Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kota Depok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kota Depok. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Januari 2020

Sejarah Kota Depok (59): Riwayat Tiang Telepon di Depok, Kapan Sebenarnya Mulai Dibangun? Sejarah Telepon di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Diantara situs-situs tua di Depok, ada satu situs yang selalu menarik perhatian warga maupun para peminat sejarah. Situs tua tersebut adalah tiang telepon yang kini masih berdiri tegak di pertigaan jalan Kartini dan jalan Pemuda. Tiang telepon ini sekarang meski tidak difungsikan, tetapi tetap dipertahankan apa adanya.

Tiang telepon kuno di Depok (Now)
Sebelum ditemukan fungsi telepon, alat komunikasi jarak jauh yang paling efisien dan efektif adalah telegraf. Penggunaan telepon di Indonesia (baca: Hindia Belanda) baru diintroduksi pada tahun 1882. Baru sebatas jaringan telepon jarak jauh antar instansi tertentu semisal antara Weltevreden dan Tandjoeng Priok, antara Batavia dan Soerabaja dan antara Batavia dan Buitenzorg (menarik kabel sepanjang jalur jalan pos Batavia dan Buitenzorg via Tjimanggis dan Tjibinong). Lalu jaringan telepon kemudian diperluas dengan membangun jaringan telepon lokal (dalam kota). Dalam tahap berikutnya baru dikembangkan telepon umum antar kota (intercommunale).

Bagi peminat sejarah, boleh jadi sayang tiang telepon di kota Depok ini dibongkar (toh juga tidak mengggangu dan menghalangi yang lain). Tiang telepon di kota Depok dapat dianggap sebagai bagian dari sejarah (kota) Depok. Namun yang menjadi persoalan dan kerap ditanyakan di internet, sejak kapan tiang telepon ini dibangun? Sejauh ini tidak ada keterangan yang memuaskan. Lantas kapan pesisnya? Itulah yang menjadi pertanyaan? Untuk menjawabnya mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 29 September 2019

Sejarah Kota Depok (58): Sejarah Parung, Distrik dan Onderdistrik di Depok; Parung Lebih Tua dari Bogor dan Pohon Jubleg


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Kota Parung adalah kota tua, kota (paling) besar di wilayah hulu diantara daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane dan daerah aliran sungai Jacatra/sungai Tjiliwong. Kota Paroeng berkembang dan berpusat ke benteng (fort) Sampoera di Lengkong (kini Serpong). Lalu kota Paroeng dijadikan sebagai ibu kota distrik Paroeng. Luas distrik Paroeng membenteng ke arah utara hingga di Tjinere, ke arah timur di Depok, ke arah selatan di Semplak dan ke arah barat di Tjoeroe Bitoeng (kini kecamatan Nanggung).

Kota Paroeng (Peta 1901)
Kini, nama Parung hanya sebatas nama kecamatan di kabupaten Bogor. Sementara nama Depok telah menjadi Kota. Di masa lampau, Paroeng adalah ibu kota distrik, sedangkan Depok baru kemudian dimekarkan dari distrik Paroeng menjadi onderdistrik Depok beribu kota di Depok. Kota Depok kini terdiri dari 11 kecamatan, sementara kecamatan Parung terdiri dari sembilan desa, yakni: Iwul, Jabon Mekar, Pamager Sari, Parung, Waru, Warujaya, Bojong Sempu, Bojong Indah dan Cogreg.

Seperti kata pepatah, sejarah mengikuti jalannya sendiri mengikuti perjalanan waktu. Jika jarum jam diputar kembali ke masa lampau, nama Parung adalah segalanya. Disinilah letak keutamaan Parung di dalam sejarah. Seperti kata pepatah, garis sejarah akan berbalik kembali ke origin. Di sinilah keutamaan prospek Kota Parung di masa depan. Ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur, ibu kota Jawa Barat dipindahkan ke Purwakarta, ibukota Bogor dipindahkan ke Cigudeg, dan Parung sendiri akan menjadi Kota (yang setara dengan Kota Depok dan Kota Tangerang Selatan). Untuk lebih memahami sejarah Parung, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 08 Mei 2019

Sejarah Kota Depok (57): FKN Harahap dan ‘Proklamasi Indonesia’ 11 Agustus 1945 di Belanda; Peran Perhimpunan Indonesia (PI)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Di tengah-tengah orang Jepang di Djakarta, proklamasi kemerdekaan Indonesia dilangsungkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Enam hari sebelumnya di Belanda, di tengah-tengah orang Belanda FKN Harahap melakukan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Isi proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut di Belanda dimuat pada surat kabar Het parool, 11-08-1945. FKN Harahap adalah pemimpin Perhimpunan Indonesia di Belanda.

Het parool, 11-08-1945
Sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya dicatat dalam sejarah Indonesia yang terkait dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Djakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan Indonesia ala Perhimpunan Indonesia tidak pernah dikutip sebagai bagian sejarah peroklamasi kemerdekaan Indonesia. Sengaja atau tidak sengaja, terkesan ada reduksi dalam catatan sejarah Indonesia. Padahal proklamasi kemerdekaan Indonesia di Belanda adalah wujud kesadaran bernegara dari para pejuang-pejuang Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia di Belanda.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Belanda yang dimuat di surat kabar beroplah luas di Eropa dengan sendirinya dapat dibaca di seluruh Eropa. Bagaimana gagasan proklamasi kemerdekaan Indonesia muncul adalah wujud dari dinamika yang terjadi di Belanda dan peran Perhimpunan Indonesia dalam berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Untuk memahami hal tersebut pada tahun 1945 mari kita telusuri surat kabar yang terbit di Belanda dan majalah Perhimpuann Indonesia.   

