sungai Ciliwung. Dengan pendekatan metodologis ini dimungkinkan untuk merekonstruksi sejarah Gunung Sahari. Untuk menambah pengetahuan kita, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.