Sabtu, 31 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (96): Perbatasan Kalimantan, dari Tanjung Datu hingga Pulau Sebatik; Jalan Paralel Akses Perbatasan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Salah satu perbatasan Indonesia dengan negara lain berada di pulau Kalimantan. Penarikan batas wilayah yurisdiksi dilakukan pada era Hindia Belanda-Inggris. Perbatasan di sebelah berada di Tanjung Datu dan di sebelah timur di pulau Sebatik. Tanjung dan pulau tersebut dibagi dua. Sejak penarikan perbatasan tidak segera ada infrasruktur jalan yang berarti. Untuk mencapai perbatasan terutama di pedalaman Kalimantan hanya dapat diakses melalui sungai atau jalan darat. Satu-satunya kota di perbatasan di pedalaman adalah Putussibau (dimana kemudian dibangun lapangan terbang).

Pada masa kini sudah dibangun jalan paralel perbatasan di sisi Indonesia. Dengan adanya akses jalan ini tidak hanya menghubungkan dengan mudah tempat-tempat di pedalaman (membuka isolasi), juga akan dimungkinkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Berdasarkan informasi dari Kementerian PUPR pembangunan jalan paralel perbatasan provinsi Kalimantan Barat telah tembus seluruhnya sepanjang 811.32 Km yang  terbagi menjadi dua yakni 607.81 Km berstatus jalan non nasional dan 203.51 Km jalan nasional dari Temajok di pantai barat hingga perbatasan dengan provinsi Kalimantan Timur. Sementara itu jalan perbatasan di provinsi Kalimantan Utara sepanjang 992,35 Km terdiri dari jalan paralel perbatasan sepanjang 614,55 Km dan akses perbatasan 377,8 Km. Hingga saat ini, dari 614,55 km jalan paralel perbatasan tersisa sepanjang 57 Km yang belum tembus dan 27,05 Km yang belum tembus untuk jalan akses perbatasan.

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indonesia di pulau Kalimantan? Seperti disebut di atas, bahwa pada masa kini sudah mulai ada akses dengan dibangunnya jalan paralel di wilayah Indonesia. Namun sebelum mencapai kemajuan itu seperti apa situasi dan kondisi di wilayah perbatasan Indonesia di pulau Kalimantan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 30 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (95): Agama Baha’i di Indonesia Sejak Hindia Belanda? Kurang Diketahui, Kini Menjadi Heboh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Tiba-tiba Baha’i menjadi heboh. Ini sehubungan dengan sikap Menteri Agama yang memberi ucapan selamat hari raya (agama) Baha’i. Lalu apa dan mengapa agama Baha'i? Banyak orrang mulai mencari di internet. Memang ada dan sudah sejak lama ada tulisan-tulisan  tentang Baha’i. Sebagaimana diketahui bahwa agama yang diakui di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Agana ini pernah dilarang pada era Presiden Soekarno, tetapi larangan itu dicabut pada era Presiden Gusdur.

Bahá'í adalah agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Agama Bahá'í lahir di Persia (sekarang Iran) pada tahun 1863. Pendirinya bernama Mírzá Ḥusayn-`Alí Núrí yang bergelar Bahá'u'lláh (kemuliaan Tuhan, kemuliaan Alláh). Bahá'í awalnya berkembang secara terbatas di Persia dan beberapa daerah lain di Timur Tengah yang pada saat itu merupakan wilayah kekuasaan Turki Usmani. Sejak awal kemunculannya, komunitas Bahá'í Timur Tengah khususnya di Persia menghadapi persekusi dan diskriminasi yang berkelanjutan. Pada awal abad kedua puluh satu, penganutnya mencapai lima hingga delapan juta jiwa yang berdiam di lebih dari dua ratus negara dan teritori di seluruh dunia (Wikipedia). Dari sumber lain diketahui bahwa agama itu masuk ke Indonesia pada 1878. Kemenag menyebut penganut Baha'i di Indonesia mencapai sekitar 5.000 orang.

Lantas bagaimana sejarah (agama) Baha’i? Yang jelas pada dasarnya sudah diketahui sejak lama namun kurang terinformasikan. Seperti disebut diatas gara-gara ucapan Menteri Agama itu banyak orang yang ingin tahu apa dan mengapa. Dalam hubungan itu, kita juga ingin mengetahui. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 29 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (94): Teori Proto Deutro Tidak Bisa Jelaskan Terbentuknya Penduduk dan Bahasa Nusantara; So, What?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Dalam sejarah awal nusantara ras adalah satu hal. Sedangkan terbentuknya penduduk dan bahasa adalah hal lain lagi. Manusia sebagai pemilik ras yang dalam bahasa sekarang struktur DNA yang menyebabkan perbedaan fisik penduduk. Adanya perkawinan beda ras menyebabkan penduduk yang terbentuk sangat beragam. Ras tidak ada hubungannya dengan bahasa. Akan tetapi penduduk yang terbentuk berkaitan dengan terbentuknya bahasa. Lalu bagaimana sejarah terbetuknya penduduk dan bahasa-bahasa nusantara?