Jumat, 08 Februari 2019

Sejarah Kota Depok (56): Melacak 12 Nama Keluarga (Geslachtsnaam) di Depok; Awal Mula Pencatatan dan Penulisan Last Name


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Di Depok tempo dulu ada nama keluarga (geslachtsnaam), jumlahnya 12 buah: Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, Zadokh. Mereka ini adalah pewaris Land Depok milik Cornelis Chastelein. Nama keluarga Zadokh disebutkan telah hilang. Paling tidak nama keluarga tersebut ditulis di belakang nama sudah dilakukan pada tahun 1812. Nama-nama keluarga tersebut masih digunakan hingga masa ini.

Silvester Jacobus Laurens lahir di Depok 17 Oktober 1811 (Java government gazette, 11-07-1812); Johanna Laurens lahir di Depok 30 September 1811 (Java government gazette, 19-12-1812). D. Jonathans di Depok (Bataviaasch handelsblad, 30-08-1869). Reiner Leander di Depok (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1878). Rijkloff Johannes Loen van Depok (Bataviaasch nieuwsblad, 16-02-1894). Daniel Jozef Bacas, Depok (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-03-1897). JE Isakh di Depok (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1915). L Samuel menikah di Depok (Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1916). Sara Tholense menikah di Depok (Bataviaasch nieuwsblad, 31-03-1920). Leena Jacob di Depok (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-03-1921). RF Soedira di Depok (Bataviaasch nieuwsblad, 12-02-1926). A Joseph di Depok (Bataviaasch nieuwsblad, 15-03-1937),

Pertanyaannya sejak kapan nama-nama tersebut ditabalkan sebagai nama keluarga. Lalu sejak kapan awal mula pencatatannya. Pada era VOC, orang Eropa/Belanda sudah sejak lama menggunakan nama keluarga di belakang nama, bahkan jauh sebelum mereka datang ke Hindia Timur seperti Cornelis de Houtman. Namun ada juga nama-nama keluarga yang baru yang harus ditetapkan melalui proses pengadilan. Lantas bagaimana dengan nama-nama keluarga yang di Depok yang jumlahnya 12 buah. Tentu saja masih menarik untuk ditelusuri sabab musababnya.

Rabu, 30 Januari 2019

Sejarah Kota Depok (55): PA van der Parra, Gubernur Jenderal dan Riwayat Hidup yang Sebenarnya; Rumah Cimanggis di Depok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Banyak tokoh penting VOC/Belanda yang dihubungkan dengan Kota Depok yang sekarang. Salah satu yang terpenting adalah Petrus Albertus van der Parra, karena pernah menjadi Gubenur Jenderal (1761-1775). Pada masa kini, Rumah Tua Cimanggis diduga sebagai warisan dari Petrus Albertus van der Parra.  

Para Pionir di Depok
Tokoh-tokoh penting lainnya adalah Majoor Saint Martin pemilik pertama lahan (land) Tjinere dan land Tjitajam (dua lahan tersubur di sisi barat sungai Tjiliwong). Setelah itu muncul tokoh berikutya yakni Cornelis Cahstelein yang awalnya membuka lahan di Seringsing (1695) dan kemudian di Depok dan Mampang (1704). Selanjutnya Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk pemilik land Tjilodong dan sekitarnya (cucu dari Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk). Majoor Saint Martin sebelumnya pemilik land di Batavia yang kemudian land tersebut Land Kemajooran (kini Kemayoran). Saint Martin seorang tentara profesional asal Prancis yang menguasai bahasa Melayu adalah asisten dan penerus ahli botani Georg Eberhard Rumphius yang bekerja di Ambon. Land Tjinere dan land Tjitajam adalah hadiah dari pemerintah VOC/Belanda karena berhasil mengamankan Kapitein Jonker yang membuat kerusuhan di Banten. Setelah Saint Martin meninggal (1686) tugas penyusunan buku botani tersebut diteruskan oleh Cornelis Chastelein. Karena itulah Saint Martin dan Cornelis Chastelein tertarik mengusahakan lahan. Mereka berdualah orang Eropa pertama yang membuka lahan di hulu sungai Tjiliwong. Rumphius, Martin dan Chastelein adalah koneksi (berdarah) Prancis.   

Lantas bagaimana riwayat Petrus Albertus van der Parra? Sejauh ini hanya sedikit informasi yang diketahui. Data tentang Petrus Albertus van der Parra bukan tidak tersedia. Hanya saja nyaris tidak ada yang menulis riwayatnya. Untuk itu mari kita telusuri ke masa lampau.

Selasa, 29 Januari 2019

Sejarah Kota Depok (54): RSUI di Depok Rumah Sakit Universitas Indonesia; Sejarah Rumah Sakit di Depok dari Klinik Bersalin


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
**Untuk melihat semua Sejarah UI dalam blog ini Klik Disini

Universitas memiliki rumah sakit bukanlah hal baru. Yang baru adalah Universitas Indonesia memiliki rumah sakit. Selama ini Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo (RSCM) hanya bekerjasama dengan Universitas Indonesia. RSCM sendiri berada di bawah Kementerian Kesehatan. Sementara Universitas Indonesia berada di bawah Kementerian Pendidikan. Oleh karena Kementerian Pendidikan tidak mengurusi rumah sakit, maka RSUI menjadi urusan Universitas Indonesia. Ini berarti RSUI adalah Rumah Sakit PTN pertama di Indonesia.

RSUI (foto Tempo)
Namun masih ada satu hal lain lagi. Universitas Indonesia secara defacto berada di Depok. Ini dapat dilihat dari izin mendirikan bangunan IMB Depok, Akan tetapi secara derujre berada di DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahwa Universitas Indonesia berada di ibukota Republik Indonesia. Sebab itu dapat menimbulkan permasalahan tersedniri bagi pasien. Misalnya di DKI Jakarta ada kebijakan libur pada hari tertentu sementara di Kota Depok hari kerja, maka dosen dan pegawai Universitas Indonesia yang menjadi dokter dan pegawai di RSUI menjadi akan turut libur. Oleh karena itu ada kemungkinan RSUI di Depok tutup (shutdown) selama hari libur di DKI Jakarta sementara di wilayah Depok adalah hari kerja.

Kehadiran RSUI di Depok akan sendirinya menguntungkan warga Kota Depok. Paling tidak telah menambah daftar rumah sakit yang ada di Depok dan menambah pilihan warga Kota Depok untuk berobat (rawat jalan dan rawat inap). Itulah keutamaan RSUI di Depok yang secara defacto benar-benar dibutuhkan warga Kota Depok. Keutamaan lainnya adalah RSUI adalah rumah sakit pendidikan dan rumah sakit kesehatan masyarakat. Itu dimaksudkan bahwa RSUI bukan rumah sakit komersil (swasta) tetapi lebih berorientasi untuk dunia pendidikan (termasuk penelitian dan pengabdian masyarakat), Semoga saja dapat mempercepat peningkatan status ksehatan masyarakat warga Kota Depok.

Minggu, 16 Desember 2018

Sejarah Kota Depok (53): Cornelis Chastelein Tidak Hanya Tinggalkan Surat Wasiat, Juga Naskah Akademik


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Cornelis Chastelein dikenal karena telah menulis surat wasiat kepada para pekerjanya di Depok. Surat wasiat itu kemudian dipublikasikan oleh seorang pengacara setelah Cornelis Chastelein tutup usia. Surat wasiat tersebut telah dikutip dalam artikel lain dalam seri artikel Depok ini. Namun ternyata, Cornelis Chastelein juga adalah seorang penulis yang andal. Oleh karenanya, Cornelis Chastelein, pandangan selama ini Cornelis Chastelein sebagai seorang pejabat VOC, tetapi juga ternyata seorang akademisi.

Tulisan Cornelis Chastelein (1855)
Tulisan Cornelis Chastelein ini dimuat dalam Jurnal Tijdschrift  voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde yang terbit di Batavia tahun 1855. Tulisan Cornelis Chastelein ini cukup panjang dari halaman 63 hingga 104. Suatu tulisan seorang pejabat yang terbilang komprehensif pada era VOC. Jurnal ini diterbitkan oleh Het Bataviaasch Genootshap van Kunsten en Wetenchappen, onder Redactie Dr. R. Bleeker, J Munich en Elisa Netscher (Deel III), Batavia. Lange en Co, 1855.

Apa yang menjadi isi tulisan Cornelis Chastelein adalah satu hal, bagaimana munculnya upaya penerbitan (jurnal) di Hindia adalah hal lainnya. Dua hal ini tentu saja saling berkaitan. Oleh karena itu para pengelola jurnal yang kali pertama terbit tahun 1853 ini menganggap tulisan Cornelis Chastelein dianggap relevan sebagai salah satu tulisan yang dibuat pada era VOC. Setelah menelusuri semua edisi jurnal pada tahun-tahun awal, ternyata tulisan Cornelis Chastelein dapat digolongkan sebagai tulisan yang unik dan satu-satunya tulisan yang berasal dari era VOC.

Sejarah Kota Depok (52): Zulkarnain Alfisyahrin, DAN-IV Karate, Caleg DPRD Jabar 2019; Partai Nasdem, Dapil Kota Bekasi dan Depok


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini 

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 adalah pemilu yang sangat unik. Untuk kali pertama Pemilu di Indonesia melangsungkan lima kegiatan pemilihan sekaligus, yakni: Presiden/Wakil Presiden; Anggota DPR Tingkat Pusat, Anggota DPD, Anggota DPRD Provinsi dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota. Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) ini akan serentak digelar tanggal 17 April 2019. Salah satu Calon Legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat di daerah pemilihan (Dapil) Kota Bekasi dan Kota Depok adalah Zulkarnain Alfisyahrin.

