Sabtu, 31 Desember 2022

Sejarah Surakarta (8): Gunung Meletus di Surakarta, Masa ke Masa; Gunung Merapi Masih Jaga, Apa Gunung Lawu Masih Tidur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Ibarat Jakarta (dulu: Batavia) dampak letusan gunung Salak dan gunung Pangrango sangat terasa. Tentu saja kurang lebih sama dengan Surakarta dimana terdapat gunung Merapi dan gunung Lawu. Seperti apa dampaknya? Nah, itu yang ingin kita pahami. Satu yang jelas, seperti sungai Tjiliwong di Jakarta, sungai Bengawan Solo berhulu di gunung Merapi dan gunung Lawu.   


Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.930 M adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Gunung ini memiliki potensi kebencanaan yang tinggi karena menurut catatan modern, gunung merapi telah mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Gunung Lawu terletak di Pulau Jawa, tepatnya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah; Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan di Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" (diperkirakan terakhir meletus pada tanggal 28 November 1885 dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Studi pada 2019 tentang geothermal heat flow menyugestikan bahwa Gunung Lawu masih aktif sampai sekarang. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yakni Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan puncak tertinggi bernama Hargo Dumilah (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gunung meletus di Surakarta, masa ke masa? Seperti disebut di atas, gunung Merapi dan gunung Lawu yang juga cukup dekat dengan wilayah Surakarta, dengan sendirinya mengalami dampak jika terjadi peristiwa letusan. Hingga masa ini gunung Merapi masih aktif dan apakah gunung Lawu tetap non-aktif? Bagaimanapun kewaspadaan tetap harus ada. Lalu bagaimana sejarah gunung meletus di Surakarta, masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (7): Banjir di Surakarta, Masa ke Masa Sejak Era Hindia Belanda; Bengawan Solo Rivier, Apa Sudah Aman?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Gunung meletus, gempa dan banjir, tsunami adalah kejadian yang sangat dirasakan dampaknya sejak tempoe doeloe. Tentu saja ada epidemic dan serangan binatang buas, kejadian alam banjir kerap menjadi sumber pemberitaan. Terjadi di banyak tempat, termasuk di Surakarta. Banjir di Surakarta tidak hanya di daerah aliran sungai bengawan solo rivier. 


Ngerinya Banjir Besar di Solo Maret 1966, Puluhan Nyawa Melayang. Solopos.com. Banjir besar merendam hampir 75% wilayah Kota Solo pada 1966 menimbulkan kengerian. Sebanyak 90 orang meninggal. Berdasarkan catatan dan data dihimpun Solopos.com, banjir besar berlangsung tiga hari yakni 16-18 Maret 1966. Ridha Taqobalallah dari Ilmu Sejarah UNS Solo dalam skripsinya ‘Banjir Bengawan Solo Tahun 1966’: Masyarakat Kota Solo menyebut jumlah korban jiwa dalam banjir mencapai 90 orang, 72 warga Solo dan 18 warga luar Solo. Selain itu, 611 rumah roboh dan 711 rumah rusak plus tiga rumah yang terbakar. Sebanyak 7.500 orang kehilangan tempat tinggal. Banjir dipicu luapan Sungai Bengawan Solo yang mengakibatkan tanggul-tanggul penahan jebol. Politikus PDIP Solo YF Sukasno yang saat kejadian masih berusia tujuh tahun ingat betul kengerian banjir pada Maret 1966 itu. Menurut Sukasno, banjir diawali dengan hujan selama tiga hari berturut-turut. Lalu pada 16 Maret 1966 sore, Sukasno ingat air mulai masuk perkampungan. Sukasno kemudian diajak keluarganya untuk mengungsi ke SD Widya Wacana Solo. Malamnya, Sukasno bersama keluarga dan beberapa tetangga keluar untuk melihat situasi di sekitar SMAN 3 Solo. “Kira-kira pukul 19.30 WIB geger terdengar orang teriak-teriak tanggule jebol. Saya malah lari ke pinggir jalan, dicari orang tua, dimarahi,” katanya saat diwawancarai Solopos.com beberapa waktu lalu. Berdasarkan Peta Banjir 1966 FS DRIP Kota Surakarta diketahui banjir menggenangi hampir tiga perempat wilayah Solo. Wilayah terdampak banjir meliputi Pasar Kliwon, Jebres, Serengan, dan Banjarsari (https://www.solopos.com/)

Lantas bagaimana sejarah banjir di Surakarta, masa ke masa sejak era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, kota Surakarta adalah wilayah rawan banjir sedari dulu. Berdasar memory warga Solo terjadi banjir besar tahun 1966. Sejatinya banjir di Surakarta sudah diketahui sejak era VOC. Apakaha Sungai Bengawan Solo Rivier sudah aman? Lalu bagaimana sejarah banjir di Surakarta, masa ke masa sejak era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.