Teori awal tentang terbentuknya penduduk dan bahasa nusantara adalah teori Proto Melayu (Melayu Tua) vs Deutro Melayu (Melayu Muda). Teori tersebut tampaknya tidak relevan lagi. Teori Proto-Deutro membedakan pendatang yang masuk nusantara dalam dua tahapan. Ada yang menyebut perbedaan waltu 2.000 tahun. Proto Melayu sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di Pasifik yang datang dari Cina bagian selatan (Yunan) dengan ciri rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan dan bermata sipit. Pada era berikutnya Deutero yang datang dari Indocina bagian utara mendesak Proto Melayu relokasi pedalaman, lalu Proto Melayu ini mendesak keberadaan Austronesia yang sudah lama eksis. Deutro membawa peradaban baru. Persebaran peralatan dan teknologi inilah oleh para arkeolog menyusun bukti (secara fisik). Lalu bagaimana dengan non fisik seperti bahasa dan pengetahuan lainnya?

Lantas bagaimana sejarah awal terbentuknya penduduk dan bahasa-bahasa nusantara? Yang jelas pada masa ini kita kenal penduduk beragam suku dan beragam bahasa serta beragam tingkat perkembangan sosialnya. Lalu bagaimana keragaman itu terbentuk? Secarra fisik berbeda-beda, itu berarti sudah ada persilangan ras (DNA). Seiring dengan percampuran (ras) manusia inilah yang memberikan keragaman dalam terbentuknya pednduduk (etnik) dan bahasa-bahasa. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 28 Juli 2021

Sejarah Kota Ambon (14): Era Zaman Kuno Kepulauan Maluku Tenggara dan Tradisi Pemujaan Para Leluhur; Kei, Aru, Tanimbar

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah zaman kuno diperlukan untuk memberi latar belakang kehidupan yang sekarang. Sejarah zaman kuno terbilang bagian sejarah yang kurang mendapat perhatian. Boleh jadi karena minimnya data yang tersedia. Namun sejarah zaman kuno sebagai bagian sejarah keseluruhan tetaplah menjadi penting. Banyak studi-studi rintisan yang telah dilakukan. Salah satu studi rintisan itu dilakukan oleh Marlon NR Ririmasse dengan judul Pemujaan Leluhur di Kepulauan Maluku Tenggara. Pulau-pulau besar di wilayah Kepulauan Maluku Tenggara ini adalah Kei, Aru dan Tanimbar.

Kepulauan Maluku Tenggarra adalah bagian dari Kepulauan Maluku yang secara geografis wilayahnya berada di sebelah tenggara pulau Seram provinsi Maluku, Wilayah pulau-pulau di tenggaran provinsi Maluku ini pada masa kini terdiri dari beberapa kabupaten/kota yakni kabupaten Seram Bagian Timur (ibu kota Bula), kabupaten Maluku Tenggara (ibu kota Langgur), kabupaten Kepulauan Aru (ibu kotya Dobo), kabupaten Kepulauan Tanimbar (ibu kota Saumlaki) dan Kota Tual. Meski lebih dekat ke (pulau) Timor (provinsi NTT) dalam hal ini dapat dimasukkan kabupaten Maluku Barat Daya (ibu kota Tiakur). Ada aspirasi belakangan ini nama kabupaten Maluku Tenggara diubah menjadi nama baru Kepulauan Kei.

Lantas bagaimana sejarah zaman kuno Kepulauan Maluku Tenggara? Seperti disebut di atas bahwa sejarah zaman kuno kerap terkendala pada minimnya data. Oleh karean itu untuk memahami sejarah zaman kuno dapat dimulai dari data sejarah yang ada dengan menghubungkannya ke belakang (zaman kuno). Dengan demikian dimungkinkan untuk mempertemukan sejarah masa kini dengan sejarah awal (zaman kuno). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 27 Juli 2021

Sejarah Kota Ambon (13): Bahasa-Bahasa di Provinsi Maluku dan Sebaran; Mengapa Banyak Bahasa Punah di Provinsi Maluku?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

Bahasa nusantara adalah bahasa-bahasa asli yang ada di berbagai pulau. Kepulauan Maluku, dalam hal ini provinsi Maluku terdapat banyak bahasa asli. Bahasa-bahasa asli terbentuk di zaman kuno. Bahasa sendiri adalah warisan, suatu kekayaan nusantara yang perlu dilestarikan. Namun kini banyak diantara bahasa-bahasa di provinsi Maluku yang sudah punah dan yang terancam punah. Lantas mengapa bahasa punah?

Selama ini tercatat sebanyak 726 bahasa daerah di Indonesia. Sebanyak 48 bahasa terdapat di provinsi Maluku. Hingga saat ini ada 14 bahasa yang telah punah di Indonesia dan satu bahasa lagi nyaris punah karena penggunanya tinggal satu orang. Sebanyak tujuh bahasa di provinsi Maluku yakni Kayeli, Palumata, Moksela, Hukumina (kabupaten Buru), bahasa Piru (kabupaten Seram Bagian Barat), Hoti, Hukumina, Hulung, Serua, Te'un, Palumata, Loun, Moksela, Naka'ela, dan Nila (kabupaten Maluku Tengah). Disebutkan bahasa yang terancam punah terdapat di Kabupaten Buru sebanyak dua bahasa, kabupaten Maluku Tenggara (satu bahasa), kabupaten Seram Bagian Barat (satu bahasa) dan kabupaten Seram Bagian Timur (enam bahasa). Selain di provinsin Maluku, ada dua bahasa punah di Maluku Utara (Ternateno dan Ibu) dan dua bahasa di Papua, (Saponi dan Mapia). Hingga saat ini di Indonesia hanya 13 bahasa yang penuturnya di atas satu juta jiwa yakni Aceh, Batak, Minangkabau, Rejang, Lampung, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Sasak, Makassar, Bugis dan Melayu.

Lantas bagaimana sejarah bahasa-bahasa asli di provinsi Maluku? Seperti disebut di atas bahasa yang punah di Indonesia paling banyak di provinsi Maluku. Lalu bagaimana bahasa-bahasa asli di provinsi Maluku punah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 26 Juli 2021

Sejarah Kota Ambon (12): Kerajaan Muar dan Kerajaan Saparua; Peradaban Awal di Maluku, Pulau Halmahera hingga Pulau Aru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

Sejarah zaman kuno kerap bersifat misteri. Itu semua karena minimnya data yang ada. Semakin tua semakin sulit menemukan data. Sumber data Maluku baru terkoleksi sejak era Po\rtugis. Meski demikian ada beberapa sumber data yang berasal dari zaman kuno yang masih eksis seperti prasasti dan candi. Namun sayang, sejauh ini belum ditemukan prasasti atau bentuk-bentuk peradaban zaman kuno. Satu-satunya sumber tertulis dari zaman kuno mengenai (kepulauan) Maluku hanya teks Negarakertagama 1365 M. Di dalam teks tersebut beberapa nama disebut seperti Ceram dan Muar.

Maluku adalah kepulauan yang terdiri banyak pulau-pulau mulai dari utara pulau Halmahera hingg selatan di pulau Aru. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor mengapa penduduk Maluku sangat beragam. Meski demikian ada satu ciri yang memiliki kemiripan satu sama lain yakni bentuk pemerintahan tradisional. Dalam hal ini penduduk Maluku hidup berkelompok sesuai dengan garis keturunan ayah dan kekerabatan. Kelompok-kelompok ini menjadi satuan politik membentuk semacam republik desa aristokrasi yang kini ada dalam bentuk negeri. Di Maluku Tengah dan Maluku Tenggara, kelompok masyarakat berdasarkan kekerabatan membentuk matarumah/ub yang kini menjadi fam di pedalaman atau pegunungan. Beberapa matarumah ini membentuk sebuah kampung kecil atau soa/rahanjam yang akan menyatu dengan soa lainnya membentuk hena atau aman (kini disebut sebagai negeri lama/ohoiratun). Negeri-negeri lama ini membentuk uli atau persekutuan negeri. Di Maluku Utara yang menerapkan bentuk kerajaan, terdapat dua uli, yaitu Uli Lima di bawah Ternate dan Uli Siwa di bawah Tidore. Sementara itu, di Maluku Tengah, uli disebut sebagai pata; terdiri dari Pata Lima yang terdiri dari lima negeri dan Pata Siwa yang terdiri dari sembilan negeri. Di Maluku Tenggara, keduanya disebut berturut-turut sebagai Lor Lim dan Ur Siu. Meskipun Uli Lima dan Uli Siwa berasal dari Maluku Utara, pengaruhnya meluas hingga Maluku, misalnya Kerajaan Huamual yang meliputi Seram Barat dan Buru termasuk dalam Uli Lima. Selain di Maluku Utara, di Maluku Tengah pernah terdapat beberapa kerajaan kecil seperti Tanah Hitu dan Iha.  

Lantas bagaimana sejarah zaman kuno di di Kepulauan Maluku? Seperti disebut di atas sumber sejarah zaman kuno sangatlah minim. Meski demikian sistem pmerintahan yang berhasil didokumentasi sejak era Portugis diduga sebagai warisan zaman kuno. Dalam hal ini upaya penggalian sejarah zaman kuno masih diperlukan, karena sejarah zaman kuno adalah pendahulu sejarah berikutnya (era Portugis). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.