Zulkarnain Alfisyahrin, DAN IV Karate
Pada hari-H Pemilu tanggal 17 April 2019 di Tempat Pemungutan Suara (TPS), kita diberi lima lembar untuk dicoblos. Sangat sulit membayangkan seberapa banyak tanda gambar yang harus dipilih untuk masing-masing lembar yang berbeda. Dalam rangka inilah seorang kawan lama di Bekasi bernama Zulkarnain Alfisyahrin mengabarkan kepada saya bahwa telah resmi menjadi daftar calon tetap (DCT) mewakili Partai Nasdem untuk calon anggota DPRD Provinsi Jawa Barat di Dapil Kota Bekasi dan Kota Depok.

Saya sempat tertegun pencalonan Zulkarnain Alfisyahrin.Dia adalah kawan lama. Ingatan saya kembali ke masa lampau sejak di kampung. Dia adalah kawan saya sejak masih SMA di sebuah kota kecil di pedalaman Sumatra: Kota Padang Sidempuan. Saya baru ingat kembali, dialah yang mengajari saya belajar sampai bisa mengendarai sepeda motor HONDA CB 100. Artikel ini didedikasikan kepadanya tentang riwayat masa lampau hingga dia menjadi warga Kota Bekasi dan saya menjadi warga Kota Depok. Berikut inilah kisahnya.

Sabtu, 01 Desember 2018

Sejarah Kota Depok (51): Sejarah Lenteng Agung dan Asal Usul; Melacak Posisi ‘GPS’ Klenteng Agoeng di Land Tanah Agong


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Lenteng Agung adalah suatu nama terkenal di selatan Jakarta berbatasan dengan Depok. Nama Lenteng Agung sendiri sudah terkenal sejak dulu. Namun namanya baru populer setelah tahun 1873. Ini sehubungan dengan selesainya pembangunan jalur rel kereta api Batavia-Buitenzorg, yang mana salah satu halte/stasion disebut Lenteng Agung.

Peta Lenteng Agung, 1901
Lenteng Agung, adalah suatu kelurahan yang termasuk wilayah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tetangga terdekatnya adalah Kelurahan Serengseng Sawah, yang juga termasuk Kecamatan Jagakarsa. Jika nama Lenteng Agung baru populer sejak 1873, nama Serengseng Sawah dengan nama penanda navigasi kuno ‘Sering Sing’ sudah teridentifikasi sejak tahun 1706. Memahami Lenteng Agung di masa lampau haruslah dikaitkan dengan Sering Sing dan Depok. Hanya dengan begitu dimungkinkan untuk mengetahui sejarah masa lampau di Lenteng Agung. Oleh karenanya, meski Lenteng Agung kemudian masuk wilayah Meester Cornelis (dan pada masa ini wilayah DKI Jakarta), tetapi secara historis, sejarah Lenteng Agung harus dilihat dari sudut Depok (Buitenzorg).

Nama Lenteng Agung bukanlah berasal dari suatu klenteng (lenteng) yang besar (agung). Namun nama Lenteng Agung berasal dari suatu proses (transfomasi) ‘klenteng di Tanah Agong’. Klenteng yang dimaksud terdapat di Tanah Agong. Dengan kata lain wilayah Lenteng Agung dulu namanya Tanah Agong. Yang sering menjadi pertanyaan pada masa ini dimana posisi GPS klenteng yang dulu pernah ada di Tanah Agong (kini Lenteng Agung). Tentu saja, kita tidak bisa melacaknya pada masa kini. Situsnya pada masa ini sudah tidak berbekas. Untuk keperluan pengetahuan masa kini, mari kita lacak dimana posisi ‘gps’ klenteng tersebut di masa lampau.

Sabtu, 17 November 2018

Sejarah Kota Depok (50): Lukisan Asli Cornelis Chastelein; Corneille le Bruyn Pernah Berkunjung ke Sering Sing, 1706


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini 

Cornelis Chastelein sangat terkenal. Cornelis Chastelein adalah orang Eropa pertama yang membuka lahan di sisi barat sungai Tjiliwong. Lahan pertama yang diusahakan di sisi barat sungai Tjiliwong adalah lahan di Sering Sing (baca: Serengseng). Pada tahun 1706 Corneille le Bruyn pernah berkunjung ke Sering Sing. Lahan dimana Cornelis Chastelein mengusahakan pertanian.

Lukisan asli Cornelis Chastelein di Serengseng (le Bruyn, 1706)
Pada tahun 1696 Cornelis Chastelein membeli lahan baru di Depok dan Mampang. Sebelum meninggal pada tahun 1714, Cornelis Chastelein telah menjual lahan Sering Sing kepada Bupati Tjiandjoer. Sejak penjualan lahan Sering Sing, Cornelis Chastelein mulai intensif mengusahakan lahan di Depok.

Ada dua dokumen kuno yang mengindikasikan keberadaan lahan yang diusahakan Cornelis Chastelein di Sering Sing. Dokumen tersebut adalah peta lokasi Sering Sing dan lukisan lahan pertanian Cornelis Chastelein di Sering Sing. Namun yang menjadi rujukan lukisan Sering Sing yang beredar selama ini bukanlah lukisan yang asli. Replika lukisan tersebut tidak diketahui siapa pembuatnya. Lukisan yang asli dibuat sendiri oleh Corneille le Bruyn, seorang pelancong yang memiliki keahlian melukis.

