*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
Cornelis Chastelein, boleh jadi merupakan seorang pelopor pembebasan perbudakan di Oost Indie (baca: Indonesia). Itu bermula ketika Cornelis Chastelein mewariskan harta miliknya kepada para tenaga kerjanya pada tahun 1714. Para tenaga kerja Cornelis Chastelein pada awalnya diperoleh dengan status budak. Peristiwa ini sekitar satu setengah abad mendahului sebelum pemerintah Hindia Belanda (baca: Nederlandsch Indie) menghapuskan perbudakan dengan ditetapkannya di dalam undang-undang tahun 1860.
Cornelis Chastelein, boleh jadi merupakan seorang pelopor pembebasan perbudakan di Oost Indie (baca: Indonesia). Itu bermula ketika Cornelis Chastelein mewariskan harta miliknya kepada para tenaga kerjanya pada tahun 1714. Para tenaga kerja Cornelis Chastelein pada awalnya diperoleh dengan status budak. Peristiwa ini sekitar satu setengah abad mendahului sebelum pemerintah Hindia Belanda (baca: Nederlandsch Indie) menghapuskan perbudakan dengan ditetapkannya di dalam undang-undang tahun 1860.
Dirk van Hogendorp (lukisan 1813) |
Apakah Cornelis Chastelein telah menyadari arti penting pembebasan budak?
Hal yang sama, apakah Pemerintah Hindia Belanda telah menyadari arti penting
larangan perbudakan? Lantas mengapa praktek perbudakan masih ada meski
undang-undang larangan perbudakan telah dirilis? Yang jelas, saat hiruk-pikuk
soal pro atau anti perbudakan di Hindia Belanda, di Depok sudah sejak lama
tidak ditemukan praktek perbudakan. Apakah Cornelis Chastelein telah menjadi perintis
pembebasan budak di Indonesia? Mari kita telusuri.
Dirk van Hodendorp: Inspirasi
dari Ayah
Tunggu deskripsi lengkapnya
Edward Douwes Dekker (Multatuli)
Meneruskan Perjuangan Dirk van Hodendorp
Tunggu deskripsi lengkapnya
Larangan Perbudakan oleh
Pemerintah: Pengusaha vs Akademisi
Tunggu deskripsi lengkapnya
Depokker: Terjepit Diantara
Belanda dan Indonesia
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar