Senin, 30 Oktober 2017

Sejarah Kota Depok (43): Ali Mochtar Hoeta Soehoet, Komandan Tentara Pelajar; Panitia Hari Sumpah Pemuda Pertama, Pendiri IISIP Lenteng Agung

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Ketika Kongres Pemuda diselenggarakan tanggal 28 Oktober 1928, Ali Mochtar Hoeta Soehoet umurnya baru 17 hari (lahir di Sipirok 11 Oktober 1928). Meski demikian, pada umur 25 tahun, Ali Mochtar Hoeta Soehoet pada tanggal 28 Oktober 1953 bertindak sebagai Ketua Panitia Hari Sumpah Pemuda. Tahun 1953 merupakan kali pertama hasil keputusan Kongres Pemuda 1928 diperingati. Saat itu, Ali Mochtar Hoeta Soehoet adalah Ketua Perhimpoenan Mahasiswa Akademi Wartawan Djakarta. Ali Mochtar Hoeta Soehoet terpilih sebagai Ketua Perhimpoenan Mahasiswa Akademi Wartawan Djakarta pada tanggal 19 April 1953 (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-04-1953).

De nieuwsgier, 03-03-1951
Akademi Wartawan Djakarta didirikan oleh Parada Harahap tahun 1951 (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 19-02-1951). Akademi Wartawan Djakarta diresmikan oleh Parada Harahap tanggal 2 Maret 1951 (De nieuwsgier, 03-03-1951). Ali Mochtar Hoeta Soehoet merupakan mahasiswa angkatan pertama. Pada bulan Juni 1952 Ali Mochtar Hoeta Soehoet dinyatakan lulus ujian tingkat satu (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-06-1952). Ini berarti ketika terpilih sebagai Ketua Perhimpoenan Mahasiswa Akademi Wartawan Djakarta, Ali Mochtar Hoeta Soehoet duduk di tingkat dua. Ali Mochtar Hoeta Soehoet adalah mahasiswa angkatan pertama dan ketua mahasiswa pertama di Akademi Wartawan Djakarta. 

Komandan Tentara Pelajar

Pada tahun 1948 Wakil Presiden Mohammad Hatta meminta Parada Harahap untuk mengelola surat kabar di ibukota RI (PDRI) di pengungsian di Bukittinggi. Nama surat kabarya Detik. Tujuan penerbitan Detik ini untuk media perjuangan diantara titik-titik pengugsian pada era Perang Kemerdekaan. Akses untuk mendatangkan percetakan dan bahan-bahan sudah tertutup karena Kota Padang dan Kota Sibolga sudah diduduki oleh militer Belanda.