Jumat, 02 November 2018

Sejarah Kota Depok (49): Sejarah Ratu Jaya, Nama Kampong Terkenal Tempo Doeloe; Pemberontakan Melawan Belanda, 1869


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Ratu Jaya pada masa ini adalah nama kelurahan di Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Kelurahan Ratu Jaya bertetangga dengan Kelurahan Pondok Terong. Kedua kelurahan ini di masa lampau pernah disatukan dalan satu kawasan tanah partikelir (landerien): Pondok Terong en Ratoe Djaija di onderdistrict Paroeng, Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia.

Peta 1852
Pada tahun 1861, berdasarkan Statistik Buitenzorg luas Pondok Terong 1.221 geomiljen dan Ratoe Djaija seluas 349 geo miljen. Dua kawasan pertanian yang disatukan ini terdapat 11 kampong dengan total penduduk pribumi sebanyak 2.071 jiwa dan 93 jiwa orang Tionghoa. Sebagai pembanding, tetangga kawasan pertanian ini adalah Depok yang memiliki luas 872 geo miljen yang terdiri dari tujuh kampong yang dihuni 1.443 orang pribumi, 32 orang Tionghoa dan sebanyak 803 orang Eropa. Pada tahun 1847 penduduk Pondok Terong dan Ratoe Djaja sebanyak 1.273 jiwa yang terdiri dari dua orang Eropa, 26 orang Tionghoa dan sebanyak 1.245 orang pribumi (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indië jrg 9, 1847, 2e deel). Orang Tionghoa terkonsentrasi di suatu tempat (kini disebut Kampong Lio Kelurahan Pondok Terong) di sebelah utara Setu Tjitajam (di sebelaj selatan setu adalah Bazar/Pasar Tjitajam dan sebelah timur setu adalah stasion Tjitajam sekarang).

Lantas, apa yang menjadi keutamaan Kampong Ratoe Djaja pada masa lampau? Kampong Ratoe Djaja seperti kampong-kampong lainnya, hidup dalam pertanian, tetapi di Kampong Ratoe Djaja terdapat seorang tokoh penting bernama Bapa Rama. Tokoh dari Kampong Ratoe Djaja ini secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Perlawanan yang dipimpin Bapa Rama ini terjadi tahun 1869.

Sabtu, 27 Oktober 2018

Sejarah Kota Depok (48): Sejarah Beji di Depok; Nama Kampong Tempo Doeloe, Kini Nama Kecamatan Dimana UI Berada


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Nama Kampong Bedji tempo doeloe kini menjadi nama Kecamatan Beji di Kota Depok. Posisi ‘gps’ Kampong Bedji tempo doeloe kini tepat berada di sisi selatan Universitas Indonesia yang dipisahkan oleh jalan tol Cijago (Cinere-Jagorawi). Kampong Bedji tempo doeloe bersama-sama Kampong Pondok Tjina dan Kampong Pondok Kemirie dibentuk menjadi Landerein Pondok Tjina.

Peta 1724 (VOC)
Kecamatan Beji dibentuk tahun 1981 sehubungan Kecamatan Depok dipromosikan menjadi Kota Administrasi Depok. Pada tahun 1999 Kota Administrasi Depok Ketika statusnya ditingkatkan menjadi Kota Depok. Bersamaan dengan pemekaran sejumlah kecamatan di Depok tahun 2007, Kelurahan Beji juga dimekarkan. Kini Kecamatan Beji terdiri dari enam kelurahan, yakni: Beji, Beji Timur, Kemiri Muka, Pondok Cina, Kukusan dan Tanah Baru.

Bagaimana sejarah Beji di Depok, dari sebuah nama kampong tempo doeloe hingga menjadi nama sebuah kecamatan pada masa ini sangat minim informasinya. Sehubungan dengan wilayah Beji sebagai bagian pusat kota Depok dan namanya semakin terkenal, sudah waktunya sejarah Beji disusun. Namun itu tidak mudah karena data tentang Beji tidak sebanyak data sejarah Pondok Tjina, Depok dan Pondok Terong. Meski demikian upaya pengumpulan data tetap perlu dilakukan. Mari kita telusuri.

Minggu, 01 Juli 2018

Sejarah Kota Depok (47): Onderneming Tempo Doeloe; Pondok Tjina, Sawangan, Tapos, Tjimanggis, Tjinere dan Tjitajam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
 

Pada era kolonial Belanda, di Depok dan sekitarnya adalah wilayah pertanian (onderneming). Perusahaan-perusahaan pertanian yang ada terdapat di wilayah antara Batavia hingga Buitenzorg. Perusahaan-perusahaan tersebut sudah lama tidak beroperasi, namun situsnya hingga tahun 1980an masih terlihat di beberapa tempat. Pada saat ini sudah sangat sulit menemukannya. Berdasarkan data onderneming tahun 1938, di wilayah Kota Depok yang sekarang ditemukan sejumlah perusahaan pertanian (onderneming) sebagai berikut: Pondok Tjina, Sawangan, Tjinere, Tapos, Tjimanggies dan Tjitajam.

Brinkman's cultuur-adresboek voor NI, 1937
Informasi ini bersumber dari Brinkman's cultuur-adresboek voor Nederlandsch-Indie, 1937. Buku Brinkman's ini berisi nama-nama onderneming di seluruh Indonesia (baca: Hindia Belanda). Setiap onderneming dideskripsikan komoditi yang diusahakan, nama pemiliki, perwakilan, dan administratur perusahaan. Juga disajikan alamat perusahaan dan lokasi dimana lahan yang diusahakan.

Fungsi lahan-lahan onderneming ini secara perlahan menghilang karena tekanan kepadatan penduduk di sekitar Jakarta dan berubah fungsi menjadi pemukiman. Lahan-lahan yang subur tersebut semakin cepat berkurang seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan-perumahan.

Kamis, 19 April 2018

Sejarah Kota Depok (46): Budak Beruntung Menjadi 'Belanda Depok'; Apakah Cornelis Chastelein Perintis Larangan Perbudakan?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Cornelis Chastelein, boleh jadi merupakan seorang pelopor pembebasan perbudakan di Oost Indie (baca: Indonesia). Itu bermula ketika Cornelis Chastelein mewariskan harta miliknya kepada para tenaga kerjanya pada tahun 1714. Para tenaga kerja Cornelis Chastelein pada awalnya diperoleh dengan status budak. Peristiwa ini sekitar satu setengah abad mendahului sebelum pemerintah Hindia Belanda (baca: Nederlandsch Indie) menghapuskan perbudakan dengan ditetapkannya di dalam undang-undang tahun 1860.

Dirk van Hogendorp (lukisan 1813)
Larangan perbudakan di wilayah jajahan Inggris sendiri sudah diberlakukan pada tahun 1843. Boleh jadi pemberlakukan larangan perbudakan di wilayah jajahan Inggris telah memacu lebih cepat diberlakukannya larangan perbudakan di wilayah jajahan Belanda tahun 1860. Penetapan larangan ini dalam undang-undang baru terjadi setelah melalui proses yang alot antar berbagai pihak di Hindia Belanda. Meski larangan perbudakan sudah dimaklumkan tetapi dalam kenyataannya praktek perbudakan masih ada.

Apakah Cornelis Chastelein telah menyadari arti penting pembebasan budak? Hal yang sama, apakah Pemerintah Hindia Belanda telah menyadari arti penting larangan perbudakan? Lantas mengapa praktek perbudakan masih ada meski undang-undang larangan perbudakan telah dirilis? Yang jelas, saat hiruk-pikuk soal pro atau anti perbudakan di Hindia Belanda, di Depok sudah sejak lama tidak ditemukan praktek perbudakan. Apakah Cornelis Chastelein telah menjadi perintis pembebasan budak di Indonesia? Mari kita telusuri.

Kamis, 22 Maret 2018

Sejarah Kota Depok (45): Teka Teki Siapa Margonda, Nama Jalan di Depok; Mangapa Riwayat Hidup Margonda Tidak Lengkap?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Jalan Margonda adalah jalan yang cukup panjang di Kota Depok. Jalan besar ini merupakan urat nadi kota. Margonda di Bogor disebut dalam sejarah sebagai pahlawan Depok. Karena itulah namanya ditabalkan sebagai nama jalan utama di Kota Depok. Namun di dalam sejarah Depok, sejarah Margonda hanya ditulis sangat singkat. Sesingkat penulisan namanya. Dari uraian yang ada hanya itu yang diulang-ulang oleh satu penulis dan oleh penulis lainnya.

Margonda (internet)
Nama Margonda adalah nama yang unik (unique) di Indonesia. Jarang orang Indonesia, bahkan tidak ada yang menggunakan Margonda sebagai nama diri. Namun kalau nama Margono cukup banyak. Artinya, nama Margonda tidak lazim di wilayah Bogor termasuk Depok. Jika tiga huruf pertama ‘Mar’ akan cukup banyak ditemukan nama diri di Sumatra Utara.

Lantas siapa sesungguhnya Margonda? Padahal nama Margonda adalah nama paling penting di Kota Depok pada masa ini. Mengapa riwayat pahlawan Depok ini hanya ditulis seadanya. Dengan kata lain: mengapa riwayat hidupnya tidak lengkap? Pertanyaan-pertanyaan ini bukannya mudah dijawab, bahkan sebaliknya justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru. Karena itulah sejarah Margonda tetap menarik. Mari kita telusuri.

Selasa, 23 Januari 2018

Sejarah Kota Depok (44): Jembatan Kuno ‘Indiana Jones’ di Srengseng Sawah Jakarta; Sisa Situs Kuno Ciliwung Era ‘Zaman Now’

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Baru-baru ini Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan menemukan jembatan gantung di Jalan Gardu Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Jembatan ini menghubungan wilayah Jakarta dan Depok di atas sungai Ciliwung. Jembatan gantung ini, menurut Gubernur sungguh sangat mengkhawatirkan bagi pengguna. Ketika coba melewatinya, jembatan gantung di atas sungai Ciliwung ini Gubernur Anies Baswedan menganggapnya bagaikan jembatan ‘ala’ Indiana Jones (dalam film Indiana Jones).

Peta Srengseng Sawah, 1904 (sekitar Jalan Gardu sekarang)
Nun di sana, tidak jauh dari jembatan gantung Srengseng Sawah, di pusat wilayah DKI Jakarta, jembatan-jembatan kota sudah bertaraf milenium di ‘zaman now’, seperti Jembatan Semanggi Baru. Sementara jembatan gantung di Srengseng Sawah yang menghubungan wilayah Depok dan Jakarta masih menggunakan teknologi kuno dengan model jembatan suspensi di era ‘zaman old’. Sebagaimana lazimnya, jembatan yang berlokasi di perbatasan selalu dilupakan karena statusnya selalu dalam posisi ‘status-quo’. Dari penemuan jembatan kuno ini di tengah metropolitan Jakarta itu, muncul inisiatif Gubernur untuk berkoordinasi dengan Wali Kota Depok. Inisiatif pejabat tampaknya mulai menjadi tradisi baru di 'zaman old' untuk melihat kembali situs-situs kuno di 'zaman now'.   

Penerapan teknologi jembatan gantung sendiri sesungguhnya tidak ada salahnya digunakan bahkan di era modern masa kini. Sisi inilah yang menjadi perhatian. Sisi lain jembatan gantung ini berada di wilayah metropolitan Jakarta, di satu pihak terkesan sangat kuno tetapi di pihak lain, karena hanya segitu kebutuhannya (hingga pada masa ini), jembatan kuno ala Indiana Jones ini sejatinya dapat dipermak sebagai situs eksotik yang valuenya tinggi sebagai bagian dari daya tarik wisata di Srengseng Sawah. Persoalan yang masih tersisa pada dasarnya hanya terletak pada kualitas jembatan gantung itu sendiri: sudah sangat mengkhawatirkan karena kualitasnya yang tidak memadai lagi, bahkan pejalan kaki tertatih-tatih menggunakannya dan jelas sulit dilalui oleh sepeda motor. Lantas bagaimana sebaiknya? Apakah merevitalisasi jembatan teknologi zaman kuno atau menggantinya dengan teknologi jembatan modern? Ada plus minusnya.

Senin, 30 Oktober 2017

Sejarah Kota Depok (43): Ali Mochtar Hoeta Soehoet, Komandan Tentara Pelajar; Panitia Hari Sumpah Pemuda Pertama, Pendiri IISIP Lenteng Agung

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Ketika Kongres Pemuda diselenggarakan tanggal 28 Oktober 1928, Ali Mochtar Hoeta Soehoet umurnya baru 17 hari (lahir di Sipirok 11 Oktober 1928). Meski demikian, pada umur 25 tahun, Ali Mochtar Hoeta Soehoet pada tanggal 28 Oktober 1953 bertindak sebagai Ketua Panitia Hari Sumpah Pemuda. Tahun 1953 merupakan kali pertama hasil keputusan Kongres Pemuda 1928 diperingati. Saat itu, Ali Mochtar Hoeta Soehoet adalah Ketua Perhimpoenan Mahasiswa Akademi Wartawan Djakarta. Ali Mochtar Hoeta Soehoet terpilih sebagai Ketua Perhimpoenan Mahasiswa Akademi Wartawan Djakarta pada tanggal 19 April 1953 (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-04-1953).

De nieuwsgier, 03-03-1951
Akademi Wartawan Djakarta didirikan oleh Parada Harahap tahun 1951 (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 19-02-1951). Akademi Wartawan Djakarta diresmikan oleh Parada Harahap tanggal 2 Maret 1951 (De nieuwsgier, 03-03-1951). Ali Mochtar Hoeta Soehoet merupakan mahasiswa angkatan pertama. Pada bulan Juni 1952 Ali Mochtar Hoeta Soehoet dinyatakan lulus ujian tingkat satu (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-06-1952). Ini berarti ketika terpilih sebagai Ketua Perhimpoenan Mahasiswa Akademi Wartawan Djakarta, Ali Mochtar Hoeta Soehoet duduk di tingkat dua. Ali Mochtar Hoeta Soehoet adalah mahasiswa angkatan pertama dan ketua mahasiswa pertama di Akademi Wartawan Djakarta. 

Komandan Tentara Pelajar

Pada tahun 1948 Wakil Presiden Mohammad Hatta meminta Parada Harahap untuk mengelola surat kabar di ibukota RI (PDRI) di pengungsian di Bukittinggi. Nama surat kabarya Detik. Tujuan penerbitan Detik ini untuk media perjuangan diantara titik-titik pengugsian pada era Perang Kemerdekaan. Akses untuk mendatangkan percetakan dan bahan-bahan sudah tertutup karena Kota Padang dan Kota Sibolga sudah diduduki oleh militer Belanda.

Jumat, 01 September 2017

Sejarah Kota Depok (42): Setu Babakan di Srengseng Dibangun 1830; Kini Menjadi Pusat Perkampungan Budaya Betawi

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Setu Babakan berada di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Setu ini kini dijadikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat perkampungan budaya Betawi. Dalam artikel ini, kita tidak sedang menelusuri sejarah terbentuknya Setu Babakan sebagai pusat perkampungan budaya Betawi (itu akan menjadi artikel Sejarah Jakarta), tetapi ingin menelusuri sejarah terbentuknya setu itu sendiri. Pembentukan setu di Srengseng yang kini disebut Setu Babakan dalam hal ini juga menjadi bagian dari Sejarah Depok.

Peta Lenteng Agoeng, 1900
Sejauh ini, bagaimana setu Babakan bermula tidak pernah ditulis. Padahal setu Babakan adalah setu (danau) buatan. Boleh jadi pada saat ini setu besar yang berada di Srengseng tidak terlihat lagi penampakan sebagai setu buatan karena umurnya memang sudah tua. Untuk menambah pengetahuan kita, mari kita telusuri.

Cornelis Chastelein

Ada tiga lahan (land) yang terbilang paling awal di sisi barat sungai Tjiliwong yang diperuntukkan (diserahkan) pada era VOC untuk pengembangan pertanian sebagai lahan kelas satu, yaitu: di Sringsing (Srengseng), Tjinirie (Tjinere) dan Tjitajam. Tiga area ini dianggap paling subur (vegetasi baik dan memiliki sumber air). Land Srengseng menjadi milik Cornelis Chastelein (pejabat sipil VOC) sedangkan Land Tjinere dan Land Tjitajam menjadi milik St. Martin (komandan militer VOC).

Jumat, 25 Agustus 2017

Sejarah Kota Depok (41): Pecatur Terkenal Kelahiran Depok; FKN Harahap Kalahkan Juara Dunia Dr. Max Euwe dari Belanda

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Frits, anak seorang pendeta yang lulus Sekolah Tinggi Teologi di Belanda. Frits sejak kanak-kanak sudah sangat menyukai permainan catur. Ketika Frits berada di Belanda sempat bertanding dan mengalahkan Max Euwe (Juara Catur Belanda yang kemudian menjadi Juara Catur Dunia). Frits juga seorang aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda yang memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Frits lebih terkenal sebagai pecatur dan penulis catur daripada seorang pendeta dan pengkhotbah.

Memang tidak ada salahnya seorang pecatur menjadi pendeta, atau sebaliknya tidak dilarang seorang pendeta menggemari permainan catur. Namun kombinasi dua profesi ini sangat jarang terjadi. Tidak hanya itu, Frits juga adalah seorang penulis, dosen sejarah di Akademi Wartawan. Frits juga seorang pengusaha. Lantas mengapa bisa demikian? Itulah pertanyaan? Dan siapakah sesungguhnya Frits? Mari kita telusuri.

Frits, Anak Depok

Frits yang memiliki nama lengkap Frits Kilian Nicolas lahir di Depok tanggal 5 Maret 1917. Ayahnya adalah seorang pendeta di Depok. Ayahnya pada tahun 1915 mempublikasikan buku Kamus Logat Melayu (Bataviaasch nieuwsblad, 26-01-1915). Keluarga mereka di Depok tampaknya cukup berada. Pada tahun 1923 ayahnya memasang iklan di surat kabar dua rumah untuk disewakan (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-01-1923). Ibunya juga seorang aktivis sosial di Depok yang bergerak di bidang kegiatan gadis-gadis (Bataviaasch nieuwsblad, 01-05-1934). Gadis-gadis diajarkan disiplin dan kebersihan, mereka juga mendapatkan pelajaran dalam membuat kerajinan.

Minggu, 20 Agustus 2017

Sejarah Kota Depok (40): Ultah Blog Poestaha Depok 17 Agustus; 600 Artikel Sudah Diupload

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Blog Poestaha Depok launching pada tanggal 17 Agustus 2012. Ini berarti blog ini sudah berlangsung selama lima tahun. Jumlah artikel yang sudah diupload sebanyak 217 artikel.  Artikel pertama tanggal 17 Agustus 2012 berjudul ‘Sejarah Tata Ruang Kota Depok: Menyambung Mata Rantai Yang Terputus Antara Depok Masa Kini dan Depok Tempo ‘Doeloe’. Sedangkan artikel terakhir berjudul ‘Sejarah Kota Depok (39): Perayaan HUT RI Pertama, 17 Agustus 1950; Kapan Kali Pertama Peringatan HUT RI di Depok?’ Blog Poestaha Depok sesungguhnya blog kembar. Kembarannya adalah blog Tapanuli Selatan dalam Angka.

Blog Tapanuli Selatan dalam Angka launching pada tanggal 15 Januari 2011 dengan artikel pertama berjudul Meneliti Itu Mudah. Blog ini awalnya membatasi diri untuk seputar Sumatera Utara. Namun karena dirasakan sejarah Padang Sidempuan di Sumatera Utara tidak berdiri sendiri, maka untuk menampung sejarah yang lebih luas (nasional) dianggap keberadaan blog Poestaha Depok dijadikan sebagai blog paralel (kembar). Kebetulan, bukankah pustaka terbesar di Indonesia terdapat di Depok, tepatnya di Universitas Indonesia?

Untuk saat ini di blog Poestaha Depok baru terbatas Sejarah Bandung (37 artikel); Sejarah Bogor (23), Sejarah Jakarta (16), Sejarah Kota Padang (39) dan Sejarah Kota Depok (39 artikel). Sementara itu di blog Tapanuli Selatan dalam Angka sudah diupload Sejarah Padang Sidempuan (20 artikel) dan Sejarah Kota Meda (54 artikel). Ke depan akan menyusul Sejarah Semarang, Sejarah Surabaya, Sejarah Makassar dan Sejarah Kuala Lumpur atau Singapoera. Dengan demikian, berdasarkan framework yang sekarang, pada nantinya akan dimungkinkan terpetakan Sejarah (kota-kota) Indonesia, termasuk Depok dan Padang Sidempuan (dua kota yang sejak awal menjadi perhatian di era Belanda)